END : I Meet You, After Last Time
'Aku selalu mengawasimu, adikku.
Mengapa kau tak pernah tersenyum kembali? Percayalah, Aku akan selalu menunggumu...
Disini...
Sampai pada akhirnya nanti, kita di pertemukan kembali untuk pergi bersama.'
▫️ ▫️ ▫️ ▫️ ▫️
Three Years Later...
Hari ini adalah perayaan kelulusannya dari Sekolah Menengah Atas. Jungkook berdiri di depan cermin, menatap tubuh yang berbalut dengan celana berbahan kain hitam, sweater dan blazer panjang berwarna senada hingga menutupi paha.
Tak ada senyuman, hanya tatapan kosong yang di tampakkan dari raut wajah imutnya.
Sudah 3 tahun semenjak Yoongi pergi. Ia tak tahu apa saja yang di lakukan kakaknya jauh di kota sana. Setelah ia pulang dari halte bis pada hari itu. Ia mendapat sebuah kiriman uang atas nama Yoongi.
Jungkook kebingungan, alih-alih pulang menemui dirinya mengapa Yoongi malah mengiriminya uang.
Sejak hari itu, Jungkook selalu menunggu Yoongi setiap harinya. Terduduk pada halte yang sama dengan pakaian yang sama yaitu seragam sekolahnya.
Waktu terus berganti, dan musim terus bergilir. Dari kelopak bunga yang terlihat sampai hamparan putih selembut kapas yang menjadi temannya. Lalu musim semi kembali muncul, tetapi Yoongi belum juga pulang sampai detik ini.
Tak ada pesan, kabar, atau apapun itu. Hanya uang yang ia terima setiap bulannya sebagai bekal hidup dan biaya pendidikannya.
Bibi Han pun selalu mengunjungi Jungkook pada pagi hari. Melihat keadaan dan bagaimana anak itu tumbuh menjadi remaja berumur 18 tahun. Saat Jungkook bertanya perihal Yoongi, wanita paruh baya itu hanya menjawab bahwa mungkin saja kakaknya tengah sibuk saat ini mengingat pekerjaan di sana sangatlah banyak.
Dan Jungkook percaya. Ia mempercayai apa yang wanita itu katakan sampai saat ini.
.
.
.
.
.
Seokjin melepas jas putih miliknya dan melemparnya asal pada sofa hitam di ruangan.
Ia letih sekali, jadwal operasi yang padat sangat menguras tenaga dan pikirannya. Di liriknya ponsel pintar miliknya, musim dingin saat ini membuat ia teringat akan sahabat pucatnya, Min Yoongi.
Seokjin sudah menepati janjinya pada Yoongi, mengirimi Jungkook uang setiap bulan tanpa memberitahukan apa yang sebenarnya.
Yoongi telah tiada, yang tersisa hanya kenangan dan sosok adik lugunya yang malang. 3 tahun sudah Seokjin lewati dan ia mulai muak akan kebohongan ini.
Biarlah ia ingkari janjinya pada Yoongi, lebih baik Seokjin bawa anak itu ke Seoul untuk tinggal bersamanya dari pada membiarkan Jungkook sendirian di pinggiran kota.
Sore ini juga ia akan pergi untuk membongkar semuanya. Perihal penyakit yang di derita dan juga kematian Yoongi pada Jungkook. Lagipula anak itu sudah berumur 18 tahun, mungkin Jungkook akan mengerti alasan mengapa Yoongi melakukan ini semua untuknya.
Disisi lain Jungkook telah menerima penghargaan dan sebuket bunga yang diberikan pihak sekolah untuknya. Nilainya memuaskan, dirinya menjadi lulusan terbaik satu angkatan.
Setelah sesi foto yang panjang. Jungkook ingin sekali cepat-cepat pulang. Melihat bagaimana orang tua teman kelasnya menghadiri pesta kelulusan membuat Jungkook teramat sedih.
Mengapa Yoongi tak datang?
Padahal ini adalah hari spesial bagi Jungkook.
Apakah pekerjaan di kota lebih penting dibandingkan dirinya?
Dirampasnya ransel dan buket bunga bunga peony miliknya. Jungkook hanya ingin pergi dari suasana di dalam kelas.
Tujuannya kali ini adalah halte bis seperti biasa. Ia akan menunggu Yoongi penuh harap hari ini. Mungkin Yoongi akan pulang setelah sekian lamanya pemuda itu pergi.
Jungkook berjalan dalam diam, udara dingin menusuk dirinya dengan begitu menyakitkan. Sepatunya penuh dengan salju dan ia tak memakai syal atau sarung tangan guna menghangatkan badan.
'Jungkook...'
Suara berat yang mirip dengan milik Yoongi membuat tubuh remaja itu menegang, ia menoleh kekanan dan kekiri mencari-cari siapakah gerangan yang memanggil dirinya.
Tapi nihil, tak ada siapapun dari mereka yang mirip dengan sosok kakaknya.
Jungkook tak acuh, di bukanya pembungkus aluminium nasi gulung yang sempat ia buat saat berangkat tadi.
Sudah mendingin, dan ia melanggar permintaan Yoongi yang mengharuskan memakan makanan hangat setiap saat.
Ia memakannya dalam hening, tanpa sadar penglihatannya memburam, air matanya membendung dengan cepat.
Jungkook manangis, dadanya sudah sesak sekali menahan rindu. Setiap hari ia terduduk disini, menunggu seseorang untuk pulang kembali.
Tapi nihil, mengapa hari itu tak kunjung datang juga. Jungkook sangat membutuhkan Yoongi disisinya. Pemuda yang menolongnya tanpa kata di bawah rembulan dingin pada malam itu.
Ia tak mampu lagi, Jungkook butuh pegangan. Ia membutuhkan seseorang untuk berbagi cerita dalam kesehariannya.
Waktu terus berjalan, matahari sudah semakin jatuh di ufuk barat. Setiap bis yang datang selalu diperiksa olehnya, berharap Yoongi berada di dalam. Dan kembali duduk saat hanya kekecewaan yang ia dapat.
Tetapi sampai detik ini Jungkook masih berharap.
Tangisnya telah terhenti satu jam yang lalu, matanya tengah memperhatikan sebuah keluarga yang sedang menghabiskan waktu di taman sisi jalan sebelah kirinya.
Suara seorang bocah yang kira-kira berumur 6 tahun membuat senyum Jungkook mengembang. Melihat bagaimana anak itu tertawa lepas dengan orang tuanya membuat Jungkook ikut merasa bahagia.
"Aku jadi semakin merindukanmu, hyung..." lirihnya.
Anak itu berlari kesana kemari sendirian, Jungkook melihat orang tua bocah itu sedang membeli sesuatu di stan makanan.
Mata Jungkook tiba-tiba membola.
"T—tidak..." ucapnya gagap, Jungkook berlari mehampiri bocah tersebut yang tak sadar berada di tengah jalan.
BRAKK!
Telinganya berdengung mendadak tuli. Jungkook tak dapat mendengar apapun selain bayangan orang-orang yang mengerubunginya.
Ia menatap salju putih dibawanya yang sudah berubah menjadi warna merah, apakah darah ini miliknya?
Kepalanya memberat, nafasnya tersenggal-senggal terasa begitu menyakitkan.
Mereka yang melihat seolah-olah seperti memanggil dirinya, tetapi Jungkook tak tahu harus menjawab apa.
Waktu yang seolah berakhir begitu cepat bagi Jungkook, ia menangis. Saat matanya melirik pada halte tempat ia menunggu, Jungkook melihat Yoongi yang tersenyum hangat untuknya dengan menggenggam buket peony miliknya.
'Hyung... Akhirnya kau pulang..."
Dan semuanya menjadi gelap...
"Jungkook!!!"
.
.
.
.
.
"Mengapa mereka berada di tengah jalan?" dahinya mengkerut, ia bingung melihat banyak sekali orang-orang tengah berdiri seolah sedang mengerubungi sesuatu disana.
"Uhh.. Apa terjadi sesuatu di sana?" Jungkook berdiri dari duduknya. Berniat menghampiri, tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti.
Sebuah tangan pucat menggemgam lengannya. Jungkook menoleh, dan detik berikutnya ia menangis.
Itu Yoongi, tangan dingin itu adalah milik sang kakak.
"H—hyung..." lirihnya.
Jungkook memeluk tubuh ringkih Yoongi, menenggelamkan wajahnya pada dada sang kakak. Melepaskan rindu yang membeku lama selama bertahun-tahun.
"Aku merindukanmu, h—hikss... Kau kemana saja? Mengapa kau tega sekali meninggalkan ku sendirian."
Yoongi hanya tersenyum, diusapnya pucuk kepala sang adik yang sibuk menangis. "Aku tak pernah meninggalkanmu kelinciku. Setiap hari, setiap detik, aku selalu menemanimu, disini..."
"... Di halte ini..."
Jungkook yang mendengarnya kebingungan. Ia mendongak menatap retina coklat yang terlihat teduh dan menenangkan.
"Tapi aku yang selalu disini menunggu hyung. Kau pasti bercanda."
Dan lagi-lagi hanya senyuman yang menjadi balasan. Di cubitnya pelan pipi gembil milik Jungkook. Yoongi bahagia, melihat adiknya tumbuh dengan baik hingga saat ini.
"Apa kau ingin ikut denganku?" tanyanya.
"kemana? Apa Hyung ingin membawaku jalan-jalan?" kekeh Jungkook dengan menampakan dua gigi kelinci imutnya.
"Ya, aku akan membawamu jalan-jalan. Kita akan pergi menuju tempat yang indah."
Jungkook menjerit girang, di genggamnya tangan Yoongi dan pemuda pucat itu pun berjalan membawa Jungkook pergi bersamanya.
"T—idak... Tidak! Buka matamu! Kookie! Tidak! Arrggghhh Yoongi-ah!!!" teriakan nyaring terdengar, membuat langkah Jungkook terhenti.
"Apa kau mendengarnya? Siapa yang sedang memanggil kita hyung?" ingin menoleh tetapi gerakan kepalanya ditahan oleh telapak tangan Yoongi yang berada di pipinya. Yoongi Mengusapnya dengan lembut mencurahkan kasih sayang yang begitu besar di setiap belaian.
"Sssttt... Tidak ada. Hanya suara seseorang yang sangat menyayangi kita Kookie."
Dan dimana kedua kaki itu melangkah menjauh, waktu yang Jungkook miliki pun membeku pada malam hari dimusim dingin ini.
Hari ini, disaat salju sedang turun dengan cantiknya. Di tengah lautan lembut berwarna putih yang berubah menjadi warna merah akan menjadi saksi atas pertemuan kembali kedua saudara yang sempat berpisah.
Di halte itu...
Jungkook dan Yoongi sama-sama meninggalkan seribu kenangan didalamnya.
Kesedihan dan rindu yang meluap begitu saja diantara keduanya, telah tergantikan oleh senyum tak pudar yang akan selalu mereka lihat saat ini.
.
.
.
.
.
'Ku titipkan salam padamu, Seokjin hyung.
Terima kasih karena sudah menepati janjimu sampai hari ini.
Dan setelahnya biarkan aku yang menjalankan tugasku untuk menjaga permataku kembali.
Seokjin hyung, akhirnya hari ini tiba dan aku dapat kembali memeluk sosok yang begitu berharga untukku, Jeon jungkook.'
-Min Yoongi
▫️ ▫️ ▫️ ▫️ ▫️
END
Asdfghjkl 😭 😭
Ending dengan gejenya! Wkwkw.
Gimana menurut kalian?
Cerita cuma ini terlintas sebentar dipikiran aku sebenarnya.
Semoga kalian suka dengan cerita pendek abal-abalku ini.
Terimakasih sudah membaca sampai akhir~~~
Taptap bintangnya jangan lupa tinggalkan komentar.
Aku sayang kalian ♥️♥️
' IndahHyera
07022021'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top