Chapter 4 : Impian yang Terwujud

Suasana siang hari di tempat pelatihan dayang tidak ada yang berubah. Semua calon dayang sedang belajar di dalam kelas, tidak lupa dayang-dayang senior yang mengajarkan para calon dayang dengan serius. Di antara semua calon dayang, seorang gadis berambut gelap pendek tampak serius mendengarkan setiap pelajaran yang diberikan. Walaupun duduk di tempat yang paling pojok, tidak membuat dia putus asa untuk menjadi seorang dayang istana.

'Aku harus berjuang agar bisa lulus dengan cepat dalam ujian pemilihan dayang, dengan begitu aku bisa menjadi salah satu dayang di istana Naruto-oujisama' pikir gadis itu.

"Maaf permisi." Seseorang yang menjadi kepala pelatihan calon dayang, Yuuhi Kurenai memasuki ruang kelas.

"Kurenai-sama," hormat dayang yang sedang mengajar itu kepada Kurenai.

"Maaf aku menganggu waktu belajar Guren-san, tetapi aku ingin memanggil calon dayang Hyuuga Hinata untuk ikut bersama ku sekarang...," jelas Kurenai dengan suara berbisik di telinga Guren.

Semua anak-anak menatap heran kedua guru mereka yang saling berbicara dengan berbisik. Mereka bertanya-tanya apakah ada hal baik atau hal buruk yang terjadi di dalam tempat pelatihan ini.

Membungkuk dengan hormat, Guren menjawab "Baik Kurenai-sama."

Guren menatap kedepan dan langsung menatap salah satu muridnya yang sedang belajar di kelasnya. "Hyuuga Hinata-san, kau dipanggil oleh Kurenai-sama. Sekarang kau boleh ikut dengan beliau."

Deg...

Mata Hinata langsung terbuka dengan lebar, rasa ketakutan pun menggerogoti hatinya. Dia berpikir dengan keras mengapa Kurenai-sensei memanggil dia? Apakah ada kesalahan yang dia perbuat atau ada kemungkinan fitnahan lain yang mengarah kepadanya lagi.

Bisikan-bisikan negatif mengenai dia mulai terucap oleh semua murid.

"Dia pasti membuat masalah..."

"Ah, mungkin dia akan dikeluarkan dari tempat ini."

"Bagus kalau memang dia keluar. Aku tidak suka dengan dia yang menganggap dirinya orang paling pintar."

"DIAM!" Gertakan keras langsung dari Guren membuat semua anak murid terdiam. "Ehem, Hyuuga-san cepat beranjak dari tempat anda duduk dan ikuti Kurenai-sama."

Dengan gugup Hinata menatap kedua guru yang berada di depan kelas, "B-baik..."

***

Hinata mengikuti Kurenai tanpa bertanya apapun. Dia terus berdiam diri sambil mengekor dari belakang Kurenai. Tibalah mereka di ruang kerja kepala pelatihan dayang istana, tidak ada seorangpun selain Kurenai dan Hinata yang berada di dalamnya.

Kurenai langsung duduk dikursi kerjanya, Hinata tetap berdiri tidak terlalu jauh dari meja kerja Kurenai. Kepalanya terus menunduk, kedua tangannya yang seputih susu terkepal ke depan dengan erat. Rasa gugup dan takut menguasai Hinata, pikiran buruk bermunculan dibenaknya.

"Hinata-san duduklah di kursi itu," perintah Kurenai pada Hinata. Hinata perlahan menghampiri kursi yang ada di dekat depan meja kerja Kurenai dan duduk di sana.

"Hinata-san dengarkan apa yang aku katakan padamu ini," ujar Kurenai. Matanya yang berwarna menatap Hinata yang terlihat sudah gugup sedari tadi. "Mulai sekarang kau tidak tinggal di Paviliun Pelatihan Dayang ini, setelah ini siapkan seluruh barang-barangmu."

Deg...

'Ini bohongkan!?'

Hinata mengangkat kepalanya dan menatap nanar kepada Kurenai. Matanya sudah berkaca-kaca, perasaan akan di buang dan impiannya untuk menjadi dayang istana di istana Naruto-ouji hancur berkeping-keping. Hinata berusaha mengeluarkan suaranya walau dengan suara parau menahan tangisan, "Kurenai-sama, a-aku mohon. A-aku Ingin bertahan di sini. A-aku harus menjadi dayang istana. Karena itu a-aku mohon belas kasihan anda..."

Wajah Hinata sudah memerah karena emosi yang dia tahan. Air mata yang berusaha dia tahan, bercucuran keluar tanpa henti. Kurenai menatap Hinata merasa kasihan dan mengeluarkan sapu tangannya. "Hapuslah air matamu Hinata-san."

"Te-tetapi...,"

"Kau belum mendengar seluruh perkataanku kan?"

"..."

Kurenai menghapus air mata Hinata dengan sapu tangannya. "Di saat seperti ini, kau seharusnya tidak boleh menangis sedih akan nasibmu."

Hinata merasa ada hal aneh di balik ucapan Kurenai. Dia menatap Kurenai yang terlihat tersenyum lembut kepadanya. "Maksud Kurenai-sama?"

"Mulai sekarang kau bukanlah seorang calon dayang istana. Tetapi...

.

.

.

Kau akan menjadi dayang istana di istana Naruto-oujisama"

***

'I-ini mimpikan?' batin Hinata masih tidak percaya akan situasi yang dia hadapi saat ini. Tidak ada pertanda baik mimpi ataupun penglihatan dibenaknya bahwa dia akan mencapai tempat ini begitu cepat.

Di depan matanya adalah bangunan paviliun kediaman dari salah satu pangeran negeri ini. Pangeran yang sudah membuat Hinata bersumpah untuk mengabdikan seluruh hidupnya untuk pangeran tersebut. Barang-barang yang ia bawa sudah dia masukan kedalam kamar barunya, seragam yang ia pakaipun sudah bukan seragam calon dayang melainkan seragam dayang istana dalam. Sekarang adalah saat di mana yang membuat jantung Hinata berdegup kencang, dia harus memberikan hormat pertamanya sebagai dayang istana kepada pemilik paviliun ini.

Hinata menepuk kedua pipinya berusaha untuk menyadarkan dirinya, 'Hinata kau harus semangat. Ini adalah mimpi mu untuk mengabdi kepada Naruto-oujisama.'

Seorang dayang senior yang terlihat muda mendatangi Hinata, "Hyuuga Hinata-san?"

Hinata yang melihat kepala dayang istana dari paviliun milik Naruto langsung membungkuk hormat. "Iya nyonya."

"Perkenalkan, nama ku Ayame. Aku sudah merawat Naruto-oujisama ketika dia masih bayi hingga sekarang."

"Suatu kehormatan bagi saya bisa bertemu dengan anda Ayame-sama."

Ayame menatap anak kecil yang ada dihadapannya, memang secara umur dia sepantar dengan Naruto. Penampilan dan tingkah lakunya baik. Ayame tersenyum melihat Hinata yang mengingatkan pada dirinya yang dulu pertama kali masuk di dalam istana. "Hinata sekarang ikutlah aku, kita akan bertemu dengam Ouji-sama."

"Baik."

Hinata berjalan dibelakang Ayame, sembari tidak lupa mengingat setiap informasi yang diberikan Ayame kepadanya. Jadwal keseharian Naruto, apa saja yang disuka dan tidak disukai oleh Naruto, serta bagaimana sikap sebagai dayang istana yang harus menghadapi tingkah Naruto yang sedikit spesial dibanding dengan adiknya. "Naruto-ouji sepertinya seumuran denganmu, tetapi walau sepantar kau harus tahu bahwa posisi kita sebagai dayang istana yang melayani para keluarga kaisar."

"Baik saya mengerti Ayame-sama."

Di depan mereka hanya tinggal sebuah pintu geser yang besar. Tempat Naruto menunggu Hinata. "Kau siap?"

"Ya, aku sudah siap," tutur Hinata.

"Naruto-oujisama, saya Ayame datang menghadap bersama dengan dayang istana baru kita."

"Masuklah."

Suara Naruto yang bagaikan angin musim semi bagi Hinata. Perasaan yang berkecamuk di dalam benaknya. Sedikit lagi dia bertemu dengan Naruto dan akan memberikan hormat serta sumpah sebagai dayang istana kepada Naruto.

Pintu perlahan terbuka memperlihatkan Naruto-ouji yang sedang duduk di meja kerjanya. Naruto tersenyum melihat Ayame beserta Hinata yang sudah masuk ke dalam ruangannya.

Ayame dan Hinata masuk ke ruangan Naruto. Mereka berdua menunduk dan memberikan hormat kepadanya. Setelah itu Naruto memerintah mereka berdua untuk duduk dihadapannya.

"Hinata?"

Dengan wajah yang memerah dia menatap Naruto, "I-iya Ouji-sama?"

"Yokatta. Akhirnya Hinata bisa menjadi dayang istanaku. Bagaimana pendapatmu Ayame-nee?" Ujar Naruto dengan gembira.

Ayame tersenyum lembut menanggapi Naruto, "Iya Ouji-sama. Tetapi, Hinata masih perlu banyak belajar mengenai istana dalam. Mengingat dia mendapat perlakuan khusus dari Ouji-sama sehingga bisa langsung menjadi dayang anda."

"Ah, untuk urusan itu aku serahkan padamu Ayame-nee. Aku tahu Ayame-nee sangat pandai dan tahu betul mengenai istana dan tata kramanya pada Hinata. Untuk saat ini biarlah Hinata tinggal di dalam kamarmu sembari belajar denganmu."

"Iya Ouji-sama. Saya sudah meminta Hinata untuk menaruh barang-barangnya di kamar saya sehingga saya bisa mengajarnya di sana."

Naruto tersenyum puas mendengar hal itu, "Yah, walau memang aku harus kerepotan karena Okaa-sama menggerutu dan menolak. Tetapi, karena aku sudah memenangkan pertandingan itu dan didukung dengan nilai Hinata selama ini yang baik. Setidaknya Okaa-sama lama-lama juga dapat menerimanya."

"Saya akan berusaha untuk mengajar Hinata dengan baik Ouji-sama sehingga Ouji-sama tidak perlu khawatir."

"Terima kasih Ayame-nee." Naruto sangat gembira karena mempunyai kepala dayang yang bisa diajak kerjasama olehnya. Pandangan Naruto langsung tertuju pada Hinata yang menunduk terus sambil mendengar pembicaraan mereka. "Bagaimana menurutmu Hinata?"

Hinata mengangkat kepalanya, melihat langsung kepada Naruto. Dia mencoba mengumpulkan segenap keberanian dan berusaha berbicara, "Sa-saya..."

"..."

"..."

"Sa-saya sangat mengucapkan terima kasih kepada Ouji-sama." Hinata mengatakan ini sambil membungkuk di hadapan Naruto. "Saat di tempat Hiruzen-sensei sampai di tempat pelatihan dayang, Ouji-sama selalu membantuku. Sa-saya merasa tidak bisa membalas kebaikan anda ini. Tetapi, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk melayani Naruto-oujisama. Saya juga akan belajar dengan giat sehingga Naruto-oujisama tidak merasa kesulitan dan khawatir karena saya. Saya akan berusaha menjadi orang yang berguna bagi Ouji-sama."

"Ha-ha-ha..., Hinata kau ini terlalu berlebihan. Angkatlah kepalamu sekarang."

Dihadapan Hinata, Naruto menunjukan wajah jenakanya yang sangat lucu tetapi bagi Hinata ekspresi itu memberikan ketenangan dalam dirinya.

"Kau tidak perlu terlalu berlebihan. Sudah seharusnya kita harus melindungi dan menolong orang yang sedang kesulitan. Sekarang kau sudah menjadi salah satu dayang di istana ku. Itu berarti aku juga bertanggung jawab terhadapmu. Setiap orang di paviliun ini sudah seperti keluarga bagiku. Maka dari itu jangan sungkan kepadaku. Aku akan melindungi orang-orang di paviliun ini, istana bahkan negara ini."

"Maka dari itu Hinata, mohon kerjasamanya yah."

Hinata tertegun mendengar perkataan Naruto, awalnya dia berpikir keberadaannya seperti seorang dayang kepada majikan tetapi di mata Naruto, Hinata seperti keluarganya yang harus dilindungi.

"Baik. Ouji-sama."

***

"Bagaimana menurutmu tentang Ouji-sama?" Tanya Ayame pada Hinata.

Hinata yang sedang membaca buku mengenai istana Hi no Kuni, menatap Ayame. Sekarang waktu sudah malam, sebelum mereka tidur Hinata akan belajar mengenai istana, dayang istana serta tata krama di dalamnya bersama Ayame. Memang tidak mudah karena keesokan harinya mereka harus bangun di pagi hari dan memulai aktifitas mereka sebagai dayang.

Hinata memejamkan matanya dan mengingat setiap tindakan dan kenangan Naruto kepadanya. "Ouji-sama adalah orang yang sangat baik. Dia sangat hangat pada semua orang. Rasanya saat berada di sisinya ada kehangatan yang terasa menyenangkan di dalam hati."

Ayame mengangguk setuju atas pendapat Hinata. "Yah, memang itulah yang kami rasakan sebagai orang-orang di paviliun ini. Perasaan kami sama seperti apa yang Hinata ucapkan. Tetapi..."

Ayame menatap serius kearah Hinata. "Hinata mungkin selama ini yang kau pelajari di dalam pelatihan hanyalah hal-hal standar saja di dalam istana. Tetapi, kenyataannya kehidupan di dalam istana tidak seperti yang kau bayangkan selama ini."

"Bertahan atau dikeluarkan, dibunuh atau membunuh bahkan di dalam keluarga kerajaan juga ada hal-hal semacam ini. Banyak orang yang meremehkan Naruto-oujisama karena bagi mereka dia tidak mempunyai kompetensi sebagai seorang Kaisar. Walau memang Naruto-oujisama tidak memiliki niat untuk menjadi kaisar tetapi visi dan misi yang dia miliki adalah hal yang dibutuhkan seseorang menjadi kaisar."

Ayame melanjutkan penjelasannya, "Mungkin ada kalanya kita dayang Naruto-oujisama akan diremehkan. Tetapi kau harus ingat bahwa kita melayani seorang calon kaisar. Bukan tetapi dialah kaisar masa depan negeri ini. Memang pemilihan putera mahkota belum dilakukan Tenno-sama, tetapi cepat atau lambat pemilihan tersebut harus di lakukan."

Hinata mendengar setiap perkataan Ayame dengan baik. Bagaimanapun ini adalah pelajaran yang tidak akan dia dapatkan dari kelas calon dayang yang biasa. Ini adalah pelajaran mengenai kenyataan di masa depan yang harus Hinata dan penghuni istana hadapi sebenarnya.

Mata Ayame memancarkan keseriusan, "Aku percaya Naruto-oujisama akan menjadi Kaisar selanjutnya. Maka dari itu Hinata, kita harus menjadi kekuatan bagi Naruto-oujisama."

Hinata membuka mulutnya, di dalam hatinya ia sudah bersumpah untuk melayani Naruto dengan seluruh kemampuannya. "Iya, Ayame-sama. Aku ingin menjadi kekuatan dan melayani Ouji-sama. Aku akan berusaha menjadi kekuatan bagi Ouji-sama."

Ayame tersenyum lembut, dia tahu bahwa Hinata memliki perasaan yang sama sepertinya. "Terima kasih, Hinata."

Malam itu mereka habiskan dengan belajar, serta tidak lupa Ayame memberitahukan kondiri kekaisaran saat ini kepada Hinata. Walau masih muda, tetapi Hinata mengerti setiap ucapan Ayame. Mulai malam itu mereka berdua menjalin sebuah hubungan seperti kakak dan adik. Seorang senior kepada juniornya.

Mereka tidak tahu masa depan yang akan mereka hadapi. Tetapi yang pasti, keinginan mereka untuk mendukung tuan yang sama adalah impian dan masa depan yang mereka inginkan.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top