Lembar 003

"Seperti nya ada yang tengah berpesta tanpa mengundangku."

Para bandit tersebut menoleh ke sumber suara dan mendapati senyum ramah dari seorang Bangsawan, tapi tidak mirip bangsawan karna dia mengenakan pakaian layaknya seorang Prajurit, tapi tidak bisa di sebut sebagai seorang Prajurit karna pakaian yang ia gunakan terlalu mewah untuk ukuran seorang Prajurit.

Kim Hwaseung, seorang Saudagar kaya yang masih muda dengan perawakan yang tegas namun ramah dan murah senyum. Suatu kombinasi yang sempurna, dia datang jauh jauh dari bagian selatan Joseon untuk menjemput tunangannya. Seorang putri Bangsawan bernama Shin Hwajung yang selalu membawa pedang di tangannya yang saat ini tengah berada di tengah tengah para bandit.

Meski melihat Hwaseung tersenyum ke arahnya, hal itu tidak membuat Hwajung menurunkan kewaspadaannya, bahkan dia tidak menurunkan pedangnya sedikitpun.

Melihat hal tersebut Hwaseung membuang nafas ke udara sembari tersenyum. "Seperti nya kalian berada dalam posisi yang tidak menguntungkan."

"Siapa kau? Kenapa kau datang tiba tiba dan mengganggu?" Ujar pimpinan bandit tersebut.

"Aku? Woah.... Kalian bertanya padaku?" Ujar Hwaseung dengan nada yang di lebih-lebihkan, membuat pimpinan bandit itu mengumpat.

"Kunyuk sialan, apa kau sedang mencari masalah dengan ku? Kau ingin mati!"

"Mwo.....?" ujar Hwaseung meninggikan suara nya namun masih tetap terlihat ramah bahkan dia sengaja menaikkan dagunya secara tidak alami, membuat Hwajung mendengus melihat sikapnya yang tidak pernah serius.

"Hey, harusnya aku yang bilang seperti itu. Apa yang kalian lakukan? Mengarahkan pedang kalian ke arah gadis ku, apa kalian ingin cari mati?"

"Apa...? Gadis mu kau bilang? Apa kau sedang mabuk? Kami yang menemukannya lebih dulu jadi nona Kisaeng ini milik kami sekarang, benar bukan?" Ujar pimpinan bandit tersebut yang di iyakan oleh anak buahnya dan di akhiri dengan tawa mereka, bahkan semua penduduk desa hanya berani mengintip dari celah rumah mereka.

Sedangkan Hwaseung sendiri merasa terganggu mendengar bahwa mereka memanggil Hwajung sebagai seorang Kisaeng, terlihat dari ekspresi nya yang tiba-tiba mengeras.

"Apa? Kau menyebutnya apa tadi?" Ujar Hwaseung dengan nada bicara yang datar sembari mensejajarkan tangannya yang sebelumnya ia taruh di belakang, perlahan dia mendekat ke arah para bandit dan menyingkirkan pedang mereka dengan kasar untuk melewati mereka dan berdiri di samping Hwajung.

"Pergilah! Sebelum kalian kehilangan kesempatan untuk merenungi dosa dosa kalian." Ujarnya dengan tegas, Yeowol yang mendengar perdebatan mereka menyaksikannya dari celah pintu yang ia buka sedikit, dan di antara orang orang itu Yeowol tidak melihat bibi. Dia ingin memastikan apakah bibi baik baik saja, tapi dia juga tidak berani keluar. Sekilas dia melihat siluet Hwaseung dan bertanya tanya dalam hati apakah dia Bangsawan yang telah di tunggu tunggu oleh Hwajung.

Terdengar suara tawa yang seperti memecah langit dari para bandit itu.

"Kau dengar sendiri bukan, percuma mengajari mereka dengan kata-kata" Cibir Hwajung tapi Hwaseung tidak memberi respon.

Para bandit tersebut tiba-tiba saja menyerang mereka secara bersamaan, Hwaseung menarik sedikit pedangnya untuk menghalangi serangan dari depan dan menggunakan kaki kirinya untuk menghalau serangan dari samping. Dia kemudian memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung dan memukul para bandit tersebut dengan pedang yang masih berada di dalam sarung.

"Jika seseorang memberi kesempatan, seharusnya kalian merenungkannya." Ujar Hwaseung.

"Banyak omong, diam dan segeralah pergi ke neraka!"

Serangan dari para bandit tersebut membuat Hwajung dan Hwaseung terpisah cukup jauh, berbeda dengan Hwajung yang benar-benar menghunuskan pedangnya. Hwaseung lebih memilih bertarung tanpa menarik pedangnya dan hanya menggunakan pedangnya untuk memukul beberapa bagian untuk melumpuhkan mereka.

    Hwaseung sendiri lebih cenderung tidak menyukai saat ia menarik pedangnya dari dalam sarung, karna saat ia menarik pedangnya dia akan cenderung membunuh lawannya sehingga dia jarang menarik pedangnya jika keadaan masih berpihak padanya.

"Habisi dia! Apa yang kau lakukan? Cepat bangun dasar bodoh! Bagaimana bisa kalian di kalahkan oleh orang seperti dia." Teriak pimpinan bandit tersebut yang sama sekali tidak melakukan apapun.

"Orang bodoh akan cenderung banyak bicara tanpa bisa melakukan apapun." Ujar Hwaseung santai sambil menangkis serangan, dia melihat ke arah Hwajung yang seperti nya tidak mengalami kesulitan, justru sebaliknya bandit bandit itulah yang mengalami kesulitan ketika harus menghindari ayunan pedang Hwajung. Hwaseung tersenyum bangga, tidak sia-sia dia mengajari Hwajung bagaimana cara mengayunkan pedang yang benar untuk membunuh seseorang.

"Tidak berguna kalian semua, menghadapi seorang Kisaeng saja tidak becus. Minggir kalian!" Murka sang pimpinan bandit, tapi bukan hanya pimpinan bandit yang murka melainkan juga Hwaseung yang langsung memukul lawannya hingga terpental ketika dia mendengar kata Kisaeng. Dia menghalau serangan dan mencoba berjalan menuju Hwajung yang tengah menghadapi pimpinan bandit tersebut.

Tapi tiba-tiba semua berhenti bergerak ketika mendengar suara kain yang robek yang tidak lain adalah lengan hanbok yang di pakai oleh Hwajung dan membuat sorot mata nya semakin menajam tapi perhatian semua orang teralihkan oleh suara seperti seseoranh tengah menarik pedangnya yang tak lain adalah Hwaseung dengan raut wajah seperti orang kesetanan, Hwajung menurunkan pedang nya dengan satu tangan memegangi bajunya yang robek sedangkan para bandit tersebut terlihat panik setelah melihat Hwaseung mengamuk dan mengayunkan pedangnya dengan kejam. Hwaseung menjangkau tempat Hwajung dan memegang tangan nya yang menutupi bagian lengannya, keduanya berjalan mundur perlahan.

"Masuklah!" Ujar Hwaseung tanpa melepaskan pandangan nya pada bandit-bandit di hadapannya. Sekilas Hwajung mendongak untuk melihat wajah Hwaseung yang merah padam yang menunjukkan bahwa kemarahannya sudah berada di ujung kepala, tanpa pikir panjang lagi dia pun langsung naik dan berlari menuju ruangan di mana Yeowol berada.

"Hey... Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian membiarkan wanita itu pergi? Cepat bunuh dia dan rebut wanita itu kembali!"

"Tidak ada lagi waktu untuk merenung, kalian sudah kehilangan kesempatan itu."

Hwaseung mengarahkan pedang nya ke tanah seakan akan ingin membuang sesuatu dari pedangnya, dia melemparkan ujung bajunya ke belakang dan menarik satu kaki kebelakang. Kemudian mengangkat pedangnya membuat garis horisontal tepat di bawah dagunya, mensejajarkan pedang nya dengan lengan nya dan tangan kiri nya menyentuh ujung gagang pedang. Tatapan mata nya seakan tidak mau kalah tajam nya dengan pedang nya yang berkilau saat terkena sinar matahari.

"Kalian akan mati di tangan ku hari ini!" Ujar nya dengan sorot mata yang menggelap, dia kemudin menebas apapun yang berada di sekeliling nya dan hanya orang yang beruntunglah yang berhasil selamat dari amukan pedang nya.

🌾어린 왕자 🌿

Taehyung keluar dari paviliun belajarnya setelah guru pembimbing nya meninggalkan Paviliun belajar nya, dia menuruni anak tangga sembari melihat ke sekeliling untuk mencari keberadaan Changkyun.

Dia bertanya-tanya dalam hati, kemana perginya Changkyun, karna sebelumnya dia berada di depan pintu Paviliun belajar. Kenapa tiba-tiba menghilang, dan saking seriusnya mencari Changkyun dia sampai lupa bahwa dia tengah menuruni tangga batu dan hampir terjatuh karna menginjak ujung baju nya sendiri. Beruntung Kasim Seo yang berada tepat di bawah tangga dengan sigap menahan lengannya, tapi meski begitu hal tersebut cukup membuat para Dayang dan Kasim hampir terkena serangan jantung.

"Aigoo Putra Mahkota, apa anda baik-baik saja? Apa Putra Mahkota terluka?" Ujar Kasim Seo mewakili kecemasan para Dayang dan Kasim yang melayani nya. Taehyung memberikan seulas senyum yang terlihat sangat damai dan membuat semua orang tersenyum lega.

"Aku hanya sedikit ceroboh, aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Syukurlah kalau begitu."

"Kalian tunggulah di sini, aku akan berkeliling sebentar."

Wajah mereka semua tiba-tiba menjadi pucat, tapi mereka tidak berdaya dengan senyum yang mendamaikan dari Putra Mahkota mereka dan hanya menunggu dan mengawasi Putra Mahkota dari tempat mereka.

Taehyung meninggalkan rombongan nya, kali ini dia berjalan cukup jauh dan membuat para Kasim dan Dayang menjadi khawatir karna tidak bisa melihat nya, tapi apalah daya. Mereka tidak bisa menolak keinginan Taehyung yang sama sekali tidak memberatkan mereka, karna apapun yang di lakukan Taehyung saat ia sendiri maupun bersama para Kasim dan Dayang, dia tidak pernah menyalahi aturan Kerajaan.

Taehyung melangkahkan kaki nya cukup jauh dari paviliun belajar nya, dia tidak memiliki tujuan tapi entah kenapa berjalan sendirian membuat nya lebih nyaman. Tapi pandangan nya teralihkan ketika dia melihat sesuatu bergerak-gerak di luar tembok bebatuan setinggi dua meter yang menjadi benteng Paviliun belajar nya, dia memiringkan kepala nya dan seulas senyum terukir di bibirnya ketika dia mengenali puncak kepala yang terlihat menyembul dari balik tembok.

"Apa yang sedang ia lakukan?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top