Chapter 2 : Tidak Peduli

Mentari tersenyum lembut dan memberikan pelukan hangat sebagai sapaan pada para makhluk kesayangannya. Burung-burung pun turut bernyanyi untuk menambah kesan keceriaan pada pagi ini.

Tentu saja di pagi hari seperti ini, para siswa sedang menuntut ilmu. Berlomba-lomba untuk membuktikan jika mereka lah yang terbaik dalam berbagai bidang ataupun bidang tertentu.

"In 1842, Japan began to enter Indonesian territory in Tarakan ..." jelas seorang guru sejarah yang memiliki tampang dari luar Jepang yang tengah mengajar empat orang siswa dengan kelas khusus serta mendapat desain khusus pula. Hal ini dapat membedakan dengan dan atas siapa mereka akan berurusan nantinya jika mereka berbuat seenaknya saja.

Namun se-khusus apapun mereka, mereka tetaplah murid biasa yang terkadang tidak fokus pada pelajaran. Terutama bagi Hiyori Tomoe, pikirannya telah melayang pada situasi yang terjadi di hari sebelumnya. Ia masih terpesona akan kilatan merah darah dari manik gadis itu hingga ia tak mampu lagi untuk berkonsentrasi dalam pelajarannya kali ini.

"Okay, enough lessons to get here first. Is there something you want to ask? " tanya sang guru sembari merapihkan beberapa buku dalam tasnya.

"Nothing, sir. We have understood the material that you convey, " jawab Ibara sembari membenarkan kacamata yang menggantung dibatang hidungnya yang tak jatuh seinchi pun.

"Okay, if there's nothing to ask, I'll see you at the next meeting. Have a nice day," ucap sang guru yang kemudian lenyap tertelan pintu.

"Ohii-san, kau tampak tak berkonsentrasi tadi. Apa ada yang mengganggumu?" tanya Jun yang belum berpindah sedikitpun dari tempatnya.

"Oh, Jun-kun. Maaf, apa aku membuatmu khawatir? Bodohnya Hiyori," ucap Tomoe yang terkesan menghindari pertanyaan lawan bicaranya.

Sementara itu, seorang gadis tengah berjalan dengan santainya dan bertingkah seakan-akan kejadian buruk tidak pernah menimpa dirinya. Namun saat ia membuka loker yang bertuliskan namanya, ia mendapati secarik kertas berwarna merah dengan lambang kimia 'beracun' berada disitu dan tentu saja hal itu membuat orang disekitarnya tertawa.

Pasalnya, lambang tersebut menunjukkan jika siswa tersebut sedang dibully habis-habisan bahkan bisa sampai pada sebuah kematian. Gadis itu hanya diam, ia menyingkirkan kertas itu dari lokernya dan saat ia berbalik, empat orang siswi dengan surai yang sama saat ia dibully telah muncul dihadapannya.

"Wah wah wah, lihat dia sedang meratapi kesedihannya dalam diam. Yah, kasihan hahahaha," ucapnya dengan angkuh.

"Bukankah kemarin sudah kubilang untuk pergi dari sini dan ... apa kau berbuat sesuatu pada mereka, hah!!!" bentak temannya yang telah mencengkram lengan gadis dihadapannya.

"Melakukan apa?"

Suara berat itu membuat empat gadis itu terdiam dan menatap sang sumber suara dengan tatapan berbinar-binar.

"Nagisa-sama ..." ucap mereka dengan lirih sekaligus kagum dan tak lupa, kesempatan ini pun ia manfaatkan untuk pergi dari empat gadis pembully itu.

Namun baru beberapa langkah saja, tangannya telah ditahan oleh seseorang yang memiliki ukuran tangan jauh lebih besar daripada dirinya.

"Kau, boleh ikut aku sebentar?" tanya Nagisa dengan tatapan dingin dan gadis yang ia tahan hanya membalas dengan anggukan saja lalu mulai mengekor kemana Nagisa pergi

Selama perjalanan, mereka berdua tak memiliki niatan untuk berbicara sedikitpun. Keduanya terdiam dalam pemikirannya masing-masing.

Terutama sang gadis, ia hanya bisa menyiapkan diri jika ia akan dikeluarkan dari sekolah ini. Pasalnya, ia telah mengetahui sekaligus mengenal siapa orang yang menolongnya kemarin.

"Ah, Nagisa!!! Kemana saja kau? Hiyori ini telah menunggumu disini."

Suara penuh keceriaan membuat gadis itu bangun dari pemikirannya dan menyadari jika saat ini ia telah berada di ruangan yang seharusnya tak ia datangi.

"Hanya mencari harta," jawabnya singkat dan secara otomatis, lawan bicaranya pun melihat sosok gadis yang membuat pemikirannya tak karuan seharian ini.

"Wah!? Tak ku sangka kau masih ada disini," ucapnya ramah.

"Um," jawab gadis itu dengan singkat sembari menundukkan kepalanya.

"Ohii-san, bukankah itu terdengar seperti kau berharap dia pergi dari sini," tegur Jun yang kini telah berdiri disebelah pria yang ia tegur.

"Eh? Benarkah? Padahal yang ku maksud itu, dia masih masuk sekolah. Karena kemarin kan dia disuruh istirahat," jelas Tomoe dengan tatapan polos.

"Bagaimana dengan lukamu? Sudah sembuh?" tanya Ibara yang tak mendekat sedikitpun.

Gadis itupun mengangguk sebagai jawaban dan sebagai tanggapan, Ibara pun memperhatikan lekat-lekat gadis itu dari ujung atas sampai bawah yang tak memperlihatkan luka sedikitpun.

"Buka blazer mu," titah pria itu dengan tatapan licik.

"Ibara!!! Jangan bertindak ...."

"Luka pada makhluk secantik dirimu ... Tuhan memang kejam padamu," ucap Nagisa sembari menyentuh pelan lengan sang gadis yang penuh dengan luka lebam atas peristiwa kemarin.

"Namamu Kurosaki Neko, bukan?" tanya Ibara yang mulai menapakkan kakinya perlahan-lahan. Gadis itu hanya bisa memberikan anggukan sebagai jawaban.

"Nama yang indah," puji Tomoe dengan kesan menyela pembicaraan temannya yang belum terselesaikan dan yang dipuji hanya terdiam tanpa memberikan ekspresi sedikitpun, sungguh menarik.

"Jika kau kembali diperlakukan dengan cara yang sama, jangan segan untuk datang kemari," ucap Ibara yang kini telah berdiri disebelah rekannya, Nagisa.

"Kalian selalu membuat suasana menjadi tegang ya, mari Kurosaki-san," ucap Tomoe yang terkesan tidak tahan melihat gadis itu seperti ditekan oleh perkataan rekannya walaupun mereka tak ada maksud untuk berbuat seperti itu.

Tomoe pun segera meminta gadis itu untuk memakai blazernya yang kemudian membawanya keluar ruangan dan berkeliling taman sekolah ini yang terhitung cukup megah.

"Hah ... jujur saja, akupun merasa sedikit tertekan jika bicara dengan Ibara. Bahkan aku tak tahu bagaimana serta apa yang ada dipikirannya. Entah itu baik ataupun buruk, aku tak mengerti," ucap Tomoe yang kini telah menyeiramakan langkahnya dengan gadis itu.

"Um ... kurasa bukan hanya Anda seorang," ucap gadis itu dengan nada lembut yang membuat Tomoe sedikit terkejut akan nada bicaranya yang lebih tenang dari hari sebelumnya.

"Aku telah membaca seluruh biodata serta asal-usul dirimu, tetapi ... mengapa kau diam saja saat mereka berulah padamu?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top