Lembar 002

"Pangeran.... Pangeran tidak boleh kesana."

Teguran Kasim Cha menghentikan langkah Jungkook yang ingin memasuki kawasan Paviliun Putra Mahkota.

"Hamba mohon kembalilah ke Paviliun."

Bahu Jungkook seketika langsung melorot, bahkan dia sudah susah payah mengendap-endap seperti seorang pencuri untuk bisa keluar dari Paviliun nya tanpa di ketahui oleh Kasim Cha.

"Aku tidak mau, aku ingin mengunjungi Putra Mahkota." Tegas Jungkook, membuat Kasim Cha panik karna tepat pada waktu itu Putra Mahkota tengah mendapatkan pengajaran di Paviliun belajar nya dan jika Jungkook sampai mengganggunya, Raja pasti akan marah.

"Pangeran..... Hari ini Putra Mahkota tidak bisa di temui, ah... Bagaimana kalau kita ke danau yang berada tidak jauh dengan tempat biasanya Putra Mahkota bersantai? Bagaimana?"

Jungkook bersedekap dan memasang raut wajah seakan-akan tidak perduli, padahal dari matanya yang tiba tiba melebar ketika mendengar nama Putra Mahkota sudah cukup di jadikan bukti bahwa dia benar benar tertarik.

"Apa kau ingin membohongiku? Aku tidak pernah mendengar tempat yang seperti itu"

"Itu karena Pangeran selalu berada di Paviliun, Pangeran" Ujar Kasim Cha sembari tersenyum.

"Itu semua karna kalian tidak membiarkan aku keluar dari Paviliun"

Kasim Cha tersenyum tidak enak, seakan membenarkan perkataan Jungkook. Karna meskipun hanya Pangeran dari seorang Selir, Baginda Raja Lee Jeon sangat menyayangi Jungkook seperti halnya dia menyayangi Taehyung, sehingga Paduka Raja juga mengutamakan pendidikan untuk Jungkook dengan mengirimkan seorang Guru pembimbing yang datang setiap harinya untuk mengajarinya semua hal tentang Joseon dan kerajaan.

"Kalau begitu tunggu apalagi? Tunjukkan jalannya!"

"B-baik, Pangeran."


🌾 어린 왕자 🌿

Seorang pemuda berpenampilan layaknya seorang Bangsawan dengan pedang yang berada di tangan kirinya, tengah berjalan menyusuri kaki Gunung Jiri. Sesekali dia melihat ke atas langit yang begitu cerah, bau harum bunga cerry menyebar ke setiap penjuru dan mengusik penciumannya.

"Aku akan lebih senang jika yang ku cium adalah bau harum bunga anggrek." Gumamnya dengan sudut bibir terangkat ke atas.

Dia menyusuri kaki Gunung, berjalan ke arah desa yang terletak di selatan gunung yang masih cukup jauh dari tempatnya saat ini.

Di sisi lain di kaki Gunung Jiri bagian selatan, terlihat sebuah desa yang cukup makmur dengan banyak rakyat kecil yang hidup dengan saling bahu membahu. Sebuah desa di mana tidak ada satupun bangsawan yang tinggal dan berbaur dengan rakyat kecil seperti mereka.

"Ya ampun, bagaimana ini? Kenapa kau menumpahkan semuanya?" Keluh seorang bibi pada seorang wanita yang terlihat jauh lebih muda dengannya.

"Imo...... Aku tidak sengaja, maafkan aku ya... Aku berjanji akan bekerja lebih keras lagi." (imo=bibi)

Ujar gadis kecil tersebut dengan menyatukan kedua tangannya seakan-akan tengah mengucapkan permohonan.

"Hahhh... Kau ini, kau tidak tahu seberapa mahal sup itu, jika begini kedaiku pasti akan tutup. Kalau begini terus, lebih baik kau pergi ke Hanyang dan pulang kemari setelah mendapatkan uang."

Bibi itu mengomel sembari membereskan mangkuk-mangkuk kotor yang sudah di tinggalkan oleh pelanggannya.
Namun gadis kecil itu tiba tiba memegang kedua bahu bibi tersebut dan merendahkan kepalanya untuk melihat wajah bibi yang tengah marah.

"Apa lagi ini?"

"Imo..... Kau ini tega sekali, apa kau ingin aku menjadi Kisaeng jika aku pergi ke Hanyang, eoh?"(kisaeng=wanita penghibur)

Bibi itu menyingkirkan tangan gadis tersebut sembari menggerutu. "Kau ini, siapa yang menyuruhmu menjadi Kisaeng? Apa kau ingin mempermalukanku di depan kuburan kakakku karna tidak bisa mengurusmu, eoh...? Dasar anak nakal, kemari kau!"

Bibi tersebut mengambil seikat sapu lidi dan berjalan menuju gadis tersebut dan ingin memukulnya, sedangkan gadis itu berlari sambil tertawa. Pintu rumah mereka tiba-tiba terbuka dari dalam dan terlihat siluet yang sangat mencolok, sebuah Hanbok yang terlihat sangat mewah dan tampak berbeda dengan pakaian yang di gunakan para penduduk pribumi.

"Aigoo." Sang bibi tampak terkejut melihat wanita Bangsawan tersebut keluar dari rumah.

"Aigoo, aigoo, Agassi... Kenapa kau keluar rumah? Jika kau memerlukan sesuatu kau bisa memanggilku"

"Aku hanya merasa sedikit bosan berada di dalam, aku akan duduk di luar sebentar"

Sang bibi hanya mengangguk dengan raut wajah yang khawatir karna biasanya para bandit gunung akan datang dan mengacau desa, jika sampai mereka tahu ada seorang putri Bangsawan, mereka pasti akan mengganggunya. Bibi itu kemudian pergi ke belakang.

"Agassi..." Anak gadis yang sebelumnya di marahi oleh bibi tiba-tiba duduk di samping wanita Bangsawan tersebut.

"Apa Tuan Bangsawan yang kau tunggu belum datang?"

"Dia mungkin sedang dalam perjalanan menuju kemari."

"Bagaimana kalau dia tidak datang?"

"Dia pasti datang, tidak. Dia akan selalu datang meski aku pergi ke tempat yang sangat jauh sekalipun"


Gadis kecil itu menatap Bangsawan muda tersebut dengan tatapan tidak percaya.

"Minggir, minggir semua! Beri aku jalan!"

"Hey kau bajingan tengik! Beraninya kau menabrakku eoh... Kau tidak punya mata?"

Terdengar keributan tak jauh dari tempat mereka, membuat mereka melongokkan kepalanya dan perhatian keduanya teralihkan saat bibi tiba tiba saja berlari dari belakang dengan panik.

"Aigoo, aigoo. Kenapa mereka datang lagi? Agassi, agassi sebaiknya masuk ke dalam."

"Apa ada masalah? Siapa yang membuat keributan di sana?"

"Ahh, Agassi tidak perlu memikirkan bandit bandit itu. Sebaiknya Agassi cepat masuk ke dalam, Yeowol kau juga cepat sembunyi!"

Gadis yang bernama Yeowol tersebut mengangguk lalu menarik lengan bangsawan tersebut dan berjalan masuk ke dalam rumah.

"Eoh.... Berhenti semua!" Ujar seorang bandit yang mungkin adalah pimpinan mereka, mereka kemudian menghampiri bibi yang tertunduk di halaman rumah.

"Imo... Seperti nya kau kedatangan tamu, jika kau tidak keberatan biarkan dia menyapa kami."

"Tamu ku tidak ingin bertemu dengan kalian, lebih baik cepat pergi dari sini."

"Apa...? Apa sekarang kau mencoba untuk mengusir kami?"

Tawa menggelegar memenuhi halaman rumah, Yeowol yang berada di dalam rumah hanya bisa duduk diam di sudut ruangan sedang kan bangsawan tersebut mengintip dari celah pintu.

"Siapa mereka?"

"Bandit gunung, mereka selalu datang dan membuat kekacauan di sini."

Bangsawan tersebut kemudian mendekati Yeowol. "Kenapa kau bersembunyi?"

"Jika aku tidak sembunyi mereka pasti akan membawaku."

Bangsawan tersebut tampak terkejut, dia juga melihat ketakutan di wajah Yeowol.

Tiba tiba terdengar keributan dari arah luar di iringi dengan teriakan dari bibi, Bangsawan tersebut terlihat tengah mempertimbangkan sesuatu sebelum akhirnya meraih pedangnya dan berjalan keluar, membuat Yeowol terkejut.

"Agassi... Kau mau kemana?"

"Tetaplah di sini!" Ujar Bangsawan tersebut dan menutup pintu dari luar, membuat semua orang berhenti bergerak ketika melihatnya.

"Woah.... Benar benar cantik."

Ketua bandit tersebut memberi isyarat agar anak buahnya membawa Bangsawan tersebut padanya.


"Berhenti di sana!" Ujar Bangsawan tersebut dengan sorot mata yang tajam, dia kemudian dengan suka rela turun ke halaman. Membuat wajah bibi semakin memucat.


"Agassi...." Ujarnya dengan suara lirih.

"Apa yang kalian inginkan? Jika kalian sudah mendapatkan apa yang kalian mau, silahkan pergi dari sini."

"Bicara apa wanita ini? Bagaimana jika aku menginginkanmu, eoh....?"

Tawa itu terdengar lagi dan membuat telinga Bangsawan tersebut menjadi sakit mendengarnya.

"Apa kau seorang Kisaeng? Kenapa Kisaeng secantik dirimu bisa memegang pedang?"

"Aku bukan Kisaeng dan tentang pedangku kau tidak perlu tahu kecuali kau ingin dia menebas lehermu."

"Hehh! Menarik, baiklah jika anak buahku bisa melukaimu kau menjadi milikku. Bagaimana?"

Bangsawan tersebut menarik pedangnya. "Pergilah dan akan ku ampuni kalian." Tegasnya.

Kedua bandit itu memberi isyarat agar anak buahnya mulai menyerangnya.

"Jangan sampai melukai wajahnya atau akan ku bunuh kalian."

Wajah bibi pucat pasi ketika melihat Bangsawan tersebut bertarung dengan beberapa bandit yang juga memiliki pedang, meski gerakan Bangsawan tersebut terlihat sudah terbiasa menggunakan pedang tetap saja dia seorang wanita.

"Seperti nya ada yang tengah berpesta tanpa mengundangku."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top