L : Lebih Takjub Ketimbang Takut
"Percaya atau Tidak, aku tetap tak bisa lupakan pengalaman ini. Bagiku ini suatu kemustahilan. Namun nyatanya akupun mengalaminya. Misteri yang mencekam."
~Langit Malam Kelabu
•~•
Sembari sibuk mencari gerbong kereta yang akan ditumpanginya, Dara pun melirik arloji di tangannya sekilas.
20:30 p.m
"Huft ... Kurang setengah jam lagi kereta akan berangkat," ujarnya sembari mengerucutkan bibirnya manyun.
Sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba Dara merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya pelan. Refleks ia pun mengalihkan perhatian dari ponselnya sekejap dan menoleh ke samping kiri untuk sekadar memastikan. Dan benar saja, seorang pria bertopi hitam yang kiranya seumuran dengannya kini duduk tepat di bangku sebelah kirinya.
"Hai, nona!" sapanya sembari memamerkan senyum pepsodent andalannya.
Dara pun balas tersenyum kaku, "Hallo," sembari mengamati gerak-gerik pria di sampingnya kini.
"Nona tujuannya mau kemana? Sendirian saja?" tanyanya sambil celingukan memastikan bahwa Dara ternyata benar-benar pergi sendirian ke stasiun ini.
"Mau ke Bandung, pulang kampung."
"Wah, tujuan kita ternyata sama. Saya juga mau ke Bandung buat jenguk Eyang saya yang lagi sakit." Lagi-lagi Pria itu kembali tersenyum dengan sangat megahnya.
"Ohh... btw, stasiunnya lumayan lenggang ya? Mungkin karena tak banyak orang yang mengambil waktu keberangkatan kereta di malam hari seperti ini. Hehehehe," celetuk Dara asal, niatnya sih sok basa-basi gitu.
"Iya, rata-rata dari mereka memang senang mengambil jam keberangkatan di pagi hari. Padahal kalo jam pagi itu cukup ramai loh. Oh iya, kita belum kenalan,"
Pria itupun segera mengulurkan tangannya pada Dara. "Aku Langit, panjangnya Langit Malam Kelabu. Eits, tapi bukan langit yang ada di atas sana loh ya? Aku ini Langit versi manusia... Hehehehe," candanya sembari menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak terasa gatal, canggung, itulah yang terasa.
Meski ragu apakah pria di sampingnya ini adalah benar orang baik ataukah justru seorang penjahat, akhirnya Dara pun memberanikan diri untuk menjabat tangan pria yang mengaku bernama Langit itu.
"Saya Dedarah Merah Jingga, panggil saja Dara, tanpa h loh ya? Soalnya saya takut darah, gak tau kenapa Mama bisa menamaiku begitu,"
Setelah acara perkenalan dan jabat-menjabat tangan yang terjadi antara kedua sejoli tadi, suara dari speaker di stasiun ini pun mulai menginterupsi telinga keduanya.
"Diinformasikan kepada seluruh penumpang kereta untuk jurusan Jakarta-Bandung, diharap agar segera memasuki kereta dan menempati kursinya sesuai nomor pada tiket masing-masing milik penumpang... Kereta akan berangkat dalam waktu sepuluh menit lagi. Sekian yang dapat saya beritahukan, kurang lebihnya saya mohon maaf dan terima kasih. Semoga perjalanan Anda malam ini menyenangkan."
Setelah mendengar dengan saksama himbauan dari suara speaker barusan, Dara langsung bangkit dari duduknya dan bergegas menarik kopernya menuju ke gerbong kereta.
"Langit! Ayo, nanti ketinggalan kereta loh!" ajak Dara pada Langit yang kini masih duduk manis di tempatnya. Ya, Langit masih angkuh bersantai-santai tak berkutik meski Dara sudah memanggil namanya berulang kali.
"Kamu naik aja dulu, aku entaran. Tenang, aku gak akan ketinggalan kereta kok," balasnya.
Dara akhirnya masuk terlebih dulu ke dalam kereta. Suasana di dalam kereta jurusan Jakarta-Bandung ini ternyata cukup ramai penumpang. Dara sangat bersyukur, setidaknya ia tidak sendirian di dalam kereta ini.
Sembari sibuk menyeret koper bawaannya melewati gerbong demi gerbong, Dara terus mengamati lekat-lekat karcis yang dipegangnya kini. Ia sedang mencari-cari nomor duduk yang tertera pada karcis tersebut.
"Ah, ini dia!" pekiknya senang.
Dara segera duduk dan mencari posisi ternyamannya untuk bersantai dan membaca buku guna mengusir rasa bosan saat kereta sudah melaju nanti.
"Astaga!! Aku lupa bertanya, Langit ada di gerbong berapa ya? Tapi bodo amatlah, toh kami juga baru mengenal setengah jam yang lalu," batin Dara disela-sela aktivitas bersantainya.
Ia pun kembali melanjutkan aktivitas membaca novelnya sambil mendengarkan musik dari headset yang kini tersumpal anggun di kedua telinganya.
Terdengar bunyi klakson panjang, pertanda kereta akan segera melaju ke tempat tujuan. Hawa dingin dari udara malam yang semakin larut membuat Dara merapatkan jaketnya erat-erat. Keadaan gerbong kereta yang ditumpangi Dara ini serasa sepi layaknya kuburan massal. Dara tidak merasa takut sedikitpun. Ia hanya mengira bahwa semua penumpang di gerbongnya kini sedang tertidur pulas karena ini sudah waktu tengah malam, jadi Dara pun memakluminya.
Perlu kalian ketahui, kereta jurusan Jakarta-Bandung ini memiliki delapan gerbong yang saling merantai satu sama lain. Sekarang Dara berada di gerbong terakhir, yakni gerbong kedelapan. Suara gesekan antara roda-roda bermesin dengan rel kereta sangat terdengar jelas di antara kabut pekat sunyi malam ini. Tenang dan senyap, hanya suara hewan-hewan malam yang terdengar. Lampu-lampu yang menghiasi sepanjang jalan rel menambah suasana indah dan hangat dari balik jendela kaca kereta.
"Jakarta memang terlihat lebih menawan di malam hari," pikir Dara sembari tersenyum melihat keindahan malam ini.
Waktu kini menunjukkan pukul 00:12 a.m.
Tiba-tiba Dara merasa ingin buang air kecil. Ia pun bangkit dari duduknya dan bergegas menuju toilet. Dara berjalan dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara gaduh yang bisa mengganggu penumpang lain yang sedang beristirahat.
•~•
Sebelum keluar dari toilet, Dara sempat membasuh mukanya dengan sedikit air dari wastafel. Dingin, itulah yang dirasakannya. Ia akhirnya hendak kembali semula ke kursi penumpang. Namun, saat ia melewati beberapa penumpang lain, entah mengapa Dara merasa sedikit aneh dengan perilaku para penumpang itu. Wajah pucat, tatapan kosong, diam tak bergerak, dan senyap, itulah yang Dara lihat dari mereka.
Seketika bulu kuduk Dara pun meremang. Cahaya lampu di gerbong nomor delapan ini tiba-tiba berkedip sesaat, menambah suasana yang kian mencekam. Salah seorang penumpang Ibu-ibu tanpa sengaja memandangi Dara dengan sorot mata tajam dan tatapan kosongnya. Dara yang merasa ditatap olehnya pun jadi terkejut. Namun sedetik kemudian Dara tersenyum kikuk pada Ibu-ibu tersebut. Sedari tadi Dara memang sibuk mengamati para penumpang di gerbong delapan ini, mungkin ibu tadi merasa terganggu atas perilaku Dara barusan.
Setelah mendapat tatapan seperti itu, Dara pun cepat-cepat kembali duduk di kursinya dengan keringat dingin. Dia mulai merasakan hawa panas bercampur dingin di sekitarnya. Saking paniknya tanpa sengaja Dara menyenggol botol minuman di sampingnya, botol itupun jatuh ke bawah dan menimbulkan suara nyaring yang kentara.
"Ini adalah kesempatan yang bagus untuk sekadar memastikan apakah firasatku ini benar atau tidak?" batin Dara kalut.
Ia pun segera menunduk guna mengambil botol air mineral tersebut. Dan, betapa terkejutnya ia akan penampakan yang baru saja dilihatnya. Seketika tenggorokan Dara rasanya tercekat dan degup jantungnya berpaju marathonan. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya.
Ia hampir tak percaya tentang apa yang disaksikannya beberapa detik yang lalu. Kaki milik para penumpang itu ternyata melayang, tidak berpijak.
"Aku harus keluar dari gerbong ini!" titahnya dengan lirih.
Sepuluh detik kemudian, lampu-lampu di gerbong delapan mulai padam dengan sendirinya.
"Aaaaaaaaaaaaaahhh!!!!!" Dara refleks berteriak kencang.
Dalam kegelapan yang menyelimuti gerbong delapan ini, hanya satu yang bisa Dara lakukan. Ia terus merapalkan banyak-banyak doa dalam tangis tak bersuaranya. Duduk diam di bangkunya sembari menutup mata, berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruk semata. Ia bahkan takut untuk sekadar membuka mata, ia takut melihat sesuatu yang mengerikan di saat ia membuka kedua matanya nanti.
Lampu-lampu di gerbong ini pun mulai berpijar kembali. Dengan refleks Dara langsung membuka matanya, "Hah?!" Seluruh penumpang di gerbong ini mendadak hilang. Kini hanya tinggal Dara seorang diri di sini.
Yang lebih mengejutkan lagi, Dara merasa sebuah cahaya terang mulai menerobos masuk melalui kaca jendela kereta. Sebuah cahaya besar dan terang menyinari seluruh gerbong-gerbong dari kereta ini.
Setelah melewati cahaya terang itu, Dara langsung menoleh ke arah jendela dan memandangi lekat-lekat sumber cahaya apakah yang barusan ia lewati tadi?
"Apa itu? Kelihatannya seperti, .......... Bulan!!!" Dara melongo tak percaya.
Untuk memperjelasnya lagi melalui kaca jendela, Dara pun menunduk dan melihat keadaan di bawah sana. Di bawah kereta lebih tepatnya.
"Oh my God! Ini tidak bisa dipercaya! Ke ... keee ... kereta ini terbang melayang?!" pekik Dara sembari menepuk-nepuk pipinya berkali-kali, siapa tahu dia hanya bermimpi.
Ya, kereta ini memang sedang melayang di udara. Sulit untuk dipercaya, tapi ini benar adanya. Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang sunyi senyap, kereta ini melaju dengan anggun membelah kabutnya malam di angkasa. Suara roda bermesin yang terus menderu dan bau oli yang sangat menyengat hidung kian amat terasa jelas.
Kalian sebut ini kereta udara atau kereta hantu?
Mulai panik akan apa yang kini terjadi padanya, Dara langsung menarik cepat koper bawaannya keluar dari gerbong delapan. Dengan ekspresi takut yang kini sedang melanda dirinya, Dara terus berlari tanpa tujuan dari gerbong delapan ke gerbong tujuh lalu gerbong enam dan seterusnya. Ia ingin segera sampai ke gerbong satu, gerbong utama di mana itu adalah tempat sang masinis mengoperasikan kereta ini.
Saat sampai di gerbong tiga, rasa lelah dan lemas mulai melanda dirinya. Sedari tadi Dara berlarian antar gerbong dengan cepat dan tergesa-gesa. Tenaganya seakan terkuras habis, sekarang tubuhnya lemas kehabisan oksigen. Dara akhirnya memilih untuk duduk sebentar pada salah satu kursi kosong di gerbong tiga.
Menurut pantauan Dara sejak berlari melewati satu gerbong ke gerbong lain tadi, semua gerbong di kereta ini ternyata tak berpenumpang sama sekali kecuali dirinya seorang.
Sepertinya Dara salah menaiki kereta!
Sembari mengatur napasnya yang masih memburu, Dara pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling gerbong tiga. Di sudut bangku depan, Dara melihat ada seseorang yang sedang meringkuk di bawah kursi penumpangnya.
"Siapa itu?" batinnya was-was, siapa tahu itu makhluk gaib.
Dara akhirnya memberanikan diri untuk menghampirinya. Sesaat kemudian ia menepuk pelan punggung pria tersebut. Si pria refleks terkejut dan kontan berteriak histeris membuat Dara ikut terkejut pula.
"Langit?!" tanyanya terkejut.
•~•
Bersambung
Jangan lupa vote dan komengnya yaa:)
#DirumahAja
See you next part!
28 Maret 2020
Freizella👣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top