10 - The Broken Angel

I'm open to both negative and positive feedbacks. I'm only an amateur.

This is soooo freaking long okayy. Thank you for not being a silent reader. x

***

Laura membasuh wajahnya dengan air, berharap air yang turun dari wajahnya ikut membawa semua pikiran-pikiran negatif darinya. Ia lalu mematikan keran wastafel dan menatap refleksinya di cermin besar.

Laura, hanya dalam balutan selimut hotel, dapat melihat jelas bagaimana keadaannya saat ini. Rambut acak-acakkan, bibir yang sedikit bengkak, hickeys yang memenuhi leher dan dadanya, dan hell, bahkan kemaluannya saja saat ini masih terasa lembap.

Tapi refleksi yang ia lihat saat ini bukanlah Laura dewasa yang telah melewati masa lalu kelamnya, melainkan Laura remaja berusia 14 tahun yang terlihat mengenaskan untuk seorang anak seusianya.

Itu artinya, semua hickeys yang ia lihat di cermin saat ini adalah perbuatan Jamie Anderson.

Laura memejamkan matanya erat. Ia terisak. Sekali lagi menangisi masa lalunya yang telah lama ia kubur dalam-dalam. Laura bahkan tidak ingin mengangkat kepalanya kembali untuk melihat bayangan dirinya di cermin.

"Laura, are you okay?"

Sebuah gedoran pada pintu kamar mandi terdengar.

"Please, open the door." Keanu mengetuk-ngetuk pintu dengan tak sabar, "Talk to me, Laura. Please."

Laura tak menggubrisnya. Ia menyalakan keran wastafel sedikit besar agar bunyi air menyamarkan suara tangisannya.

"Apa aku berbuat salah?" tanya Keanu lagi.

Tidak, ini bukan salah Keanu, tetapi kesalahan dirinya. Laura sendiri bahkan tidak mengerti kenapa memori itu tiba-tiba datang di saat yang tidak tepat.

Laura menggigit bibir bawahnya. Ia ingin berhenti menangis, tetapi luka di hatinya itu seakan tidak membiarkannya untuk berhenti.

"Fine," Keanu tidak lagi mengetuk-ngetuk pintunya, "I'll give you some space. Aku akan menunggumu di sini."

Setelah dirasa Keanu sudah pergi dari pintu kamar mandi, Laura menyeka air mata yang hendak mengalir turun dengan kasar. Ia sekali lagi membasuh wajahnya dengan air untuk menyegarkannya, lalu menutup keran wastafel.

Ia tidak akan ke luar dari sini. Ia butuh waktu sendiri. Tidak masalah jika ia terpaksa tidur di kamar mandi hanya dengan bermodalkan selimut dan bathtub yang cukup luas meski ia masih harus meringkuk. Karena inilah yang selalu ia lakukan tiap malam setelah menemui Jamie Anderson di panti asuhannya, berusaha menghilangkan bekas-bekas menjijikan dari tubuhnya.

***

Laura terbangun. Ia menggigil karena tidur hanya dengan dibalut selimut di bathtub yang dingin. Kaki dan lehernya terasa pegal karena ditekuk selama tidur. Laura meregangkan badannya. Ia memijat pelan beberapa bagian badannya yang sakit sebelum bangkit.

Laura tidak tahu sudah berapa jam ia tidur atau jam berapa saat ini. Tetapi ia rasa ia sudah cukup lama tertidur di sini. Laura menyalakan keran air untuk mencuci mukanya. Ia membenarkan posisi selimut yang menutupi dirinya. Meski masih tertatih karena mengantuk, ia memaksakan dirinya untuk ke luar dari kamar mandi. Di sini sangat dingin dan ia membutuhkan pakaiannya.

Ia menarik gagang pintu.

Ketika Laura hendak melangkahkan kaki ke luar, dirinya cukup terkejut dengan sosok Keanu yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi, kali ini sudah berpakaian lengkap dan terdapat selimut tambahan di tangannya.

Keanu melangkah maju dan menyampirkan selimut tambahan itu ke dirinya yang kedinginan.

"Sudah ku katakan aku akan menunggu."

***

Perjalanan menjadi hening lantaran Keanu dan Laura sibuk dengan pikiran masing-masing. Keanu sedari tadi hanya diam menatap gedung-gedung yang mereka lewati dari jendela mobil, begitu pula Laura yang tidak berniat untuk membuka topik pembicaraan.

Sesekali lelaki itu memperhatikan Laura dari ekor matanya, namun Laura tetap tidak berkutik dan masih termenung di tempatnya.

Tadi pagi setelah Keanu menyampirkan selimut tambahan kepada Laura, ia langsung ke luar dari kamar untuk memberi gadis itu waktu sendiri—lagi. Akhirnya Keanu memutuskan untuk turun lebih dulu ke lobi dan memberi tahu gadis itu untuk langsung turun hanya lewat pesan singkat.

Keanu mengusap-usap kedua matanya dan bersandar dengan malas.

Sebenarnya ia sangat mengantuk. Jujur saja, semalaman ia tidak tidur dan terus menunggu di depan pintu kamar mandi jika saja Laura keluar. Rasanya ia sudah seperti psikopat gila yang menunggu mangsanya untuk keluar sendiri dari persembunyian.

Tetapi bukan itu yang ia maksud. Ia hanya takut Laura melakukan hal yang tidak-tidak jika ia lepas tangan dan meninggalkannya untuk tidur. Bagaimanapun juga, ini adalah Las Vegas di mana kehidupan yang sesungguhnya baru dimulai di malam hari. Kota yang tidak pernah tidur dengan segala kegemerlapan dunia malam dan hiburannya.

Keanu memejamkan matanya. Ia membiarkan kepalanya jatuh ke pundak Laura.

Laura sedikit terkejut dan langsung menolehkan kepalanya ke arah Keanu. Lelaki itu masih memejamkan matanya, kelihatan tidak canggung sama sekali dengan posisi itu.

"Stay still." Ia bergumam pelan.

Ucapan singkat lelaki itu berhasil membuatnya menurut.

Laura menghela napas pelan. Ia akhirnya ikut menyandarkan punggungnya dan membiarkan lelaki itu beristirahat di pundaknya.

Namun hal itu tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian, mereka sampai di kawasan hotel lain yang menjadi tujuan pertama mereka.

Berbeda dengan hotel tempat mereka menginap, hotel ini memiliki fasilitas kanal buatan dan perahu gondola layaknya kota Venezia. Laura sampai ternganga melihat interior di dalamnya. Hotel ini tidak kalah megah dengan hotel mereka. Sekali lagi, ia berpikir seberapa kaya orang yang menginap di sini.

Keanu tiba-tiba saja menggandeng tangannya setelah membeli tiket entah di mana. Lelaki itu memegang tangannya untuk naik ke gondola. Sang gondolier juga membantu mereka untuk naik sebelum memulai perjalanan. Gondolier itu mulai mendayung perahu seraya bernyanyi merdu dan keras hingga terdengar di seluruh tempat ini.

Laura menikmati pemandangan sekitar. Meski gedung berdesain klasik dan jembatan yang mereka lewati hanyalah buatan, ia cukup terpukau karena sebelumnya tidak pernah melihat pemandangan seindah ini selain di internet. Rasanya seperti berada di negara berbeda atau paling tidak, ia akhirnya dapat mencicipi sedikit kemewahan yang tak akan pernah ia miliki.

Mungkin tak seharusnya Laura berpikir seperti ini, tetapi ia penasaran, jika saja ia dibesarkan oleh keluarga kandungnya, apakah mungkin ia bisa menikmati kemewahan seperti ini sejak kecil?

Yeah, her life would've been nice.

"You're smiling." ucap Keanu yang duduk berseberangan darinya.

Laura mengangkat kedua alisnya. Apakah ia tersenyum? Ia bahkan tidak sadar bahwa sedang tersenyum.

Laura menoleh singkat ke arahnya, kemudian berdeham pelan, "Ya.." Senyumnya memudar.

Laura tahu, tidak seharusnya ia berandai-andai konyol seperti itu. Bahkan nama belakang aslinya saja ia tidak tahu.

"Kau tahu?" Keanu melipat kedua tangannya di depan dada, ikut menikmati pemandangan yang sedang Laura lihat, "Sebenarnya aku ingin membawamu ke Venezia, Italia untuk menaiki gondola yang sesungguhnya. Kau tidak akan melihat lukisan awan seperti ini, kau akan melihat langit yang sesungguhnya di atasmu. Angin sejuk akan menerpa wajahmu. Juga melewati gedung-gedung klasik ala Italia di sisi kanal dengan kafe sungguhan. Tapi aku ingat kau pasti tidak punya paspor. Jadi ku rasa ini adalah alternatif terbaik."

"Tidak apa-apa," ucapnya pelan, "Hanya dengan mengajakku ke Las Vegas aku sudah senang. Ini lebih dari cukup."

Keheningan menyelimuti mereka berdua kembali. Hanya suara nyanyian sang gondolier lah yang membuat Laura menggigit bibir bawahnya dengan pandangan masih terarah ke tempat lain selain Keanu.

Laura menghela napas pelan.

"Maaf.." ucap gadis itu, "Untuk semalam—"

"I know."

"Aku tidak bermaksud—"

"I know."

"Apa kau tidak marah?"

Keanu mengerutkan alisnya, lalu terkekeh.

Lelaki itu beranjak berpindah tempat untuk duduk di sebelahnya.

Keanu merengkuh pinggang Laura agar semakin dekat padanya, "Semua orang memiliki masa lalu, Laura. Aku tahu masa lalumu sangat membekas di ingatanmu, tidak peduli seberapa keras kau berusaha melupakannya. Ibarat sebuah piring yang masih meninggalkan noda meskipun kau sudah mencucinya berkali-kali. It's understandable."

Laura menggigit bagian dalam pipinya. Yang dikatakan Keanu benar. Ribuan kali ia berusaha keras untuk melupakan masa lalunya itu, tapi entah kenapa memori itu terkadang datang lagi dengan tiba-tiba.

Seperti semalam di tengah-tengah kegiatan panasnya dengan Keanu, Laura justru mengingat kembali memori buruknya. Ia tentu saja tidak bermaksud menyamakan Keanu dengan pria berengsek itu.

Laura semakin merasa tak enak hati kala Keanu bersikap biasa saja kepadanya.

"Kau benar," Laura menghela napas berat, "Memori itu tidak mau hilang. Sometimes it haunts me so bad like it was just yesterday. Terkadang, aku mengasihani diriku sendiri yang tidak memiliki keluarga sejak lahir dan harus mengalami pelecehan seksual seperti ini. Isn't my life sucks?"

Laura mengusap kedua matanya dengan kasar. Akan sangat konyol jika orang lain melihatnya menangis di tengah hari seperti ini.

"Mungkin hidupku akan jauh lebih baik dalam keterbatasan panti asuhan jika saja pria tua itu tidak hadir. Mungkin aku tidak akan menjadi Laura yang pecundang seperti ini jika saja pelecehan seksual itu tidak ada. That unfortunate event has changed me a lot," Laura terus mengusap matanya, "Pria tua itu sangat berengsek. Maaf jika kau berpikir aku menyamakanmu dengannya semalam. You are far from that."

Keanu diam di tempatnya. Ia mengeraskan rahangnya dan mengalihkan wajahnya ke arah lain. Hatinya terasa mengganjal mendengar ucapan Laura. Kenapa rasanya ia ingin menampik ucapan tersebut?

Meski begitu, tangan lelaki itu perlahan bergerak mengusap pundaknya agar Laura merasa tenang.

Keanu berdeham pelan, "I'm not good at giving advice, but what you have to know is that your past doesn't define you, your present does. Tidak masalah jika kau tidak kunjung bisa melupakan masa lalumu, tetapi yang pasti, jangan sampai kilasan memori itu mempengaruhi dirimu yang sekarang. Itu hanya kilasan balik. Kau sudah melewatinya. Sekarang yang kau harus lakukan adalah bangkit dari masa lalumu dan membuat memori baru."

He's right.

Ia tidak boleh terpengaruh oleh masa lalunya. In this boring life of hers, ia seharusnya membuat memori baru untuk mengubur masa lalunya dalam-dalam. Tentu saja, itu sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sulit untuk dilakukan.

"Yeah, well, I'm not really good at giving advice."

Laura tidak mengatakan apapun lagi.

Gadis itu diam di tempatnya. Matanya terpaku pada Keanu yang masih menatapnya. Mata biru laut milik lelaki itu seakan menenangkannya seperti hangatnya pelukan Keanu. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa seorang Keanu Ford dapat berpengaruh sebesar ini pada dirinya.

Out of all the men in her university, why him?

She thought he was untouchable.

But now they're sitting in a gondola together during a trip to none other than Las Vegas, with him comforting her as if he has known her so well.

"Cheer up," Keanu berdeham pelan dan mengalihkan wajahnya ke arah lain, "We're gonna have so much fun today."

Dan hanya dengan ucapan sederhana itu, Laura mampu menyunggingkan senyumnya kembali.

***

Selesai menaiki gondola, mereka kembali berangkat ke tempat wisata lain. Perasaan Laura sudah membaik. Ia merasa antusias ketika Keanu mengajaknya ke taman hiburan indoor Adventuredom. Terdapat banyak wahana ekstrem di sana.

"Apa kau yakin ingin naik ini?" tanya Keanu ketika mereka hendak mencoba wahana roller coaster Canyon Blaster, "Kau tidak akan muntah, kan?"

"Tidak, tidak akan." jawab Laura mantap.

Laura justru menyukai wahana ekstrem. Terakhir kali ia pergi ke taman hiburan adalah saat SMP ketika sedang melakukan perjalanan angkatan.

Laura memberanikan diri untuk naik wahana ekstem hanya karena masalah sepele, yaitu teman-temannya selalu menghalanginya jika ia ingin mencoba suatu wahana. Hanya wahana ekstrem yang tidak berani dinaiki oleh gadis-gadis yang mengucilkannya di sekolah. Ketika merasakan sendiri bagaimana menegangkannya bermain wahana-wahana ekstrem, sejak saat itu Laura menyukainya. Bahkan ia berhasil membuat teman-temannya membulatkan mata melihat dirinya berani naik wahana tersebut.

Laura tersenyum antusias ketika pengaman sudah terpasang di tubuhnya. Senyuman gadis itu berubah menjadi tawa ketika kereta berjalan cepat pada rel yang berbentuk tikungan, menanjak, menurun, bahkan memutar 180 derajat.

Oh, catatan tambahan bahwa mereka berdua duduk di paling depan.

Kereta berjalan di rel menanjak dengan pelan hingga akhirnya mencapai puncak dan meluncur turun dengan kecepatan tinggi. Penumpang lain di belakangnya berteriak ketakutan, tetapi Laura justru berteriak riang ketika kereta berputar 180 derajat.

Kereta berjalan pada rute yang sama sekali lagi sebelum akhirnya berhenti tanda permainan sudah selesai.

"Kau tahu? Roller coaster adalah wahana kesukaanku," Laura melepas pengaman dan ke luar dari kereta, "Roller coaster memiliki filosofi hidup yang kental. Rute yang berliku terlihat rumit dan menakutkan, tetapi setelah kau duduk, kau cukup menikmati ke mana hidup membawamu karena takdirmu sudah ditentukan. Jika kau ingin mencapai puncak, kau harus melewati rel menanjak terlebih dulu karena tidak ada sesuatu yang instan."

Keanu hanya diam mendengarkannya berceloteh.

"But if you mess up, kau akan meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi seolah rute menanjak yang kau lewati untuk mencapai puncak menjadi sia-sia."

Keanu berdecih, "Melankolis."

"Tapi itu benar, kan?"

"Kau lupa satu hal," ujar Keanu, "Di saat kau sedang meluncur ke bawah, penumpang di belakangmu sedang dalam proses menuju puncak. Begitupun sebaliknya. Semua orang memiliki zona waktu sendiri."

Laura tersenyum, "Kau benar."

Mereka lalu keluar untuk beralih ke wahana selanjutnya. Laura berjalan mendahului Keanu menuju wahana tidak jauh dari tempat mereka.

"Geez, slow down," Keanu mengikutinya di belakang dengan kedua tangan tersimpan di saku celana, "Kau seperti orang yang ingin mengambil gaji saja." cibirnya.

Laura terkekeh, "Ayo cepat. Aku ingin naik wahana itu." Ia menunjuk suatu wahana di mana terdapat menara tinggi dan kursi-kursi yang melingkarinya. Kursi yang tersusun itu bergerak naik sampai ketinggian tertentu sebelum dijatuhkan ke bawah dengan tiba-tiba. Tentu saja wahana itu sangat memacu adrenalin siapapun yang menaikinya.

Keanu mengernyit melihat raut wajah Laura yang bersemangat alih-alih merasa takut, "Kau tidak akan muntah, kan?" tanyanya untuk yang kedua kalinya. Keanu tidak ingin repot jika gadis ini sampai muntah karena kecerobohannya sendiri.

"Sudah ku bilang, tidak akan!" Laura berlari kecil menghampiri Keanu, menarik tangan lelaki itu dari saku celana agar berjalan lebih cepat menuju wahana tersebut.

Biasanya, Keanu yang lebih dulu menggandeng tangan Laura agar gadis itu berjalan cepat mengikuti langkahnya. Tetapi kali ini, giliran Laura yang menggenggam tangannya dengan aman agar menyesuaikan langkahnya.

And you forget one more thing, batin Keanu, penumpang roller coaster tidak duduk sendirian.

***

Setelah berjalan-jalan di Adventuredome, Freemont Street, dan menonton pertunjukkan musikal akrobatik sesuai keinginan Laura, mereka baru kembali ke hotel pukul 10 malam.

Laura tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya sepanjang perjalanan. Matanya terarah pada miniatur ikon dunia yang kemarin ia lewati sesaat baru sampai di Las Vegas seraya tersenyum-senyum.

Keanu benar. She had so much fun today.

Ia sudah kembali melupakan memori buruknya hanya dengan bersenang-senang di taman hiburan dan menonton pertunjukkan. Ia tidak pernah merasa sesenang ini sebelum datang ke Las Vegas. Sepertinya Las Vegas sudah memiliki tempat tersendiri di hatinya sekarang.

Tanpa Laura sadari, Keanu di sampingnya tengah memperhatikannya. Lelaki itu memasang raut wajah datar, tak melepas pandangannya dari senyuman gadis itu.

Baguslah jika ia senang, batinnya.

Keanu menghela napas pelan. Ia kemudian menepuk pundak sang sopir dari belakang.

"Berhentilah di depan. Antarkan dia ke hotel, aku akan turun di sini." perintah Keanu dengan nada tenang.

Sang sopir mengangguk, "Baik."

Laura mengalihkan perhatiannya pada Keanu seraya mengernyitkan dahi, "Kau mau ke mana?"

"Nightclub." jawabnya, "Sekarang giliranku untuk bersenang-senang."

Laura diam.

Saat itu juga ia tersadar, terdapat sekat antara kehidupannya dan Keanu. Tidak peduli sikap Keanu sudah menjadi lebih baik terhadap dirinya dengan mengajaknya berlibur, in the end, he's still... Keanu. Keanu Ford yang suka dengan kehidupan malam dan bebas, bukan hal menye-menye seperti berkencan ke taman hiburan.

Wait, was it a date? Of course not.

Laura cepat-cepat mengenyahkan pikiran tak masuk akal tersebut.

Begitu mobil menepi, Laura menggigit bibir bawahnya. Ia melihat Keanu membuka pintu dan melangkahkan sebelah kakinya ke luar.

Sebelum lelaki itu sepenuhnya turun dari mobil, Laura—dengan penuh pertimbangan di dalam hatinya—menahan tangan Keanu, membuat Keanu menoleh cepat ke arahnya.

Laura menelan ludah sebelum berkata, "C-Can I come.. with you?"

Kedua alis Keanu terangkat, tak menyangka ucapan itu keluar dari mulut Laura.

Apa ia tidak salah dengar? Seorang Laura ingin ikut dengannya masuk ke klub malam yang dipenuhi oleh orang mabuk, musik yang bising, dan gemerlap lampu yang membuat kepala pusing? Apa dunia sudah terbalik?

"Please?"

Keanu ragu. Ia tidak yakin Laura dapat bertahan di tempat seperti itu. Laura mungkin akan merasa tidak nyaman dan ingin cepat-cepat pulang. Tetapi melihat kedua mata Laura yang memohon seperti anak anjing, membuatnya terpaksa mengalah.

Lagipula, Keanu sendiri tidak bisa terus seperti ini. Tidak bisa.

Melihat Keanu mengangguk, Laura tersenyum puas.

Hanya malam ini.

Ia penasaran seperti apa rupa kehidupan Keanu yang bebas. Just for tonight, she wants to know more of him. Lagipula, ini adalah Vegas, bukan? Belum lengkap jika tidak melihat kehidupan malam yang ada di sini.

Laura ikut turun bersama Keanu. Sopir mereka akhirnya memutuskan untuk parkir dan menunggu.

Kesan pertama yang Laura dapatkan setelah masuk ke dalam klub untuk pertama kalinya adalah bising. Seorang DJ memainkan musik dengan semangat sementara orang-orang di bawahnya menari tanpa arah, tidak peduli siapa yang ada di dekat mereka, terlalu larut dalam dentuman musik yang menggema.

Laura melihat para wanita mengenakan pakaian super minim yang bahkan tidak membalut penuh tubuh mereka. Sementara para lelaki sibuk berbincang dengan kawanannya sambil menikmati musik atau saling meraba dengan wanita di sana—entah mereka saling mengenal atau tidak.

Di sini, bau alkohol sangat kental, membuatnya ingin muntah. Lampu yang berkelap-kelip juga membuatnya tidak bisa berjalan seimbang mengikuti Keanu.

"Oh, m-maaf.." ucap Laura, tidak sengaja menabrak seorang pria di sana karena terlalu ramai.

Pria itu menunduk menatap Laura yang tak sengaja menabrak dadanya, "It's okay," Ia menyentuh pinggang Laura, "Can you walk?"

"Ya.."

Laura hendak menyingkirkan tangan pria itu dari pinggangnya, namun pria itu seakan sengaja mengeratkannya lagi. Kali ini ia bahkan dengan berani mendekatkan wajahnya ke leher Laura.

"Bagaimana kalau ku temani agar tidak tersesat?"

Bau alkohol sangat menyengat dari mulut pria itu, menandakan bahwa ia sedang mabuk.

"T-T-Tidak perlu..." Laura mendorong dada pria itu sekuat tenaga, "Let me go.."

"SHE SAID LET HER GO."

Keanu menarik kerah baju pria itu dari belakang dan melayangkan tinju pada wajahnya. Laura bergidik ngeri melihat pria itu tersungkur di lantai, tetapi Keanu sudah lebih dulu menarik Laura pergi.

"Bajingan." umpatnya geram tanpa melihat ke belakang lagi.

Keanu membawa Laura ke tempat duduk yang kosong. Ia menyuruhnya untuk duduk di sana, di sofa yang agak jauh dari keramaian.

"Stay here. I'll go get a drink." ucapnya. Laura mengangguk.

Sementara Keanu pergi, Laura melihat ke sekitarnya. Klub malam ini tergolong mewah. Di kejauhan, ia dapat melihat sebuah paviliun besar yang terpisah oleh kolam. Laura berpikir, kenapa klub malam dirancang begitu mewah hanya untuk sekumpulan orang mabuk yang berdansa-dansa dengan orang asing?

Laura mengernyit geli ketika ia tak sengaja melihat ada pasangan yang berpangku-pangku dan bercumbu dengan panas di meja tak jauh darinya. Bahkan pakaian minim sang wanita sampai berantakan hingga memamerkan dadanya. Yang Laura tak habis pikir, bagaimana bisa mereka melakukan itu di depan banyak orang? Apa mereka tidak malu?

"Dia wanita bayaran."

Laura sedikit terkejut dengan suara Keanu di belakang telinganya. Ia tidak sadar Keanu sudah kembali lagi. Lelaki itu membawa sebotol air mineral, cocktails, dan satu botol alkohol berwarna kuning keemasan. Keanu lalu duduk di sampingnya dengan angkuh, sementara matanya menatap pasangan yang sedang bercumbu itu dengan tajam.

"Kau lihat badannya?"

Laura kembali menatap pasangan tersebut.

"Payudara besar itu? Hasil implan."

Laura membulatkan mata. Bagaimana Keanu bisa tahu?

"Bokong yang bulat itu? Implan."

Laura mengernyit.

"That perfect hourglass body? Fat transfer. I can mention all of it. Fake tan, pipi botox, bibir tebal oleh filler, eyebrow lift, nose job. Hell, itu semua adalah investasi sang penyalur kepadanya sebagai modal untuk menjual tubuhnya. Mereka akan memasang tarif mahal jika masih perawan atau sudah mahir dalam bermain."

Keanu, Sean, Rain, dan Alex tentu sudah tamat dalam hal ini. Klub malam sudah seperti kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi, oleh karena itu, mereka sudah tahu pelacur mana yang masih pemula dan mana yang sudah berpengalaman—meskipun terkadang, jalang pemula lebih meningkatkan nafsu mereka.

"Pakaian? Dolce & Gabbana. Sepatu? Louis Vuitton. Dan kalung Tiffany & Co. di lehernya," Keanu terkekeh dengan nada merendahkan, "Wanita ini sudah balik modal. Ia tidak memiliki hutang lagi pada penyalurnya sehingga uang hasil menjual diri sudah dibagi untuknya juga. Let me guess... 50:50? 60:40? Yeah, 60:40 it is. Mereka tidak akan terlalu baik padanya dengan mengambil untung lebih sedikit. Murahan sekali, bukan?"

Keanu menggeleng seraya meneguk minumannya. Ia bahkan dapat dengan mudah  menebak ukuran bra caddy golf-nya, jadi hal-hal kasat mata seperti ini sudah semudah membaca spesifikasi ponsel pintar di internet.

Laura menatap Keanu lama. Jadi sampai sejauh itu Keanu mengetahui hal-hal seperti ini? Sangat kontras dengannya yang hanya tahu bahwa para jalang menjual diri demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup. Apa itu artinya...

"Kau pernah memakai jasa itu?"

Keanu berhenti meminum minumannya. Raut wajahnya berubah dingin. Ia menurunkan gelas  dari mulutnya dan menoleh pada Laura.

Laura yang menyadari perubahan itu bergerak canggung di tempatnya, "A-aku... tertegun saja dengan pengetahuanmu.." Gadis itu mengalihkan wajahnya ke arah lain, "Maaf kalau aku salah bicara.."

Laura dapat merasakan tatapan Keanu masih tertuju pada dirinya. Keanu menghela napas, "Ya," Rahangnya mengeras, "Tentu saja pernah." Kemudian meneguk minumannya lagi.

Laura sudah menduganya. Rasanya mustahil lelaki bebas seperti Keanu tidak pernah menggunakan jasa tersebut. Dan entah kenapa hatinya merasa sakit mendengar jawaban Keanu.

Keanu mengangkat sebelah alisnya, "Kau mau seteguk?"

Laura menoleh padanya dan mendapati lelaki itu menyodorkan minumannya.

"Tidak, terima kasih.." tolak Laura secara halus.

Laura memiliki kenangan buruk tentang alkohol. Ia masih ingat teman-teman SMA yang mengintimidasinya memaksanya untuk meminum alkohol untuk pertama kali. Dan saat itu ia menyadari bahwa dirinya memiliki toleransi sangat rendah pada alkohol.

"Fine." Keanu kembali meminumnya.

Laura memperhatikan Keanu. Ia melihat bagaimana leher Keanu bergerak menelan alkohol yang masuk ke mulutnya. Terlihat juga sedikit air yang tumpah mengalir menuruni dagunya.

Laura tiba-tiba merasa haus. Ia punya pilihan air mineral di atas meja, tetapi kenapa rasanya ia menginginkan alkohol itu? Tatapan Laura lalu jatuh ke botol alkohol yang masih penuh di samping air mineral miliknya.

Gadis itu menelan ludah, lalu melihat ke sekitarnya. Semua orang di sini berada dalam kebebasan. Mereka bebas menari sesuka hati mengikuti dentuman musik, mabuk-mabukkan, dan bahkan menemani orang asing yang sendirian dalam kebisingan tempat ini.

Hanya malam ini. 

Dan mungkin.. mungkin saja.. ini adalah cara alternatif untuknya semakin melupakan masa lalunya. 

Alih-alih mengambil botol air mineral, Laura mengambil botol alkohol yang ada di atas meja. Ia membukanya dan langsung meneguknya seperti orang kehausan, membiarkan cairan alkohol membakar tenggorokannya.

Keanu membulatkan matanya lebar. Ia sudah seperti melihat hantu turun di tengah-tengah klub.

"What the fuck are you doing?!" Keanu cepat-cepat menaruh gelasnya di atas meja.

Laura menurunkan botol alkohol dan mengelap mulutnya dengan punggung tangan. Kepalanya merasa pusing, rasa mual menjalar dari lambung ke tenggorokannya. Ia sudah merasa cukup mabuk hanya dengan minum sebanyak itu.

"Are you out of your mind?!" bentak Keanu, tak habis pikir dengan tingkah laku Laura yang tiba-tiba itu. 

Keanu hendak merampas botol alkohol, namun Laura lebih dulu menjauhinya dari gapaian Keanu. 

"The hell are you doing? Give it to me!" bentaknya lagi. Keanu berusaha merebutnya, namun Laura sekali lagi menjauhinya dari Keanu. Keanu menghela napas seraya berkacak pinggang, "Anak polos sepertimu tidak pantas mabuk. Cepat berikan, Laura."

Laura mengernyit mendengar ucapan Keanu. Apa yang Keanu katakan terdengar menyebalkan di telinganya. Maka, yang ia lakukan selanjutnya adalah meneguk alkohol tersebut lagi di depan Keanu. 

Keanu hanya diam memperhatikannya seraya menggeleng pelan. Ia melihat leher Laura bergerak menelan banyak cairan alkohol yang masuk. Wajah gadis itu memerah, menandakan bahwa ia sudah mabuk. Keanu sudah mengira, gadis ini pasti memiliki toleransi alkohol yang rendah. 

Fine, ia akan membiarkan Laura berbuat sesuka hatinya. 

Karena sekali lagi, Keanu tidak bisa terus seperti ini.

***

Suara tawa Laura memenuhi kamar hotel sesampainya mereka di sana. Keanu menyelipkan kartu kamar ke tempat khusus agar listrik menyala. Di punggungnya, ada Laura mabuk yang tak berhenti menertawakan setiap hal yang ia lihat. Gadis itu terus mengoceh tak jelas sepanjang perjalanan.

Keanu menurunkan gadis itu, yang lalu Laura terduduk begitu saja di lantai sambil masih tertawa-tawa. Keanu tak menghiraukannya dan langsung beralih ke mini bar untuk menyiapkan air minum. Seraya menuangkan air ke gelas, Keanu melirik Laura sekilas.

Saat ini kepala Laura seolah melayang di udara. Ia merasa sangat ringan dan itu membuat hatinya senang. Setiap benda yang ada di depannya terasa sangat lucu, oleh karena itu ia tidak berhenti tertawa sedari tadi.

Dalam posisi duduknya, Laura menatap sosok Keanu yang berdiri tak jauh darinya. Matanya membulat, "You're so tall. How can you be so tall?" 

Gadis itu lalu bangkit dan menghampirinya dengan langkah terhuyung-huyung. Ia tertawa lagi.

"But now I'm getting taller." Laura tertawa terbahak-bahak.

Keanu tak mengambil pusing celotehannya. Lelaki itu berdeham pelan, "Kau minumlah." perintahnya dengan nada tenang sebelum pergi untuk mengisi baterai di stand ponsel.

"Kau minumlah. Hahahaha.." Laura mengikuti suara berat Keanu dengan nada mengejek. Matanya jatuh pada air putih yang tersedia di atas meja, "Oh, is this for me? Aw, you're cute." 

Keanu di kejauhan memilih untuk mengacuhkannya, setelah mengutak-atik ponselnya di stand, ia membaliknya, lalu membereskan sepatu milik Laura yang tergeletak sembarangan. 

Laura meminum air yang disediakan. Rasanya sangat menyejukkan setelah cairan alkohol berkali-kali membakar tenggorokannya di klub malam. Air itu pun habis dalam sekali tenggak. Laura kembali tertawa-tawa merasakan dahaganya hilang. 

Ia tidak pernah semabuk ini sebelumnya. Ini juga pertama kalinya efek mabuk itu benar-benar keluar dari dirinya. Sebelumnya ia hanya muntah-muntah karena tidak kuat dengan rasa alkohol yang menyengat. Untung saja kali ini ia tidak muntah sembarangan walaupun rasa mual berkali-kali mendatanginya.

Sekarang yang ia rasakan adalah panas. Laura merasa ruangan ini berubah panas sekali. Gadis itu menggerutu tak jelas seraya melepas mantel sembarangan. Ia mengipas-ngipas dirinya sendiri dengan tangan.

"Kenapa tidak ada yang bilang kalau ini sudah musim panas?!" teriaknya kesal.

Laura terduduk lagi di lantai, masih mengipasi dirinya. Membuka mantel tidak berpengaruh sama sekali. Ia ingin membuka bajunya agar tidak kepanasan. Maka tak lama, Laura benar-benar melepas pakaian, menyisakan bra dan dalamannya saja. Keanu masih tak memedulikan tingkah gilanya itu dan justru sibuk membereskan selimut tempat tidur. 

Rasa panas yang Laura rasakan sekarang bertambah dengan rasa gelisah. Laura merasa gelisah. Kakinya bergerak tak bisa diam. Ia menginginkan sesuatu—tidak, ia membutuhkan sesuatu, tapi ia tidak tahu apa itu. Kupu-kupu seakan berterbangan di perutnya tanpa alasan yang jelas, membuatnya semakin menginginkan sesuatu yang tak jelas itu.

Laura menatap sosok Keanu yang memunggunginya.

Sesuatu di dalam dirinya bereaksi. Laura menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.

Kenapa? Kenapa seakan yang ia butuhkan ada pada lelaki itu? Seolah ada gaya magnet pada  diri Keanu yang membuat sesuatu dalam diri Laura mendesaknya mendekat. 

Laura menatap tubuh Keanu dari atas sampai bawah dengan sensual. Tubuh tinggi lelaki itu membuat pikiran kotor Laura melayang ke mana-mana. Bayangan pasangan yang bercumbu panas di klub malam tadi kembali muncul di kepalanya. 

Namun bayangan itu berubah menjadi sosok dirinya dan Keanu.

Melakukan kegiatan panas.

Seperti kemarin di kamar ini.

Mata Laura berbinar. 

Itu yang ia butuhkan.

Laura membutuhkan Keanu untuk memuaskannya. Ia merindukan sentuhan Keanu di tubuhnya. Ia ingin Keanu memberinya kenikmatan yang utuh, cause she messed up yesterday.

Laura bangkit. Dengan langkah sempoyongan, ia menghampiri Keanu.

Laura menatap punggung lelaki itu sejenak, sebelum menyelipkan kedua tangannya ke pinggangnya. Laura memeluknya erat, menempelkan tubuhnya yang hanya mengenakan bra ke punggung lelaki itu tanpa malu.

"Pergilah." Keanu menolak tangan Laura di pinggangnya.

"Please," Laura semakin mempererat pelukannya, "I want you.."

"Pergi."

"I want you, please." mohonnya.

Keanu tak menjawab. Laura mendengus sebal. Ia dengan berani naik ke tempat tidur dan berlutut di hadapannya agar sejajar. Laura menarik kerah baju Keanu dengan paksa, mendekatkan mulutnya tepat ke telinga lelaki itu.

"Las Vegas is called sin city for a reason, right?" bisiknya. 

Laura menghirup aroma parfum Keanu di lehernya dengan sensual.

"Therefore,"

Tangan Laura masuk ke dalam baju Keanu dan meraba otot perutnya.

"Let's make a sin with me, Ford.."

Dan dengan terucapnya kalimat itu, Keanu menyunggingkan senyuman licik.

-bersambung-


Thank you for not being a silent reader. The next chapter will definitely have MATURE scenes. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top