T.L.O.L | SPACE TIME

Emily meremas kertas yang ada di tangan kanannya menjadi tak berbentuk. Ia begitu marah dan ia dapat merasakan bahwa amarahnya tidak terkontrol. Ini pertama kalinya ia memiliki keinginan yang sangat besar untuk membunuh seseorang dan orang itu berada di dalam gedung ini

Ia berjalan masuk yang anehnya dapat melewati penjaga dengan mudah.

Perlahan ia berjalan kedalam rumah yang sepertinya tidak terawat itu, Emily berusaha berjalan tanpa membunyikan suara atau membiarkan sepatu boot yang dikenakannya menghentak lantai keramik itu dengan kasar. Walaupun hal itu bertentangan dengan perasaannya sekarang.

Sebelum ia membuka pintu besar yang ada di hadapannya, Emily mendengar suara yang begitu tegas dari balik pintu.

"Kenapa kau tidak masuk, Em?"

Tentu saja Emily mengenali suara yang seolah mengejeknya dan dengan keras ia membuka pintu di hadapannya lalu membantingnya hingga daun pintu itu menghantam tembok yang ada di hadapannya.

Luke duduk di sofa besar yang berada di balik meja, dengan kedua tangan di tangkupkan sementara matanya berkilat senang melihat Emily. "Aku tahu kau akan datang, Em, aku tahu kau tidak seperti kakakmu yang bodoh karena kau terlalu pintar dan kau tahu siapa yang seharusnya kau bela"

"Siapapun orang yang harusnya dibela, yang pasti orang itu bukan dirimu, Luke" jawab Emily kasar.

"Kutebak, kau datang ke sini bukan untuk bekerja sama denganku"

"..."

"Untuk apa kau datang ke sini, Em?" tanya Luke berusaha santai walaupun hatinya berdebar-debar. Ia terlalu marah untuk berbasa-basi. "Katakan dengan cepat, Em, sebelum aku benar-benar marah kepadamu dan kau tentu tahu apa yang akan aku lakukan ketika marah"

"Oh ya, kau akan membunuhku dan mungkin membuang tubuhku ke laut lalu membiarkannya menjadi makanan untuk ikan kecil disana"

Luke tidak bodoh begitupula dengan Emily. Mereka berdua memiliki pemikiran yang sama, bagaimana caranya memanfaatkan situasi dan kali ini Luke bisa melihat kalau Emily datang bukan dengan tangan kosong. Mata biru gadis itu memperlihatkan kemenangan dengan jelas dan Luke sama sekali tidak menyukainya.

"Kalau aku tidak bisa membunuhmu, aku masih bisa membunuh Christian. Kau tahu aku bisa melakukannya, Em"

"Tentu saja kau bisa melakukannya"

"Dan?"

"Bunuh saja, dengan begitu aku tidak perlu lagi menikah dengannya. Dan aku akan sangat berterima kasih kepadamu karena telah melenyapkan pria yang sama sekali tidak kuinginkan, Luke" jawab Emily. "Tapi bukan itu yang ingin kukatakan sekarang"

Pria itu melihat Emily seolah menantangnya untuk mengatakan apa yang ingin dikatakan gadis itu, sementara Luke menimbang-nimbang dimana para penjaganya sehingga bisa membiarkan gadis kecil ini masuk.

"Go to hell, Luke. Kau tidak akan bisa menyentuh Elena lagi, karena kalau kau melakukannya, aku akan membunuhmu. Aku akan melakukan begitu banyak permainan denganmu termasuk membunuh kedua orang tua yang sangat kau sayangi itu"

"Kau hanya membuang waktu dan tenagamu, Em"

"Kau telah kalah dalam permainan ini, Luke. Kita membuat permainan dan kau sudah kalah, tinggalkan mereka berdua. Kau tidak berhak mengganggu hidup mereka lagi, kau sudah kalah, Luke" desis Emily pelan

"Aku tidak pernah kalah, Em"

Untuk sejenak Emily menatap Luke dengan pandangan kosong, hingga ia merasakan seseorang masuk ke dalam ruangan. Menyadari satu orang penjaga Luke masuk ke dalam ruangan, Emily mundur selangkah dan tersenyum sinis. "Pengecut. Jadi kau akan menggantungkan nyawamu pada seorang penjaga, Luke?"

"Satu orang penjaga cukup untuk menenangkan kearogananmu, Em" Luke menatap penjaganya dan mengendikkan dagunya, "tangkap dia"

Emily langsung mengeluarkan hackler & knoch-pistol semi otomatis-dengan modul laser yang biasa digunakan oleh pasukan khusus AS. "Kau salah kalau berpikir aku tidak datang dengan persiapan, Luke"

"Kau tidak akan melakukan hal itu, Em"

"Bet me. Siapa yang memasang taruhan paling tinggi?" bisik Emily penuh kebencian. "kau sudah menyakitinya selama tujuh tahun dan selama itu pula aku harus berpura-pura menjadi orang yang tidak mengetahui apapun. tapi aku tahu, Luke, aku tahu kalau kau sudah menggunakan kekuasaan ayahmu sebagai walikota Texas hanya untuk mengambil alih media cetak"

"Em, turunkan pistol itu"

Dengan sengaja Emily menarik pelatuknya dan menunjukkannya kearah Luke, sementara tangannya yang lain mengeluarkan sebuah pistol dengan model yang sama lalu di arahkan ke petugas yang berusaha mendekatinya, "keluar, atau akan kutembak kepalamu"

"Dia tidak akan melakukan hal itu. Tangkap dia!" teriak Luke

"Oh, kau tidak akan melakukan hal itu, Luke karena aku sedang tidak bercanda"

Untuk menjawab pertanyaan Luke, ia menarik pelatuk dan menembak kearah lain, lalu moncong pistol itu kembali kearah penjaga yang kini sudah gemetaran. "Keluar dan selamatkan dirimu sebelum aku merubah pikiranku untuk melepaskanmu. Sekarang, pergi!"

Penjaga itu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir, ia langsung lari keluar dari ruangan itu tanpa memperdulikan teriakan Luke yang menggelegar.

"Jauhi Dom. Jauhi mereka, atau-"

"Atau apa? Membunuhku? Kau pikir, kau bisa melakukan hal itu Em? Kau adalah gadis terlembut yang pernah kutemui dan kau mencintai Christian, kalau sampai kau berani menembak, aku bisa menyuruh anak buahku untuk membunuh Christian sekarang juga!"

"Aku sudah bilang padamu, Luke, jangan memaksaku. I'm not my sister, mungkin Elena bisa kau gertak, tapi aku tidak. Kau ingin membunuhnya, maka silakan. Aku tidak perduli dengan pria itu. Go head, suruh pria suruhanmu untuk membunuh dia"

Ponsel Luke berada di tangan namun ia tidak menghubungi anak buahnya. Tidak, ia tidak akan melakukannya.

Tidak ketika gadis di hadapannya menatapnya dengan wajah yang tidak bisa ditebak sementara moncong pistol berbahaya itu berada tepat di hadapannya mengarah ke kepalanya. Luke mungkin nekat tapi ia tidak bodoh.

"Apa yang kau inginkan, Em?" tanya Luke kemudian. Ia berusaha tenang walaupun tidak benar-benar bisa melakukannya, tapi untuk memenangkan pertaruhan ini, ia harus tetap tenang.

Emily menatap Luke dan tahu kalau pria itu tegang. Ia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelamatkan Elena, apapun taruhannya. Ia tidak datang untuk mengalah!

"Jangan dekati kakakku, enyahlah dari hadapannya. Kau sudah hampir membunuhnya hari ini dan kalau sampai hal itu terjadi lagi, aku akan melubangi tengkorak kepalamu!" teriak Emily marah.

Lima belas menit yang lalu, Christian menghubunginya dan menjelaskan apa yang terjadi, dan Emily merasa sangat marah. Ia tidak bercanda ketika mengatakan akan membunuh Luke. Ia akan melakukannya... kalau saja ia tidak terlalu pengecut dalam melakukannya.

"kau setuju atau tidak, Luke?! Jawab!" Emily berteriak sambil mencondongkan pistolnya selangkah lebih maju karena Luke tidak menjawab pertanyaannya

"Iya sialan! Aku tidak akan mengganggu kakakmu lagi sekarang enyahkan pistol itu dari hadapanku, Em!"

"Kau bersumpah?"

"Aku tidak pernah mengucapkan sumpah bahkan ketika aku baru saja lahir di dunia, Em. Memangnya kau pikir aku percaya dengan Tuhan?"

Untuk jawaban Luke yang masuk akal, Emily memasukkan pistolnya kembali ke dalam jaket long coat dan berdesis penuh kebencian.

"Sudah cukup semua permainan ini, Luke. Kau memang sudah memenangkan setengah permainan selama tujuh tahun terakhir dengan membuat berita mengenai kegilaan Elena dan juga ketidak warasan Dom, tapi semua itu sudah berakhir. Aku-lah yang memenangkan permainan ini, kau tidak lagi bisa menggunakan media cetak untuk kepentinganmu lagi, Luke. Sudah berakhir"

"Tidak berakhir sampai aku mati, Em, dan kau tahu itu"

"Terserah" jawab Emily dingin dan membalikkan tubuhnya, berjalan dua langkah mendekati pintu dan memutar tubuhnya sedikit untuk melihat kearah Luke, "permainan terakhir, biar kukatakan kepadamu Luke, mengapa kau tidak pernah menang melawan Dom. Bukan karena El mencintai Dom. Kau lupa satu hal yang penting, Luke"

"..."

"Cinta bukan sesuatu yang bisa kau paksakan, mungkin kau bisa menggunakan seluruh kekuasaan yang kau miliki untuk memisahkan mereka berdua, tapi kau tetap tidak bisa mendapatkan hatinya. Karena Luke, bukan paksaan yang bisa merubah cinta, tapi kelembutan, dan kau jelas tidak mengerti hal itu"

"..."

"Kalau saja kau berusaha lebih baik untuk menunjukkan perasaanmu, maka kau mungkin akan mendapatkannya. Bukan masalah kapan mereka bertemu, bukan masalah apakah kau yang duluan melamar El, karena dariawal bukan itu permasalahannya" bisik Emily pelan. "karena dari awal Dom telah mencintai Elena, karena dari awal pria itu memperlakukan Elena bagaikan butir air hujan yang akan menghilang kalau di sentuh terlalu kasar. Selembut itulah perlakuannya. Dan karena itulah kau tidak akan bisa mendapatkan Elena, Luke"

"Enyah, Em..." desis Luke penuh kebencian

Sebelum Emily menutup pintu dengan kasar, ia mengeluarkan satu kalimat terakhir yang membuat Luke semakin membenci dirinya, "pria yang memilih segalanya melalui kekuasaan, tidak akan pernah tahu apa yang terpenting dari cinta. Karena dari awal kau tidak memilikinya, Luke"

Emily keluar dari rumah tersebut dan berjalan kearah gerbang utama, ia melihat Lilya yang berada di sana sambil bersidekap. Gadis itu memutar kepalanya dan tersenyum kecil, "bagaimana dengan aksi sok jago-mu itu, Em?"

"Kau hampir saja membunuhku! Ini pistol asli dan aku bahkan tidak mengetahuinya, Lil" gerutu Emily sambil melangkah mendekati gadis itu.

Tentu saja Emily tidak mengetahui kalau pistol itu adalah asli, ia pikir ini hanya semacam obat bius atau semacamnya yang tidak membahayakan. Emily melakukan hal ini karena telah merencanakannya dengan Lilya, dan sepertinya gadis itu juga telah meminta bantuan seseorang yang tidak dikenalnya untuk ikut membantu.

"Seriously, Em, memangnya kau pikir Cassius Alden akan memberikan mainan kepadamu? Dan apa kau pikir untuk menghadapi pria brengsek seperti itu membutuhkan mainan?"

"Tapi aku tidak menyangka kalau pria mafia itu akan memberikan pistol asli kepadaku, Lil"

Lilya mengangkat bahunya acuh dan menghela nafas panjang, "dia bukan mafia, Em, pria itu seorang triliuner dan-"

"Iya, iya, kau sudah mengatakannya kepadaku kalau pria itu bisa di percaya sebagai seorang triliuner, tapi itu bukan alasan mengapa dia bisa memberikanku pistol yang asli, itu melanggar hukum dan lagi Lil, bagaimana bisa pria seperti itu menyanggupi apa yang kau inginkan?"

"Aku tidak mau menjawab pertanyaanmu, Em, karena di sini kita hanya saling membantu untuk masalah kakakku dan kakakmu. Dan aku tidak akan membahas kehidupanku denganmu"

"Terserah kau saja, Lil. Aku hanya khawatir padamu, bagaimanapun kita sudah berteman dari kecil. Kalau kau tidak suka aku mengkhawatirkan dirimu, ya sudah..." sahut Emily santai sambil berjalan melewati Lilya yang masih mematung.

Kemudian Lilya merentangkan tangannya dan memeluk Emily dari belakang. Ia tidak mengatakan apapun, selain diam dan memeluk sahabatnya itu.

"Ada apa?" tanya Emily pelan.

Lilya menggelengkan kepalanya pelan.

"Kau selalu bisa berbicara mengenai apapun kepadaku, Lil. Dan aku akan membantumu, aku mungkin sudah berbuat salah kepada kak Dom, tapi aku tidak akan berbuat seperti itu kepadamu. Kau sudah seperti saudaraku sendiri, kau mengerti bukan?"

"Iya, aku tahu" sebenarnya Lilya ingin berdebat lebih jauh namun ia sadar, yang diinginkannya sekarang bukannya perasaannya tapi perasaan Dom yang baru saja menyelamatkan Elena dari masalah.

Di dalam mansion, Luke menggeram marah dan menggebrak meja berulang kali karena telah membiarkan dirinya di ancam sedemikan rupa oleh seorang gadis kecil yang bahkan tingginya tidak lebih dari bahunya. Sialan...!

Luke juga tahu kalau Emily tidak mungkin memiliki keberanian sebesar itu kalau tidak ada orang kuat yang akan menjamin keselamatannya.

Ia memang sudah berjanji, tapi pria bajingan sepertinya tidak akan pernah mengingat janjinya sendiri. Luke tidak perduli dengan janji yang diinginkannya adalah kematian Dominick Payne atau diri Elena seutuhnya.

Ketika salah satu penjaga yang tadinya pingsan kini masuk ke dalam untuk menerima amukan Luke namun bisa bernafas lega karena pria itu tidak melakukan apapun

"Seamus, beritahu beberapa orang kita untuk berjaga-jaga di Metro Rail dan juga bandara, aku curiga kalau mereka berdua akan melarikan diri"

"Baik, tuan"

"Kali ini, Seamus" bisik Luke memperingatkan, "jangan sampai anak kecil itu memperdayamu, jangan sampai kedua pasangan itu berhasil keluar dari Texas, kau mengerti?"

"Saya tidak akan melakukan kesalahan lagi, tuan"

Kemudian Seamus pergi dan Luke menggigit ujung tangannya. Ia tahu seharusnya dengan menjebloskan Dominick Payne ke penjara akan menjadi solusi yang sempurna, kalau kali ini ia bisa membuat pria itu mendekam di penjara selama tujuh tahun atau lebih, maka Luke memiliki akses yang sama besarnya untuk mendapatkan Elena.

Dulu ia terlalu bodoh untuk mengambil kesempatan saat pria itu masuk kedalam penjara karena Luke terlalu sibuk dengan aktingnya sebagai pria tertindas-Peter.

Tapi sekarang berbeda. Ia telah mendapatkan seluruh kepercayaan warga sebagai Peter Manton, dan membiarkan Luke Manton berada di dalam bawah tanah yang dingin itu.

"Aku akan mendapatkanmu, Elena, kau atau tidak sama sekali. Kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, kenapa aku harus membiarkan pria itu mendapatkanmu?" bisik Luke dengan penuh kebencian.

Ia membenci Dominick Payne yang sudah mengambil kesempatannya, karena kegagalannya untuk melamar Elena dan penolakan gadis itu seluruh hidupnya berubah dalam sekejap.

Luke ingat bagaimana ucapan ayahnya yang dingin itu ketika Elena menolaknya mentah-mentah, 'kau bahkan tidak bisa mengambil gadis yang kau cintai, dan kau masih mengatakan dirimu berguna, Luke?' Ketika itu, ia memang benar-benar mencintai Elena, namun kebencian yang perlahan-lahan mengakar di hatinya tidak bisa di hilangkannya. Ia mencintai sekaligus membenci gadis itu karena telah menghancurkan hatinya.

Apalagi ketika ia melihat gadis itu tersenyum begitu lembut kepada Payne, ia tidak bisa menerima hal itu. Luke berdesis benci dan memukul meja kerjanya berulang kali hingga tangannya memerah. Hatinya sakit dan juga kepribadiannya, Luke menyadari kalau ia telah salah tapi sesuatu yang telah terlambat dihentikan tidak akan sanggup di hentikannya sekarang.

Dia atau pria itu, hanya itu jawabannya.

°

TBC | 7 DESEMBER 2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top