Lembar 127

Taehyung menginjakkan kembali kakinya di area penginapan, tentu saja bersama Namgil yang berjalan di sampingnya. Namun matanya sempat mengerjap beberapa kali ketika pandangannya menangkap sosok gadis muda yang tengah duduk di teras kamar yang ia sewa.

Dan dia baru sadar setelah gadis muda itu beranjak dari duduknya dan berjalan ke arahnya. Dia ingat bahwa gadis muda yang kini menghampirinya tersebut adalah Kisaeng yang semalam.

Refleks dia mengarahkan pandangannya ke sekeliling, mencoba menemukan keberadaan Hwagoon. Memastikan bahwa Hwagoon tidak sedang berada di sana ketika ia sadar bahwa Kisaeng tersebut tengah berjalan ke arahnya.

"Apa yang sedang kau cari?" tegur Namgil.

Taehyung mengarahkan pandangannya pada Namgil dan menggeleng. "Tidak ada." jawabnya.

"Tuan."

Teguran dari suara lembut yang membuat kedua pria tersebut langsung mengarahkan pandangan mereka ke sumber suara. Sebelah alis Namgil terangkat, menatap penuh curiga pada gadis muda yang sekilas membungkukkan badan ke arah mereka.
Memang penampilan Kisaeng tersebut sangat berbeda kali ini, dia tidak lagi menyanggul rambutnya dan benar-benar menjelma sebagai gadis muda pada umumnya.

"Tuan masih mengingatku, bukan?"

Namgil seketika menjatuhkan pandangannya pada Taehyung dan menangkap kegugupan di raut wajah tenang tersebut.

"Ye, tentu saja aku mengingatmu. Kau terlihat lebih baik jika seperti ini."

Si gadis muda tersenyum malu ketika secara tak sengaja Taehyung telah melontarkan kalimat pujian padanya, dan hal itu pula yang membuat Namgil memandang remeh pada putra angkatnya tersebut.

"Siapa ini, eoh? Kau sedang berselingkuh?" sinis Namgil dengan senyum meremehkan yang membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari Taehyung.

"Ck, ck, ck. Kasihan sekali Agassi ku, di mana dia sekarang?" ujar Namgil yang kemudian berjalan menuju teras salah satu kamar dan memutuskan untuk duduk sembari memperhatikan gerak-gerik Taehyung.

"Kau ingin pergi ke tempat yang jauh?"

Si gadis muda mengangguk. "Ye. Karna Tuan, aku memiliki keberanian untuk mengambil jalanku sendiri."

"Kau akan membawa orang tuamu?"

Si gadis muda kembali mengangguk.

"Jika tidak keberatan, bolehkah aku menyimpan namamu?"

"Ya ampun, kenapa sikapnya harus seperti itu?" gumam Namgil, meski ia tidak bisa mendengar apa yang di katakan oleh Taehyung. Namun siapa yang tidak akan luluh jika di hadapkan dengan senyuman hangat seorang Kim Taehyung.

"Moon Yoonhee." ujar si gadis muda.

"Moon Yoonhee, kau memiliki nama yang cantik."

"Tuan terlalu berlebihan."

"Apakah hal yang membuatmu datang kemari?" tanya Taehyung kemudian.

Si gadis muda bernama Yoonhee tersebut kemudian menyodorkan bingkisan yang sedari tadi berada di tangannya ke hadapan Taehyung.

"Apa ini?"

"Sebagai ucapan terima kasih sekaligus perpisahan, aku harap Tuan bersedia menerimanya."

"Eoh, Agassi... Kau sudah datang?" lantang Namgil dan seketika membuat batin Taehyung tersentak.

Taehyung perlahan menolehkan kepalanya ke arah belakang dan tertegun ketika melihat Hwagoon telah berdiri beberapa langkah di belakangnya dengan tatapan tajam yang terarah padanya. Dalam hati Taehyung bertanya, kenapa Hwagoon harus datang di waktu yang kurang tepat?

Tak ingin membuat masalah semakin berlarut-larut, Taehyung segera mengembalikan pandangannya pada Yoohee yang tampak masih menunggu keputusannya. Perlahan dia mengangkat tangan kanannya dan menyentuh bingkisan yang masih berada di tangan Yoonhee.

Namun bukannya menerimanya, dia justru mendorong pelan bingkisan tersebut ke arah Yoonhee yang raut wajahnya seketika menunjukkan kekecewaan.

"Aku bisa saja menerima ini. Tapi sekarang, aku tidak bisa menerima apapun dari gadis manapun. Kau mengerti, bukan?"

Taehyung memberikan senyum hangatnya dan seakan tengah menggunakan tatapan mata sebagai bahasa isyarat, berharap bahwa Yoonhee akan mengerti.

Sempat bingung dengan maksud Taehyung, pada akhirnya Yoonhee pun mengerti setelah melihat Hwagoon yang tidak jauh dari tempat mereka. Dia pun menarik kembali bingkisan tersebut dan menyimpannya untuk dirinya sendiri.

"Aku mengerti. Kalau begitu, aku mohon undur diri. Semoga Tuan di berikan kesehatan dan kebahagiaan." Yoonhee sekilas membungkukkan badannya sebelum berjalan melewati Taehyung.

"Selamat tinggal, Yoonhee." gumam Taehyung, berbalik untuk mengantarkan kepergian Yoonhee. Namun saat itu pula pandangannya justru tersita oleh sosok Hwagoon.

Yoonhee sempat menundukkan kepalanya sekilas dengan seulas senyum tipis ketika ia melewati Hwagoon, namun sikap ramahnya justru berbalas tatapan dingin dari Hwagoon yang kemudian kembali melangkahkan kakinya ke arah Taehyung begitupun dengan Hoseok.

Namun bukannya berhenti, Hwagoon justru melewati Taehyung begitu saja meski pandangan keduanya sempat saling bertemu. Taehyung yang menyadari hal itupun segera menahan tangan Hwagoon dan membuat langkah gadis muda itu terhenti.

"Ada yang harus kita bicarakan." Taehyung berujar dengan lembut, namun sayangnya Hwagoon justru menginjak kakinya dengan keras dan membuat pegangannya terlepas.

Dia mengatup rapatkan mulutnya dengan mata yang beberapa kali mengerjap, merasakan sakit pada ujung kakinya namun terlalu malu untuk menunjukkannya karna yang menyerangnya adalah seorang wanita.

Hwagoon lantas pergi meninggalkannya tanpa sepatah katakapun, dan saat itu pula sebuah tawa sinis datang mendekatinya. Dia mengarahkan pandangannya ke sumber suara dan mendapati Namgil yang menghampirinya dengan tawa sinisnya yang terlihat begitu puas.

"Kau yang bodoh atau Agassi yang terlalu pintar?" sinis Namgil ketika telah berhadapan dengan Taehyung dan memancing rasa penasaran Hoseok yang telah berdiri di samping Taehyung.

"Bagaimana rasanya? Masih kurang sakit?"

"Abeoji harus berhenti-"

Perkataan Taehyung terhenti ketika Namgil tiba-tiba menginjak kakinya dengan tak berperasaan, dan kali ini Taehyung gugur. Tubuhnya segera melorot ke bawah dengan dahi yang mengernyit kesakitan, sedangkan Namgil beranjak pergi dengan tawanya yang terdengar begitu puas.

Taehyung memegangi kakinya, berusaha agar tak mengeluarkan sebuah rintihan meski kakinya benar-benar sakit sekarang. Lagi pula kenapa ayah angkatnya tersebut harus melakukan hal konyol seperti itu?

"Ketua tidak apa-apa?" tegur Hoseok yang kemudian membantu Taehyung untuk berdiri.

Masih dengan wajah yang mengernyit, Taehyung mempertemukan pandangannya dengan Hoseok.

"Apa sangat sakit?"

"Sangat-sangat sakit." jawab Taehyung dengan berlebihan.

"Hyeongnim pergi kemana saja? Kenapa baru kembali?"

"Agassi berkeliling Pelabuhan dan sempat bertemu dengan para Saudagar yang mengenalnya."

"Begitukah?"

Hoseok mengangguk dan memberanikan diri untuk menanyakan tentang identitas dari pria asing yang terlihat begitu akrab dengannya dan juga Hwagoon.

"Tamu yang Ketua bawa hari ini, siapakah beliau?"

"Maksudmu orang itu?"

Hoseok mengangguk. "Ye."

"Dia ayahku."

Tampak keterkejutan dalam sorot mata Hoseok, namun hal itu hanya berlangsung singkat dan tak mampu di tangkap oleh Taehyung.

"Kemarilah, akan ku kenalkan kau dengannya."

Taehyung mencoba berjalan, namun sedikit pincang dan hal itu yang membuat Hoseok segera bergegas untuk membantunya. Dia segera menempatkan diri di samping Taehyung dan memapahnya.

"Biar ku bantu."

Sudut bibir Taehyung terangkat, namun Hoseok segera mengalihkan pandangannya.

"Terima kasih." gumam Taehyung dan mereka pun segera bergegas masuk ke dalam penginapan, tepatnya di ruangan yang di gunakan oleh Taehyung.

Hoseok membuka pintu sebuah ruangan dan bisa di lihat oleh keduanya sosok Namgil yang tengah duduk dengan santainya di kursi yang berada di belakang meja tepat di tengah ruangan.

"Aku bisa sendiri." ujar Taehyung dan Hoseok pun melepaskannya.

Dengan sedikit tertatih, Taehyung melangkah masuk di susul oleh Hoseok di belakangnya setelah menutup pintu. Taehyung menempatkan diri duduk di bagian samping meja dan membiarkan kursi yang berseberangan dengan Namgil kosong.

"Dasar lemah." cibir Namgil dengan tatapan sinisnya yang segera berganti ketika pandangannya bertemu dengan Hoseok yang sudah berdiri di samping Taehyung dan sekilas menundukkan kepalanya sebagai pengganti salam.

"Siapa? Kau mendapatkan teman baru?" ujar Namgil kemudian dan menghentikan aktivitas Taehyung yang tengah sibuk dengan kakinya.

"Jung Hoseok Hyeongnim, aku bertemu dengannya saat berada dalam perjalanan menuju pulau Jeju. Dia seorang pengembara."

Tatapan sinis Namgil memperhatikan Hoseok dengan seksama seakan tengah mencari sesuatu yang tersembunyi dari pemuda tersebut.

"Salam kenal, namaku Jung Hoseok." ujar Hoseok kemudian, memperkenalkan diri secara sopan terhadap Namgil.

"Eoh, ya, ya. Salam kenal."

"Dia adalah ayahku. Dia seorang pengembara sama seperti Hyeongnim, namanya adalah Kim Namgil." jelas Taehyung, namum satu pukulan tiba-tiba mendarat di puncak kepalanya dan sempat membuat Hoseok terkejut.

"Berhenti melakukannya!" protes Taehyung secara halus sembari memegang bekas pukulan Namgil yang tampak begitu acuh.

"Menyebut nama ayahmu sendiri secara terang-terangan, kau pikir di mana etikamu? Berani kurang ajar padaku, ku patahkan lidahmu."

Hoseok sedikit terkejut mendengarkan ancaman Namgil, namun sebaliknya dengan Taehyung yang sudah terbiasa dengan mulut kasar Namgil.

"Hyeongnim duduklah dulu, kita bicara bersama."

Atas permintaan dari Taehyung, Hoseok pun menempatkan diri di kursi kosong yang berseberangan dengan Namgil. Dan setelahnya, ketiganya terlibat pembicaraan ringan seputar perjalanan mereka dan awal mula perkenalan keduanya hingga bisa bersama-sama sampai detik ini. Sikap Namgil yang acuh pun bisa sedikit lebih bersahabat ketika ia berbicara dengan orang baru, terlebih orang tersebut seumuran dengan Taehyung.

Tak ada pembicaraan yang serius di antara ketiganya, karna meski Hoseok telah Taehyung anggap sebagai saudaranya. Namun untuk membicarakan hal-hal serius yang mungkin bisa di katakan sebagai sebuah rahasia, Taehyung menolak untuk membicarakannya dengan Hoseok.

Selesai di tulis : 02.11.2019
Di publikasikan : 11.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top