Lembar 082
Menjauhi keramaian, meninggalkan Jungkook yang di sibukkan dengan para Profesor Sungkyungkwan. langkah tegas dengan raut wajah yang begitu dingin yang pasti membuat siapapun enggan mendekatinya.
Seakan telah mengetahui seluk beluk dari Sungkyungkwan, dia melangkahkan kakinya tanpa keraguan seakan tak memperdulikan kemungkinan dia yang akan tersesat jika berjalan terlalu jauh. Dan setelah benar benar berjalan cukup jauh dari tempat sebelumnya, Changkyun menghentikan langkah nya tepat di pinggiran kolam yang terbentuk dengan alami dan tak begitu luas namun terlihat begitu cantik.
Changkyun melangkahkan kakinya ke tepian kolam, mengarahkan pandangan nya pada teratai dengan daun yang membentang di atas kolam.
Si Rubah yang benci dengan keramaian memutuskan untuk menepi dan berdiam diri di salah satu sudut bangunan Sungkyungkwan tanpa ingin di ganggu oleh siapapun.
Tatapan tajam yang yang perlahan mulai melembut tatkala ia yang menemukan bayangan nya yang tercetak di dalam air, menatap sosoknya yang bahkan lebih sering di anggap sebagai monster dari pada seorang manusia.
Tanpa mereka sadari bahwa ketika mata itu berkedip secara perlahan, di sanalah sesuatu yang tersembunyi perlahan muncul ke permukaan. Lebih dari sekedar kesedihan dan juga kebencian yang terlihat dalam sorot matanya, melainkan juga sebuah harapan yang kembali menyatu meski telah hancur ribuan kalinya.
Sebuah perasaan yang membuat sedikit kehidupan menghampiri wajah nya, namun wajah yang tak pernah lagi tersentuh oleh air mata tersebut terlihat semakin mengerikan namun bisa saja menjadi sangat menyedihkan jika Tuan nya yang melihat nya dalam keadaan seperti ini.
Kesedihan yang terus berlanjut dalam sebuah kediaman di saat mulut yang terkatup, terbuka hanya untuk mengatakan sebuah saran tanpa harus meminta saran itu sendiri. Dan semua yang berlalu dengan berpijakan pada luka, akan tetap terhubung hingga menemukan sebuah akhir dan membiarkan yang terluka untuk membuat sebuah awal seperti air yang terus mengalir mengikuti arus dan menghubungkan takdir mereka dalam diam.
Ketika sang Rubah yang hanya berdiri di tepi kolam, yang tak berbeda jauh dari apa yang kini di lakukan oleh Tuan sang Rubah sendiri yang berdiri di atas bebatuan yang memecah aliran sungai.
Sebuah keheningan yang hampir sama ketika sang Tuan justru menghindar dari keramaian dan lebih memilih untuk menepi dan menyaksikan air yang terkadang menyentuh kaki telanjang nya.
Berbeda dengan Changkyun yang hanya mendengar deru napasnya seorang diri, pendengaran Taehyung justru di penuhi oleh gemericik air yang berlarian turun ke tempat yang lebih rendah. Sama hal nya dengan Changkyun yang bisa melihat bayangan nya di dalam air dengan begitu jelas, sedangkan dia sendiri tak mampu untuk sekedar menangkap bayangan di dalam air yang terus bergerak setiap waktunya.
Air dingin yang membasuh telapak kakinya, membawa ketenangan beserta kegundahan yang datang menghampirinya secara bersamaan.
Semua baik baik saja di sekitar nya, tapi di sisi lain ia teringat akan janji yang telah ia tuliskan pada surat nya. Entah Changkyun menerima surat itu atau tidak tapi jika harus jujur kepada diri sendiri, sang Tuan Rubah ini ingin segera menepati janjinya. Terlepas dari Changkyun masih mengingat nya atau justru melupakan nya.
Hembusan angin yang perlahan membawa ujung baju serta helaian rambut nya ke udara, membuat kesedihan itu terlihat jelas di wajah nya. Kesedihan yang tak mungkin ia bawa pulang karna ayah angkatnya yang selalu memperhatikan nya setiap waktu.
Dia sedikit mengangkat tangan kirinya yang memegang pedang, mengarahkan pandangan nya pada pedang di tangan nya. Meski dia belum bisa sehebat ayah angkat nya, namun mungkin dia sudah berada di level yang sama dengan Changkyun.
Terlintas pikiran, haruskah dia kembali sekarang? Namun apa yang akan ia lakukan di sana setelah nya? Menjadi seorang Pangeran dan di permalukan oleh Klan Heo? Tidak. Taehyung tidak ingin melakukan nya, apapun alasan nya dia tidak mungkin melakukan nya.
Jadi, apa yang harus ia lakukan? Dia pergi begitu jauh meski masih berada di daerah Hanyang, namun kenapa begitu sulit untuk menpati janjinya? Dan kenapa pula dia harus hidup sebagai Kim Taehyung, dia bisa menolaknya sejak awal tapi justru kenapa dia bertahan sebagai Kim Taehyung di saat hatinya ingin kembali?.
Di saat ia terus berpikir, di saat itu pula pendengaran nya menangkap pergerakan seseorang yang berbaur dengan gemericik air yang mengalir di sekitar nya. Taehyung kembali menurunkan tangan nya dan perlahan berbalik, mengulas senyum tipis di sudut bibirnya ketika mendapati Hwagoon berdiri di pinggiran sungai dan tengah tersenyum lebar ke arahnya.
"Sejak kapan Agassi berdiri di sana?."
"Aku baru saja sampai di sini, aku dengar dari Abeoji bahwa Naeuri sedang pergi keluar."
Di saat Hwagoon tengah menjelaskan, di saat itu Taehyung justru melangkahkan kakinya di atas bebatuan kecil yang menyembul di permukaan aliran sungai dan berjalan mendekati Hwagoon.
Tepat setelah dia berdiri di hadapan Hwagoon, dia langsung mengulurkan tangan kanan nya ke hadapan Hwagoon sebagai isyarat agar Hwagoon ikut dengan nya.
Meski awalanya sedikit ragu, namun pada akhirnya Hwagoon menerima uluran tangan Taehyung yang kemudian menariknya dengan lembut ke arah nya dan membuat Hwagoon menapakkan kakinya di salah satu batu yang berada di samping pijakan Taehyung.
"Kenapa Naeuri selalu menghabiskan waktu di sini?."
Sebuah pertanyaan yang hanya berbalas seulas senyum yang kemudian menuntun langkah Hwagoon untuk berjalan ke tengah aliran sungai dan berhenti tepat di batu besar yang sebelumnya di pijaki oleh Taehyung sebelum dia menghampirinya, dan saat itu juga Hwagoon sedikit terperangah melihat Taehyung yang tidak mengenakan alas kaki.
Tapi dia tidak mengambil pusing akan hal itu, karna meski Taehyung dan Namgil memiliki sifat yang jauh berbeda mereka tetaplah Ayah dan anak dan tentunya memiliki kemiripan pula. Tapi setidaknya dia bersyukur karna Taehyung tidak mewarisi sifat genit dari Namgil.
"Apa ayah ku sudah pergi dari rumah?."
Hwagoon mengangguk akan pertanyaan Taehyung. "Ne, Abeoji mengatakan bahwa Ahjussi pergi setelah Naeuri."
"Begitukah."
"Kenapa setiap kali tidak ada di rumah, Naeuri selalu pergi ke sungai?."
Taehyung mengulas senyum tipis nya sebelum menjawab, seulas senyum yang akan membuat nya terkena pukulan di kepalanya jika Namgil melihat nya.
"Aku ingin melihat air."
Heran, itulah yang terlihat dari raut wajah Hwagoon. Meski dua tahun terakhir mereka hidup bersama, namun Taehyung begitu misterius baginya.
Terlebih lagi dia tidak tahu perihal Taehyung yang hilang ingatan dan juga hanyalah anak angkat dari Namgil, karna selama ini dua tetua di rumah nya menyembunyikan hal tersebut dari nya.
"Jika hanya ingin melihat air, kenapa harus pergi ke sungai?."
Tanya Hwagoon dengan hati hati, merasa takut jika mungkin saja pertanyaan nya akan mengganggu Taehyung.
Taehyung kemudian menjatuhkan pandangan nya pada aliran sungai dengan seulas senyum yang masih bertahan di sudut bibir nya.
"Aku, sedang menunggu seseorang."
Hwagoon yang sempat mengalihkan pandangan nya pun segera mengembalikan pandangan nya pada sosok Taehyung yang masih melihat ke arah aliran sungai.
"Jika boleh tahu, siapakah orang yang sedang Naeuri tunggu?."
Pertanyaan yang kemudian membimbing Taehyung menjatuhkan kembali pandangan nya pada Gadis Muda di hadapan nya yang sealu menunjukkan binar di matanya dan membuat dunianya seakan berhenti sejenak, menginginkan tangan nya untuk merengkuh Gadis di hadapan nya. Namun sayang nya, hingga sekarang pun ia tak sanggup untuk melakukan nya.
"Jika aku mengatakan nya, mungkinkah waktu bisa berhenti detik itu juga?."
Hwagoon terlihat kebingungan, lebih dari itu. Dia merasa gugup setiap kali Taehyung memandang nya seperti itu, terlebih dalam jarak yang sedekat itu. Hwagoon pun mengalihkan pandangan nya dan sekilas menggaruk bagian belakang telinga nya.
"Kenapa Naeuri mengatakan hal seperti itu?."
Gumam Hwagoon yang tak berani melakukan kontak mata dengan Taehyung dan lebih memilih menunduk sembari memainkan ujung tali kecil yang terdapat pada Hanbok yang ia kenakan.
Perlahan, tanpa di ketahui oleh Hwagoon. Taehyung mengangkat tangan kanan nya ke udara dan mendekatkan nya ke wajah Hwagoon, bermaksud untuk menangkup wajah Gadis tersebut. Namun apa daya jika tangan itu berhenti di udara dan kemudian tergenggam sebelum akhirnya membawanya ke belakang tubuh nya dan saling mentautkan kedua tangan nya, memalingkan wajah nya dan mengulas senyum dalam tatapan yang sarat akan kesedihan.
Dia tidak bisa merengkuh Hwagoon, tidak sekarang atau bahkan nanti. Namun meski begitu, tidak ada alasan baginya untuk tidak membiarkan senyum itu menghiasi sudut bibir nya. Dia bahagia, setidak nya untuk saat ini.
Dia kemudian menjatuhkan kembali pandangan nya pada gadis di hadapan nya yang masih tertunduk seperti sebelumnya, Taehyung kemudian melepaskan tautan tangan di belakang tubuh nya dan mengulurkan tangan kanan nya ke hadapan Hwagoon yang kemudian mengangkat kepalanya dan mendongak melihat ke arah nya.
"Mari, kita pulang bersama."
Perkataan lembut yang di akhiri oleh seulas senyum yang membuat pipi Hwagoon sedikit memerah.
Dia menahan senyumnya dan menjatuhkan pandangan nya pada tangan Taehyung sebelum akhirnya memberikan tangan nya yang kemudian di genggam oleh Taehyung, seorang pemuda yang membuatnya dengan perlahan melupakan tentang Putra Mahkota tanpa menyadari bahwa yang kini berada di hadapan nya adalah sosok Putra Mahkota yang ia kagumi dalam diam. Dan seperti inilah semua berjalan pada tempat nya.
Selesai di tulis : 03.05.2019
Di publikasikan : 05.05.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top