Lembar 054
Seorang prajurit yang baru saja kembali dari Bukchon, menghadap Lee Jeon dengan tubuhnya yang gemetaran karna rasa takut yang luar biasa ketika ia harus menyampaikan pesan yang di kirimkan oleh Taehyung.
Sedangkan Lee Jeon yang telah berada di singgah sananya hanya menatapnya dalam diam dengan tatapan yang penuh dengan intimidasi. Menunggu hingga sang prajurit memberikan alasan kenapa dia datang seorang diri.
"Kenapa kau hanya datang sendirian?, di mana prajurit yang ikut pergi bersamamu?" Kasim Hong bersuara dengan nada bicara yang lembut, menggantikan Lee Jeon yang seperti tak ingin repot repot menanyakan hal tersebut.
"Mohon ampun yang sebesar besarnya, Yang Mulia...."
"Kalian gagal membawanya?, apa anak itu yang sudah menghabisi prajurit istana?" Lee Jeon bersuara dengan nada bicara yang terdengar begitu dingin dan seakan memberatkan wajah prajurit tersebut dan membuatnya semakin menunduk sembari mengendalikan tangannya yang bergetar hebat.
"Bukan, Yang Mulia. Bukan anak itu yang telah membunuh semua prajurit istana"
Mata Kasim Seo dan Lee Jeon sempat melebar setelah mendengar penuturan dari sang prajurit.
"Jika bukan dia. Apa yang kau maksud bahwa Menteri Park telah mengirim orang orangnya?" Kasim Hong kembali bertanya.
"Hamba mohon ampun yang sebesar besarnya. Tapi, orang yang sudah membunuh para prajurit istana, tidak lain adalah Pangeran sendiri"
Keterkejutan yang sangat luar biasa di rasakan oleh Lee Jeon dan Kasim Hong saat ini. Bagaimana tidak, seumur umur mereka belum pernah sekalipun mendengar bahwa Taehyung mampu melakukan hal sekeji itu. Membunuh seseorang, bukan tapi seluruh prajurit. Jangankan melakukan hal seperti itu membunuh nyamuk pun dia tidak mau.
"Apa kau sedang mencoba mempermainkanku...?" Geram Lee Jeon dan tanpa ia sadari dia semakin membuat ketakutan sang prajurit semakin bertambah.
"Hamba mohon ampun Yang Mulia. Tapi sungguh, hamba telah menyampaikan sebuah kebenaran yang hamba lihat sendiri. Pangeran juga telah menitipkan pesan kepada hamba untuk di sampaikan kepada Yang Mulia"
"Apa itu?"
"Pangeran berpesan. Bahwa jika Yang Mulia masih mengirimkan prajurit ke Bukchon, Pangeran tidak akan segan segan untuk membunuh mereka dengan tangannya sendiri. Itulah pesan yang hamba terima dari Pangeran"
Tanpa sadar Lee Jeon memukul sandaran tangan di singgah sananya dengan gigi yang saling beradu. Memperlihat seberapa marahnya ia akan apa yang telah di perbuat oleh putranya.
Membunuh semua prajurit. Lee Jeon harusnya tertawa setelah mendengar lelucon tersebut, karna putranya yang bahkan tidak bisa membunuh nyamuk pun nyatanya bisa membunuh seseorang. Namun yang ia dengar sekarang bukanlah sebuah lelucon, melainkan sebuah fakta, fakta di mana putranya benar benar menjadi seperti hewan buas hanya karna berada di luar istana dalam kurun waktu semalam.
"Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?" Geram Lee Jeon, mencoba menekan amarahnya yang membuat kepalanya terasa panas.
"Yang Mulia....."
Lee Jeon mengarahkan pandangannya pada Kasim Hong yang berdiri di sampingnya.
"Hamba rasa, membiarkan Pangeran dalam keadaan yang lebih tenang adalah keputusan yang terbaik untuk saat ini".
Lee Jeon tak memberi respon apapun, dia terdiam dan tampak tengah mempertimbangkan saran yang di berikan oleh Kasim Hong dan setelah menemukan jawaban, dia kembali mengarahkan pandangannya kepada sang prajurit yang masih tertunduk dalam di bawah tangga.
" Mulai sekarang, awasi dia dari jauh dan laporkan semuanya padaku. Apapun itu" Lee Jeon memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya sebagai sebuah perintah yang mutlak dari seorang penguasa Joseon.
"Hamba akan melaksanakan perintah Yang Mulia"
Penantian Panjang Gyeongbok Gung
Shin terlihat tengah terlibat pembicaraan rahasia dengan seseorang tepat di depan kediaman Heo Junhoo.
"Sekarang pergilah, biar aku yang menyampaikan hal ini pada Daegam"
Ujar Shin setelah di rasa pembicaraan antara mereka telah berakhir dan seseorang yang sebelumnya berbicara dengannya sekilas menundukkan kepalanya sebelum meninggalkan kediaman Heo Junhoo. Setelah melihat keadaan sekeliling, Shin kembali masuk ke dalam kediaman Heo Junhoo. Dia berjalan menyusuri halaman dengan langkah lebar dan menaiki tangga kayu menuju ruangan tempat di mana Junhoo berada.
Shin mengetuk pintu di hadapannya tiga kali dan bersuara, "Daegam, ini hamba. Shin".
"Masuklah!"
Tangan Shin terangkat untuk membuka pintu di hadapannya dan mendapati Junhoo yang tengah duduk di balik meja kecilnya tengah melihat ke arahnya. Dia pun segera masuk dan menutup pintu dari dalam.
Shin melangkahkan kakinya mendekat ke arah Junhoo dan berhenti tepat beberapa langkah di hadapan Junhoo yang menatapnya penuh dengan selidik di saat tangannya sendiri tengah memainkan mangkuk seukuran genggaman tangannya.
"Ada apa?, apa kau membawa kabar yang menarik?" Junhoo menaruh mangkuk tersebut dan menuangkan arak dalam botol yang terletak di samping tangannya.
"Hamba membawa berita tentang pangeran yang saat ini tengah berada di Bukchon"
Sebelah alis Junhoo terangkat seiring botol arak yang ia taruh kembali, dan sepertinya berita yang di bawa oleh Shin lebih menarik perhatiannya di bandingkan dengan semangkuk arak yang kini ia tinggalkan.
"Apa?, kali ini apa yang di lakukan oleh anak itu?"
"Baginda raja telah mengirim prajurit untuk membawa pangeran kembali ke istana"
"Lalu, apa itu artinya anak itu telah kembali ke istana. Apa itu yang ingin kau katakan?"
"Bukan. Bukan seperti itu yang hamba dengar"
Lagi, sebelah alis Junhoo terangkat akan penuturan Shin, "Katakan?"
"Dari semua prajurit yang di kirim ke Bukchon, hanya satu dari mereka yang kembali ke istana dalam keadaan hidup"
Junhoo menyunggingkan senyumnya dan mengangkat mangkuk yang berisi dengan arak, dia meneguknya sedikit sebelum akhirnya kembali menaruh mangkuk tersebut di atas meja masih dengan senyum tipis di sudut bibirnya. Dia kemudian mengembalikan perhatiannya pada Shin.
"Maksud mu anak dari Ungeom itu yang sudah membunuh mereka. Hehh menarik"
"Bukan anak itu, melainkan pangeran sendiri yang menghabisi para prajurit tersebut"
Terkejut. Itulah yang di tangkap oleh penglihatan Shin di saat ia melihat mata Junhoo yang tiba tiba melebar dan tampak tak percaya dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Namun, semua itu hanya berlangsung sepersekian detik karna setelahnya tawa yang terdengar begitu senang berhasil mengusik pendengaran Shin.
Junhoo tertawa tak percaya dengan kabar yang baru saja di bawa oleh Shin. Dia menyisakan senyum tipis di bibirnya dan kembali melihat ke arah Shin dan kali ini benar benar untuk memastikan seberapa persen kebenaran akan berita mengejutkan tersebut.
"Kau yakin, itu bukan hanya lelucon dari Baginda Raja?"
"Jika Daegam masih ragu, hamba akan memastikannya sendiri." Ujar Shin menawarkan diri.
"Tidak perlu. Sepertinya situasinya akan menjadi lebih menarik. Pastikan orang orangmu tidak kehilangan jejak anak itu, aku tidak ingin kehilangan kesenanganku begitu saja"
"Akan hamba laksanakan"
Shin sekilas menundukkan kepalanya sebgai isyarat bahwa dia tunduk akan perintah tuannya yang kini mulai beranjak dari duduknya dan berjalan melewatinya. Membuka pintu di belakang Shin dan menghilang setelahnya.
Junhoo berjalan di teras rumahnya, mengabaikan beberapa budak yang mencuri pandang ke arahnya yang membuka salah satu pintu yang kemudian kembali menyembunyikan dirinya. Sebuah ruangan di mana Cenayang Min Ok selalu duduk di belakang meja kecil dengan beberapa botol arak ketika siang.
Melihat kehadiran Junhoo, sebelah alis Cenayang Min Ok terangkat. Merasa ada hal lain yang mungkin akan di minta oleh Junhoo padanya kali ini. Tetap dengan mulut yang terkatup rapat hingga Junhoo berdiri tepat di hadapannya dan mengharuskannya mendongak agar bisa melihat seseorang yang tengah bertamu ke dalam ruangannya.
"Ada apa lagi sekarang?"
Junhoo menyunggingkan senyumnya, mendengar ucapan Cenayang Min Ok yang terdengar malas membuatnya cukup tahu diri dan menyadari bahwa sepertinya dia datang di waktu yang tidak tepat.
"Mulai malam ini, beristirahatlah dengan tenang"
Cenayang Min Ok menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan Junhoo.
"Apa maksud dari perkataan Daegam. Apakah itu berarti Daegam telah berubah pikiran?" Sebuah pertanyaan yang di lontarkan untuk mencibir seseorang.
"Ada sesuatu yang lebih menarik yang mungkin akan terjadi di Joseon. Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan anak itu sebelum semuanya terjadi. Mulai malam ini biarkan anak itu merasakan kebebasan sampai dia melakukan sesuatu yang menarik untuk ku"
"Bagaimana jika anak itu tidak bisa memberikan apapun kepada Daegam?"
Kedua netra gelap dan huas darah itu bertemu seakan tengah melempar pendapat masing masing dan di akhiri dengan sikap Cenayang Min Ok yang acuh tak acuh.
"Aku tidak ingin ikut campur dengan rencanamu. Tapi-"
Cenayang Min Ok menjeda perkataannya dan sekali lagi mempertemukan pandangannya dengan Junhoo, seakan ingin memberikan sebuah peringatan.
"Anak itu adalah kadidat terkuat untuk menjadi Raja Joseon selanjutnya. Meski dia bukan lagi Putra Mahkota sekalipun"
Tawa ringan Cenayang Min Ok mengakhiri kalimatnya seiring terlepasnya pandangannya pada Junhoo yang kini memandangnya dengan rahang yang tiba tiba mengeras.
"Untuk itulah aku membawa mu kembali ke Hanyang"
Nada bicara Junhoo yang tiba tiba mengeras membuat Cenayang Min Ok menghentikan tawanya dan kembali mendongak untuk melihatnya.
"Itu adalah tugas mu. Memastikan bahwa dia tidak akan menjadi Raja selanjutnya"
"Kau tahu?, pemburu yang terlalu berlama lama bermain main dengan hewan buruannya. Kebanyakan dari mereka akan menyesal karna hewan buruan tersebut melarikan diri di saat pemburu itu mengulur ngulur waktu untuk melepaskan busurnya" Cenayang Min Ok kembali pada sikap acuhnya. Dia tidak tertarik lagi meneruskan pembicaraan dengan Junhoo.
"Tidak ada satu pun yang bisa lolos dari cengkraman ku. Lihat saja nanti busur siapa yang akan bergerak lebih cepat"
Pembicaraan yang berakhir begitu Cenayang Min Ok berhenti menyahuti.
Di sisi lain, di tempat yang cukup jauh. Telah terjadi sesuatu di Paviliun Putra Mahkota yang membuat seluruh penghuni Paviliun Putra Mahkota menjadi resah.
THE DYNASTY : CHAPTER 1
[THE LITTLE PRINCE]
02.02.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top