Chapter 11 : Eh !?
Mentari kembali menyapa pada makhluknya dengan penuh kehangatan. Bahkan burung pun membantu sang matahari dengan senang hati. Sungguh pagi yang amat tenang dan damai.
Namun tidak bagi sang gadis. Baru beberapa langkah memasuki area sekolah, ribuan mata sinis telah tertuju pada dirinya. Seolah-olah tak terjadi apapun, sang gadis hanya berjalan dengan tenang dan dengan segera menuju lokernya.
Sesampainya disana, tampak seorang pria bersurai magenta dengan kacamata yang menggantung di hidungnya tengah mendekati dirinya.
"Kurasa kau memang harus hadir," ucap Ibara sembari memberikan kertas yang telah dilipat rapih dan sang gadis itupun menerima dengan tatapan bingung.
"Aku tahu kau akan sulit jika harus melihatnya di papan pengumuman. Maka ku buatkan satu khusus untukmu," jelas Ibara dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.
"Terima kasih," ucap sang gadis dengan manisnya.
Setelah itu, Ibara pun segera pergi dari tempat itu dan membiarkan sang gadis membaca isi surat yang telah ia berikan. Baru beberapa kalimat yang telah sang gadis cermati, ia pun cukup terkejut pada dua kata yang selama ini ia jauhi.
"Wah, semoga ku bisa berdansa dengan Hiyori-sama," ucap gadis lain yang tengah asik bergerombol pada papan tak bernyawa itu.
"Eh, bukan hanya kau saja yang ingin. Tapi aku juga," sambung gadis lainnya dengan ekspresi yang amat bahagia.
Dan benar, sang gadis tengah terkejut atas acara pesta dansa pada sekolah ini. Karena pesta dansa adalah hal yang selama ini ingin ia jauhi jika telah SMA. Tapi, Dewi Fortuna tidak memihak padanya. Namun sang gadis berpikir untuk tidak hadir pada acara itu.
Tak lama kemudian, bel pun berbunyi yang membuat para siswa harus segera masuk ke kelas mereka masing-masing untuk mendapatkan ilmu yang mereka cari selama ini.
Disisi lain, ke dua pria ternama di sekolah ini tengah memikirkan acara dadakan yang dibuat oleh dua rekannya. Jujur saja, mereka tetap setuju jika diadakan acara ini. Namun mereka pun kurang setuju jika membuatnya secara dadakan seperti ini.
"Apa yang akan kau lakukan jika mendadak seperti ini, Ibara?" tanya Jun yang memiliki pemikiran serta hal yang ingin ditanyakan yang sama dengan Tomoe.
"Bersenang-senang, merayakan keberhasilan kalian dalam menjalankan kerja sama dalam dua minggu itu," jawab Ibara dengan senyuman mencurigakan.
"Aku tak tahu tentang rencana mu yang sesungguhnya. Tapi, acara mendadak seperti ini akan sukses dengan rating kecil," ucap Tomoe dengan nada serius dan terkesan memicu perdebatan secara tak langsung.
"Tidak peduli besar atau kecil, kita akan tetap melaksanakannya," ucap Ibara yang terus teguh pada pendiriannya.
"Kenapa, Tomoe? Kau tampak tak senang untuk perayaan unitmu," ucap Nagisa yang sedari tadi berdiam diri dengan benda-benda berkilau serta berharganya.
"Tidak apa," ucap Tomoe yang kemudian bangkit dari singgasananya lalu berjalan menuju jendela yang cukup besar.
"Setidaknya undur satu atau dua hari," ucap Jun yang masih bersikeras untuk menunda pesta itu.
"Aku tahu maksud kalian, tapi semakin cepat maka semakin baik, bukan?" ucap Ibara yang membenarkan kacamatanya yang tak bergeser sedikitpun.
Kini baik Tomoe maupun Jun hanya bisa terdiam. Namun pikiran mereka berempat tetap ada pada satu tujuan. Ya, seorang gadis yang telah mereka selamat kan tempo hari, namun dalam artian yang berbeda pula.
*****
Bel surga telah berdering, para siswa segera menuju ke kantin maupun bermain atau membaca buku dengan teman-temannya. Termasuk sang gadis yang kini tengah menikmati makan siang seorang diri dengan tenang sekaligus damai.
Namun tetap saja hal itu tak berlangsung lama, teriakan para gadis mengganggu ketenangannya dalam makan siang. Dan ya, mau bagaimana pun sang gadis tetap tidak peduli tentang mengapa para gadis itu teriak. Karena yang ia tahu saat ini Nagisa tengah berdiri di samping mejanya bersama Ibara.
"Boleh kami bergabung?" tanya Ibara dengan sopan dan tentu saja sang gadis mempersilahkannya begitu saja. Sontak, hal itu langsung kembali menjadi gunjingan para siswa yang ada disana.
"Apa kau tidak bosan dengan hal ini, Neko?" tanya Ibara sepintas setelah memesan makanan untuknya dan Ibara.
Sang gadis pun berhenti menikmati makanannya dan berusaha menatap sang lawan bicara dengan perlahan. "Aku sudah terbiasa", jawabnya dengan pelan. "Dan terima kasih atas undangannya," sambung sang gadis yang kemudian melanjutkan untuk menikmati makanannya.
"Tak ku sangka Tuhan masih menyayangimu, Neko. Tuhan masih membekali mu dengan hati yang kokoh," puji Nagisa yang tengah menatap sang gadis.
Sang gadis pun tersenyum singkat sekaligus miris. Ya, sang gadis tahu hal itu. Namun manusia mana yang kuat menjadi bahan bully terus-menerus.
Tak lama kemudian, makanan yang Ibara pesan pun telah tiba. "Apa kau akan hadir dalam acara itu?" tanya Nagisa singkat sembari melihat menu yang telah dipesan.
"Tidak, aku tidak ikut," jawab sang gadis. Sejurus namun membuat Ibara merasa sesuatu yang berbeda, seperti penolakan yang sangat besar. Serta, ia pun berpikir jika ini takkan berjalan mulus seperti apa yang telah ia rencanakan.
"Benarkah? Padahal kau bisa melihat Hiyori-san dengan setelan jas disana," ucap Ibara yang membuat sang gadis berhenti untuk menikmati makanannya sebentar.
"Aku tetap tidak akan ikut," ucap sang gadis dengan tegasnya. "Permisi," ucap sang gadis yang telah selesai menghabiskan makanannya lalu pergi begitu saja dari hadapan Nagisa dan Ibara.
Tentu saja hal itu mendapat kecaman sekaligus tatapan tak suka dari para siswa angkuh disana, dan tetap saja sang gadis tak peduli.
Setelah mendengar serta melihat reaksi sang gadis, Ibara langsung bisa mencerna beberapa hal yang tak terduga. Namun jauh didalam pikirannya, ia telah mendapatkan banyak cara agar sang gadis mengikuti serta berpartisipasi dalam acara itu.
"Jadi?" tanya Nagisa sembari menikmati makan siangnya. "Aku punya rencana lain," ucap Ibara dengan senyum licik yang terpatri di wajahnya yang tampan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top