Cuplikan Chapter 33

Berikut adalah cuplikan dari chapter 33 LE PETIT PRINCE yang akan dipublish besok pagi di Dreame/Innovel


Kasim Seo terlihat kembali mondar-mandir di tempat yang berbeda. Menatap jauh ke depan, ke arah perginya Tae Hyung yang sudah tidak terlihat sedikitpun. Sedangkan seseorang yang tengah membuatnya gelisah saat ini tengah berdiri menatap air danau yang ditumbuhi bunga dengan daun yang melebar seakan setiap hari semakin banyak dan ingin menutupi danau.

Tae Hyung kemudian mendudukkan dirinya di rerumputan yang terlihat hampir menguning, menandakan bahwa musim kemarau akan segera datang. Tangannya tergerak untuk membuka setiap lembar halaman dari buku yang berada di pangkuannya. Terik matahari yang seakan tidak bisa memutuskan harapannya untuk tetap bisa melihat danau yang sudah lama menjadi tempat pengaduannya. Sebuah pengaduan yang tidak bisa ia sampaikan pada Chang Kyun yang saat ini tengah berada di luar istana Gyeongbok. Sebuah pengaduan yang hanya dia dan langit yang mengetahuinya.

Setelah merasa bahwa dia sudah pergi terlalu lama, Tae Hyung akhirnya beranjak dari duduknya dan melihat ke arah danau untuk yang terakhir kalinya sebelum kembali kepada Kasim Seo. Tidak ada senyum, kesedihan ataupun kemarahan. Hanya ada kekosongan dalam sorot mata Tae Hyung kali ini.

Perasaan takut yang tiba-tiba datang menghantuinya, perasaan takut yang membuatnya terbangun di tengah tidurnya, perasaan takut yang tidak ia ketahui dari mana datangnya. Tae Hyung ingin meninggalkan itu semua di sana dan bisa kembali dengan dirinya yang seperti sebelumnya. Namun hal itu sepertinya sangat mustahil untuk saat ini.

Perlahan Tae Hyung memutar kakinya, namun tepat setelah ia berbalik, buku di tangannya tiba-tiba terjatuh dengan yang tiba-tiba melebar. Batinnya tersentak saat merasakan sesuatu yang menusuk dadanya dari dalam dan membuat tangannya secara refleks mencengkram dadanya.

"Akh ..." lirih Tae Hyung seakan suaranya tertahan di tenggorokan.

Matanya sedikit menyipit dan dahinya sedikit berkerut. Dia memandang jauh ke depan, ke tempat Kasim Seo berada. Namun sepertinya dia pergi terlalu jauh. Hingga pada akhirnya lutut itu berhasil menyentuh rumput dengan rintihan yang masih berlanjut. Sang Putra Mahkota tumbang, mencengkram dadanya kuat-kuat seakan ingin menekan rasa sakitnya. Namun semakin ia menekannya, rasa sakit tersebut semakin menjadi.

Tubuh Tae Hyung yang semakin menunduk dan hampir menyentuh tanah. Pemuda itu melepaskan satu tangannya yang ia gunakan untuk berpegangan pada tanah dan mencoba untuk berdiri kembali dengan napas beratnya yang seakan-akan tidak bisa membawa oksigen masuk ke dalam paru-parunya yang terasa semakin menyempit.

Tapi sepertinya rasa sakit di dalam dadanya jauh lebih kuat dari pada dirinya sendiri. Tubuh Tae Hyung tiba-tiba tumbang dengan wajah yang bersentuhan dengan tanah tatkala dia ingin bangun. Perlahan tubuhnya mulai meringkuk, menahan rasa sakit tanpa sedikit pun berharap bahwa Kasim Seo akan datang dan menolongnya. Hanya satu orang yang bisa dipikirkan oleh Tae Hyung saat ini. Kim Chang Kyun, dia berharap anak itu segera datang padanya.

"Akh ..."

Tubuh yang meringkuk tersapu angin, sendirian dalam kesakitan, mengutuk sebuah harapan dan mempertahankan luka. Lee Tae Hyung, Putra Mahkota Joseon yang agung kini meringkuk di tanah dan berada di ambang kematian yang perlahan dan menyakitkan tanpa ada seorang pun yang menyadarinya.

Tangan yang terlepas, mata yang tertutup rapat, rintihan yang berhenti. Angin berhembus pelan menyampaikannya melalui kabar angin. Semua berakhir untuk hari ini.

LE PETIT PRINCE

Chang Kyun mengakhiri perjalanannya di kaki gunung Songni, tempat yang sangat jauh dari Hanyang. Menuntun kudanya memasuki halaman Kuil Beopju, kedatangannya itu berhasil menarik perhatian dari seorang Biksu muda yang tengah berada di halaman.

Biksu muda itu tampak terkejut sebelum pada akhirnya menghampiri Chang Kyun dengan langkah yang terburu-buru.

"Tuan Muda Kim?" tegur Biksu muda itu begitu keduanya saling berhadapan.

Chang Kyun sejenak menundukkan kepalanya sebagai pengganti salam, begitupun sebaliknya.

Biksu muda itu kembali menegur, "apa yang membawa Tuan Muda jauh-jauh datang kemari?"

"Aku memiliki keperluan dengan Biksu Choi, apakah beliau ada di tempat?"

Biksu muda itu mengangguk. "Syukurlah Tuan Muda datang sekarang. Biksu Choi berencana melakukan perjalanan hari ini, mungkin beliau akan membatalkannya setelah tahu bahwa Tuan Muda datang kemari."

Biksu itu lantas mengambil alih kuda milik Chang Kyun. Dan Chang Kyun bergegas menemui Biksu Choi yang berada di salah satu bangunan dari Kuil tersebut.

Melangkahkan kakinya ke halaman samping, Chang Kyun menemukan pria tua yang ia cari tengah duduk di bawah pohon yang berada di halaman.

Kuil Beopju, Chang Kyun sudah sangat akrab dengan tempat itu sehingga semua pengurus Kuil di sana telah mengenalnya. Setiap kali meninggalkan istana, Chang Kyun akan menyempatkan diri untuk singgah di Kuil tersebut.

"Guru ... aku datang," tegur Chang Kyun begitu sampai di hadapan Biksu Choi.

Pria tua itu perlahan mengarahkan pandangannya pada Chang Kyun. Dan seulas senyum yang terlihat begitu damai melukis wajah sang Biksu senior tersebut.

"Kapan Tuan Muda datang?" Biksu Choi balik menegur.

"Belum lama ini."

"Kalau begitu duduklah."

Chang Kyun duduk di samping Biksu Choi. Dan pria tua itu terus saja memperhatikan Chang Kyun, seakan tengah menantikan kedatangan pemuda itu dalam waktu yang lama.

Biksu Choi kemudian berbicara, "apa yang membuat Tuan Muda jauh-jauh datang kemari? Aku pikir ini bukan saatnya bagi Tuan Muda untuk datang berkunjung."

"Aku memiliki sesuatu untuk ditanyakan kepada Guru."

"Tentang apakah ini?"

Chang Kyun merogoh lengan pakaiannya dan mengambil kain yang ia temukan di kamar Tae Hyung. Pemuda itu lantas menyerahkan kain itu kepada Biksu Choi.

"Apakah Guru tahu apa arti kalimat yang tertulis di situ?"

Biksu Choi menerima kain itu dan membuka lipatannya. Terbuka dalam posisi terbalik, Biksu Choi memutar kain tersebut untuk bisa membaca apa yang tertulis di sana. Sejenak terdiam dan tampak mempertimbangkan sesuatu.

Setelah beberapa saat, Biksu Choi lantas kembali bersuara. "Dari mana Tuan Muda mendapatkan kain ini?"

"Biksu tahu kain apa itu?" Bukannya menjawab, Chang Kyun justru balik bertanya.

"Seseorang telah menyalakan api untuk membakar matahari," cuma Biksu Choi penuh pertimbangan.

"Apa maksud dari perkataan Guru?"

Biksu Choi memandang Chang Kyun dan bertanya, "Tuan Muda harus menjawab dulu, dari mana Tuan Muda mendapatkan kain ini?"

Chang Kyun terlihat enggan untuk menjawab. Namun Biksu Choi tak memberikan pilihan.

Chang Kyun lantas menjawab, "di kamar Putra Mahkota."

Biksu Choi tak menunjukkan reaksi apapun. Pria tua itu kembali memperhatikan kain di tangannya dan meraba warna merah yang telah memudar.

"Darah?" gumam Biksu Choi.

"Aku juga memikirkan hal yang sama. Apakah yang Guru ketahui tentang kain itu?"

"Tepatnya di mana Tuan Muda menemukan kain ini?"

"Seorang dayang tidak sengaja menjatuhkannya saat membersihkan alas tidur Putra Mahkota."

Biksu Choi sejenak terdiam sebelum pada akhirnya helaan napas panjang terdengar.

Biksu Choi kembali berbicara, "cenayang."

Chang Kyun menatap penuh tanya. "Apa yang Guru bicarakan?"

"Jika kecurigaanku benar, maka darah ini adalah darah milik seorang cenayang."

Batin Chang Kyun mulai tak tenang. "Apa yang sebenarnya ingin Guru katakan?"

Biksu Choi kembali memandang Chang Kyun dan berbicara dengan pembawaan yang tetap tenang seperti di awal.

"Menyalakan api untuk membakar matahari, begitulah orang-orang menyebutnya. Dan orang yang bisa melakukan hal itu adalah seorang cenayang."

Chang Kyun menjatuhkan pandangannya dan bergumam, "menyalakan api untuk membakar matahari? Aku tidak mengerti apa maksud Guru." Chang Kyun kembali memandang Biksu Choi.

"Jauh sebelum aku menjadi seorang Biksu, aku menyaksikan sendirian bagaimana cenayang itu melakukannya."

"Matahari? Apakah itu diibaratkan sebagai Raja?"

"Benar, Tuan Muda. Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Kain ini digunakan sebagai perantara kutukan dari si cenayang."

Chang Kyun menatap tak percaya. "Maksud Guru, seseorang berniat mencelakai Putra Mahkota."

"Bukan hanya berniat, tapi mungkin dia sudah melakukannya."

Chang Kyun tampak terkejut. Tak bisa memikirkan apapun, Chang Kyun beranjak dari duduknya dan berinisiatif untuk segera kembali ke Hanyang. Namun saat itu Biksu Choi menahan pergelangan tangannya.

"Tunggu sebentar, Tuan Muda."

Chang Kyun menjatuhkan pandangannya pada Biksu Choi. Dan pria tua itu menangkap kekhawatiran dalam wajah Chang Kyun.

"Apa yang akan Tuan Muda lakukan jika pergi seperti ini?"

"Apa yang harus aku lakukan? Jika orang itu sudah menyakiti Putra Mahkota, berarti Putra Mahkota sedang dalam bahaya ... apa yang harus aku lakukan, Guru?"

"Ini adalah perjanjian dengan iblis. Tuan Muda tidak bisa mengakhirinya hanya dengan berada di samping Putra Mahkota."

"Kalau begitu apa yang harus aku lakukan?"

"Sebuah perjanjian tidak bisa dibatalkan oleh orang yang tidak terlibat. Hanya orang-orang yang terlibat lah yang bisa membatalkan perjanjian ... Putra Mahkota bukanlah kunci utama dalam masalah ini. Tuan Muda harus menemukan orang yang terlibat dan memastikan bahwa orang itu membatalkan perjanjian untuk Putra Mahkota."

Chang Kyun menatap ragu dan rasa putus asa itu lantas mengotori tatapan dinginnya.

"Bagaimana caranya aku bisa menemukan orang itu? Siapa dia dan di mana sekarang?"

"Tuan Muda duduklah, terburu-buru tidak akan bisa membantu Tuan Muda."

Dengan berat hati Chang Kyun kembali duduk dan mendengarkan ucapan dari Biksu Choi. Sebelum menjadi seorang Biksu, dulunya Biksu Choi sempat bertugas di Gwansanggam. Dan pada saat itu terjadi sebuah skandal mengerikan di dalam istana sehingga pada akhirnya pria tua itu memutuskan untuk meninggalkan istana dan menjalani sisa hidupnya sebagai seorang Biksu.

Biksu Choi pun kembali memberikan penjelasan kepada Chang Kyun, "hanya satu orang yang bisa melakukan hal ini di Joseon."

"Siapakah dia? Orang itu?"

"Cenayang Min Ok, begitulah orang-orang memanggilnya."

"Apa Guru tahu di mana dia sekarang?"

"Sungkyunkwan."

Sungkyunkwan : Lembaga pendidikan era Joseon (Universitas)

Dahi Chang Kyun sedikit mengernyit. "Sungkyunkwan?"

"Yang aku dengar, wanita itu diasingkan ke sebuah tempat terpencil dan tidak ada yang tahu di mana tempat itu."

"Lalu kenapa Guru mengatakan bahwa wanita itu berada di Sungkyunkwan?"

"Tidak ada, wanita itu tidak ada di sana. Tapi jika Tuan Muda ingin tahu keberadaan wanita itu, Tuan Muda bisa menemui Guru Besar Sungkyunkwan, Hong Dae Shik. Dia lah yang membawa wanita itu ke pengasingan."

"Hong Dae Shik?"

"Benar, Tuan Muda. Dia lah satu-satunya orang yang kemungkinan tahu di mana wanita itu sekarang. Tapi ... jika pun wanita itu masih hidup dalam pengasingan, kemungkinan besar dia memiliki kaki tangan yang tinggal di Hanyang."

"Aku melihatnya," gumam Chang Kyun dengan tatapan mata yang dingin dan menunjukkan kemarahan.

"Siapa yang Tuan Muda maksud?"

"Gadis itu. Aku melihatnya malam itu."

"Maksud Tuan Muda adalah gadis yang menaruh kain ini di kamar Putra Mahkota?"

Chang Kyun mengangguk.

"Kalau begitu akan lebih mudah untuk menemukan Cenayang Min Ok jika Tuan Muda bisa menemukan gadis itu."

Chang Kyun memandang Biksu Choi. "Jika aku sudah menemukan wanita itu, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya agar dia bersedia membatalkan perjanjian?"

"Cenayang Min Ok adalah wanita yang paling berbahaya. Tuan Muda tidak seharusnya berurusan dengannya. Tapi ... jika suatu saat nanti Tuan Muda bertemu dengannya, Tuan Muda tidak perlu melakukan apapun."

Chang Kyun menatap tak mengerti. "Maksud Guru?"

"Cenayang Min Ok yang akan memilih, apa yang harus dia lakukan. Tuan Muda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Hanya pastikan agar Cenayang Min Ok membatalkan perjanjian itu sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada Putra Mahkota."

Chang Kyun menjatuhkan pandangannya. Kemarahan itu perlahan mulai mengambil ketenangannya. Dan setelah pembicaraan mereka berakhir, Chang Kyun bergegas kembali ke Hanyang. Tak lagi bisa menahan diri untuk lebih lama meninggalkan Lee Tae Hyung.

Dan setelah kepergian Chang Kyun, Biksu muda yang sebelumnya menyambut Chang Kyun tampak menghampiri Biksu Choi.

"Biksu Choi memanggilku?" tegur Biksu muda itu.

"Kemari lah, Geon."

Biksu muda itu mendekat dan duduk di tempat yang lebih rendah dari tempat Biksu Choi dengan posisi saling berhadapan.

Biksu muda bernama Geon itu lantas menegur, "kenapa wajah Biksu terlihat resah? Apa yang dikatakan Tuan Muda?"

"Sepertinya sesuatu yang buruk akan kembali terjadi."

"Sesuatu yang buruk seperti apa? Apakah Tuan Muda membawa kabar buruk untuk Biksu?"

Biksu Choi menggeleng. "Tidak, bukan untuk kita."

"Kalau begitu, untuk siapa kabar buruk itu ditujukan?"

"Untuk Joseon."

Geon tersenyum tipis. "Apa yang sebenarnya ingin Biksu katakan?"

"Seseorang, kembali menyalakan api untuk membakar matahari."

Garis senyum di wajah Geon memudar. Biksu muda yang lebih tua dari Putra Mahkota itu tampak tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Geon kemudian bertanya dengan hati-hati, "untuk siapa kali ini?"

"Putra Mahkota, Lee Tae Hyung."

"Lee Tae Hyung?" pandangan Geon terjatuh ke samping.

Berbeda dengan para Biksu lainnya, sorot mata Geon terlihat masih menyimpan sebuah ambisi, kekecewaan, penyesalan dan juga dendam. Menegaskan bahwa si Biksu muda itu belum benar-benar merelakan dunia yang sebelumnya ia jalani. Namun setelah mendengar kabar buruk itu dari Biksu Choi, Geon terlihat berbeda. Tampak cukup terganggu dengan berita tersebut.

Note : Terdapat penambahan karakter.



Lee Geon

-Belum ada gambaran yang pasti, apakah karakter Lee Geon hanya akan menjadi karakter yang bersifat sesaat  atau akan berperan aktif dalam beberapa chapter.

Tapi karakter Lee Geon di sini juga cukup penting. Karena dia termasuk salah satu kandidat yang nantinya akan menjadi Raja Joseon.

Jika karakter Lee Geon benar-benar dikembangkan dan bergabung sebagai tokoh penting, maka akan banyak alur yang diubah agar karakter Lee Geon bisa masuk ke alur yang sudah ada.

Bagaimana menurut kalian?
Mungkinkah Lee Geon lebih cocok jadi tokoh antagonis?

Spoiler Chapter selanjutnya : Kim Chang Kyun berniat membunuh Yeon.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top