T.L.O.L | SEMBILAN
"Seberapa keras usahaku untuk berusaha menjauhimu tetapi pada akhirnya aku tidak pernah bisa benar-benar menjauhimu, sebesar itulah arti dirimu untukku"-Elena Madeline
Emily terdiam di tempatnya, di bawah sinar rembulan dan remang-remang lampu. Ia tahu sudah bersikap bodoh dengan mendatangi Dom, tapi ia harus tahu apakah pria itu masih mencintai Elena, ia harus melihat dan mendengar jawaban itu dengan mata kepalanya sendiri. Dan ia sudah mendapatkannya.
Dan ketika Emily memutuskan untuk berjalan pulang, ia merasa ada seseorang yang menguntitnya lalu ia menoleh kearah belakangnya yang pekat dengan kegelapan malam dan mendongak, Emily menarik nafas panjang untuk memenuhi paru-parunya dengan udara, kemudian berteriak, "Let's play, Luke Manton. You like a games, right? Bet me, apa yang akan aku lakukan pada mereka, dan padamu?"
Namun tidak ada satupun jawaban atas perkataannya.
"Kau memaksaku, Luke, aku akan memberimu pilihan. Leave them or i'll haunt you"
Setelah ancaman yang dilayangkan oleh Emily, tidak lama kemudian ada sebuah suara berasal jauh di belakangnya, yang jelas bukan suara Manton yang biasa dikenalnya, tentu saja suara itu juga bukan suara Peter-saudara kembar Luke, suara tersebut lirih dan serak namun beberapa detik kemudian Emily bisa mengenali suara itu sebagai suara Luke "Kau tidak akan menang, Emily Ashton"
"Try me. Aku akan membunuhmu Luke kalau sampai kau berani melayangkan tanganmu pada kakakku lagi, coba untuk lukai mereka and I'll hunt you as simple as that" Emily berbalik ke belakang dengan tatapan kosong, "Aku akan membunuhmu kalau itu memang diperlukan Luke, dan kali ini tidak ada satupun keluargamu yang akan mampu menutupi kesalahanmu. Kau tahu kenapa?"
"..."
"Karena sama sepertimu, keluargaku akan melakukan apapun untuk menyelamatkanku. Kau hanyalah bajingan picik yang ingin mendapatkan apa yang tidak bisa kau dapatkan. Kakakku, akan melakukan apapun untuk menyelamatkan Dom dan aku akan membuatmu kalah kali ini, Luke"
"Kau tidak akan bisa melakukannya, sama seperti kakakmu kau memiliki hati yang rapuh untuk dimainkan" kemudian suara lirih Luke seakan mulai menggema, "kau bahkan tidak bisa mengatakan kepada pria brengsek itu alasan sebenarnya mengenai keabsenan Elena di hari itu"
Emily tersenyum kecil dan tertawa terbahak-bahak, mengibas rambutnya kebelakang dan mengernyit benci ke satu titik yang hanya di penuhi kegelapan dan cahaya remang-remang lampu jalanan.
"Tidak bisa mengatakan? Are you joking, Luke?" Emily tersenyum mengingat beberapa saat yang lalu ia tengah berbicara dengan Dom, dan semuanya seperti yang di pikirkannya, "Kalau kau pikir aku tidak bisa mengatakannya, maka kau salah. Memangnya kenapa aku menemui Dom di sini? Karena hanya di sini saja aku bisa menemuimu, bukan begitu? Kau dan pikiran brengsekmu itu tidak akan mampu menyentuhku, Luke"
"..."
"Coba lukai aku, dan Chris akan membunuhmu"
"Sepertinya kau lebih pintar dari kakakmu. Apakah kau sengaja melakukan perjodohan ini dengan Christian Jefferson untuk mendapatkan back up di belakangmu?"
"Pertunangan akan di lakukan, berita telah di sebar dan aku telah memastikan keluargamu mengetahui pertunangan itu. Kalau sampai kau berani melukai kakakku, aku akan membuat dirimu terlibat dalam semua ini. Melukai calon istri dari pengacara terbaik di Amerika? Try it, Luke"
"Kau akan menyesal telah membuatku melakukan semua ini"
Suara itu penuh dengan kebencian, walaupun sekarang kedua tangan Emily berair dan ketegangan menyeruak di seluruh tubuhnya, ia tidak akan mengatakan apapun mengenai ketakutannya sendiri. Tidak. Ia tidak akan kalah.
Luke Manton hanyalah orang gila, pria itu membutuhkan psikiater dan bukannya rasa kasihannya. Dan Emily akan membuat pria itu membayar semua yang telah di lakukannya kalau berani melayangkan satu saja jemari terkutuknya kepada kakaknya.
"Let's play a game, Manton" bisik Emily pelan dan membalikkan tubuhnya, menancapkan tumit heels-nya dengan tajam ke bebatuan, ia harus berjalan cepat tanpa terburu-buru, apa yang harus di lakukan Emily sekarang adalah membuat pria itu percaya bahwa pertunangan itu adalah hal yang sebenarnya. Dan ia berhasil melakukannya-semuanya sempurna seperti yang dikatakan oleh Christian.
∞
Elena membaca laporan yang diberikan seseorang di bawah karpet studionya. Ia menarik nafas panjang, melempar dokumen itu dan mengambil tasnya sebelum keluar. Seseorang hendak melakukan sesuatu kepada Dom dan hal itu cukup membuatnya menarik nafas panjang.
Ketika ia melangkahkan kakinya di bebatuan depan bangunan, seseorang menarik tangannya hingga punggungnya menabrak tembok dingin dengan sangat keras.
Tapi bukan itu yang membuatnya tersentak, nafasnya memburu karena ia melihat siapa yang menariknya. "Luke Manton" bisik Elena penuh kebencian
"Aku tahu cepat atau lambat kau akan menyadariku, El" bisik Luke, tangannya menelusuri rahang Elena dan mengelusnya lembut, membuat lingkaran kecil di sana dan kepalanya maju mendekat, "aku akan membuat bibirmu merintihkan namaku"
"In your dream"
"Memang. Tapi aku sudah berhasil membuat kalian berpisah, jadi sebentar lagi hal itu bukan mimpi, Elena. Kau akan menerimaku seperti kau menerima bajingan itu"
Elena tertawa sinis dan menatap Luke dengan perasaan benci, "kill me. Karena aku tidak akan pernah menerimamu. Jangan pernah samakan dirimu dengan Dom! Kau bahkan tidak ada satu persen pun sikap menakjubkan seperti yang dimiliki pria itu! Kau hanya bajingan yang tidak memiliki harga diri, Manton"
"Jaga bicaramu, Elena"
"Pity of you! Kau bahkan membuat adikmu terjebak dalam lumpur yang sama. Memalukan!"
"Kau menolakku dan siapa yang sudah menginjak harga diriku? KAU! Kau menolakku dan malah memilih sampah sepertinya!" Luke mengguncang-guncangkan kedua lengan Elena hingga tubuh kecilnya menabrak tembok besar
Walaupun Elena merasa nafasnya seakan terhentak-hentak karena tubuhnya membentur tembok, ia tidak sekalipun mengalihkan pandangannya. Elena marah dan terlalu membenci Luke sehingga sepertinya rasa sakit dan takut itu telah berubah menjadi kemarahan. Namun diam-diam Elena berusaha menarik nafas dan menahan dirinya agar tidak meringis.
"Aku akan merusaknya dan aku akan membuat kau mengingat semua ini, El. Aku yang seharusnya kau pilih dan bukannya dia. Aku dan bukannya bajingan itu!"
"Aku lebih baik mati daripada harus memilih bajingan sepertimu" bisik Elena dengan penuh kebencian
"Kau-"
Mendadak Elena merasakan kelegaan yang luar biasa ketika punggungnya tidak lagi menabrak tembok dingin dengan kasar, dan ia bisa bernafas lega karena tangan kekar Luke tidak mencengkramnya dengan kasar.
Elena mengusap kedua lengannya dan melihat kedua pria tinggi dengan bobot tubuh tujuh puluh lima kilogram tengah menatap satu sama lain. Namun ada yang ganjil di sini, karena Luke terlihat kecil di hadapan Dom yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia menelan saliva-nya dan jantungnya berdebar dengan kencang.
"Dom..." bisik Elena pelan berusaha mendekat namun ketika ia melihat tangan Dom terangkat keatas, ia terdiam ditempat.
"Jangan kesini, El" ucap Dom pelan namun dingin.
Ia bahkan bisa melihat sedetik kemudian Luke menyerbu Dom dan mulai mencekik leher Dom dengan kasar dan mata hijaunya memancarkan kebencian yang tidak di tutupi. "Aku terlalu baik padamu, Dominick Payne! Seharusnya aku membuatmu membusuk di penjara untuk selamanya! Bajingan tengik!"
Dom menendang perut Luke sehingga pria besar itu tersungkur kebelakang dan dengan cepat ia memukul salah satu wajah Luke, memiting salah satu tangan pria itu, namun Luke membalas, melakukan pukulan jap ke kiri dan mengenai salah satu sisi wajah Dom
Sebenarnya bisa saja Dom memukuli pria itu sampai mati, namun ia tidak akan melakukannya. Pertama, di belakang tubuhnya masih ada Elena dan kedua, bahkan setelah keluar dari penjara ia masih akan terus di awasi selama satu tahun. Dan ia tidak akan kembali lagi ke penjara karena Luke.
Ketika Dom tidak membalas, Luke tertawa ketika memukuli wajah Dom di bawahnya, "inilah wajahmu yang seharusnya! Kau seharusnya berlutut! Pria yang tidak memiliki apapun sepertimu, pria sampah sepertimu seharusnya berlutut dan bukannya-" Luke tidak berkata apapun dan ia merasakan logam dingin di lehernya
"Lepaskan Dom atau aku akan membunuhmu" bisik Elena dingin.
Luke mengangkat kedua tangannya sehingga tidak lagi memukuli Dom, ia tersenyum kecil denagn setengah kepala di putar untuk menatap gadis kecil yang berani meletakkan pisau di lehernya, "kau pikir, kau bisa melakukannya, Elena?"
"Aku bisa melakukannya kalau memang terpaksa"
"Kau terlalu lembut untuk memegang senjata, Elena. Kau tidak akan berani"
Dengan kasar Elena memperdalam logam itu pada leher Luke sehingga menyebabkan luka goresan di leher putih milik Luke. "Aku bisa melakukannya, Luke. Jangan memaksaku. Kalau aku harus membunuhmu untuk menyelamatkan Dom, maka aku akan melakukannya"
"Lepaskan pisau itu dariku Elena, jangan memaksaku"
Elena tidak melakukannya.
Kemudian Luke entah bagaimana memiting tangan Elena yang memegang pisau dan membanting gadis itu di atas bebatuan. Sebelum lari, Luke berbisik lemah di tempat itu, "kau memaksaku, El"
Nafas Elena terasa berhenti ketika punggungnya di hempaskan dengan begitu kasar keatas bebatuan. Matanya berkunang-kunang dan ia merasa jantungnya tidak memompa darah ke seluruh tubuhnya. Namun ketika ia membuka mata, ia menyadari sesaat sebelum Luke membantingnya, Dom telah menangkapnya dari bawah sehingga tidak seluruh tubuhnya menghantam bebatuan.
"Dom..." bisiknya pelan
Sementara Elena tergeletak dalam diam, Dom memegangi tengkuk gadis itu dan memeriksa seluruh tubuh Elena. Ia meraba tungkai gadis itu, tengkorak hingga ke tubuhnya, dan nafasnya tersentak dengan kasar ketika menyadari Elena menarik nafasnya dan terengah-engah berulang kali dengan kasar karena terkejut.
"Can you hear me, El?" bisik Dom pelan
Elena bermaksud untuk mengangguk namun ia merasa sangat sulit melakukannya, jadi ia memaksakan dirinya untuk berkata, "ya, apa yang baru saja terjadi?" seolah ia tidak bisa mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
"Jangan diingat"
Ketika ia hampir saja mengucapkan sesuatu yang lain, Dom telah menyelipkan tangannya kebelakang tengkuk dan satu lagi di belakang pahanya, "Dom..." bisik Elena pelan.
"Jangan berbicara, jangan mengucapkan apapun. Aku akan membawamu kembali ke rumah"
"Jangan rumah. Bawa aku ke studio"
Sejenak Dom menatap Elena sambil mengernyit, seakan-akan ia sedang bertanya dalam diam 'mengapa studio?' namun Elena hanya tersenyum kecil dan berkata untuk menjawab pertanyaan Dom dalam diam, "please?"
Dom tidak lagi bertanya melainkan membawa gadis itu ke studio yang jaraknya tidak jauh. Bahkan sebenarnya mereka masih berada di dalam kawasan bangunan studio Elena. Satu sisi Dom merasa cemas setengah mati, sementara Elena berharap keadaan ini akan berlangsung selamanya dengan Dom membopongnya dan mata abu-abu pria itu menatapnya dengan penuh kekhawatiran-seperti dulu
∞
Lima menit setelah Dom meletakkan Elena di atas tempat tidur dan memaksa gadis itu agar tidak melakukan apapun, ia keluar dan meraba-raba tempat p3k yang terletak di dalam lemari kamar mandi, namun tidak menemukan apapun di sana. Tidak aspirin tidak juga obat lainnya, seperti biasanya tempat itu kosong.
Dom menutup lemari itu dengan kasar dan bersiap memarahi Elena yang tidak meletakkan apapun di sana. Namun ketika hendak berbalik, ia merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangnya.
"Aku baru saja akan menemuimu. Kenapa kau tidak memasukkan obat apapun di sini. Kau-"
"I miss you, Dom" bisik Elena pelan, ia semakin mengetatkan pelukannya ketika merasa Dom akan menguraia pelukan mereka, namun pria itu tidak melakukannya. "I just... miss you. Ini bukan karena aku merasa bersalah... tapi karena aku benar-benar merindukanmu. I... miss you so much..."
"Lepaskan El..."
Elena menggeleng. "Kalau aku melepaskanmu, kau akan pergi bukan? Kau... akan meninggalkanku di belakang sama seperti sebelumnya. Kau akan terus mengatakan kalau kau membenciku..."
"El..."
"Malam ini saja, apa aku tidak boleh mendapatkan Dominick-ku? Pria yang hanya menjadi milikku dulu, apa aku tidak bisa mendapatkan pria itu lagi malam ini? Just one night... please"
Ada ribuan kata yang bisa di ucapkan mereka sebenarnya, tapi tidak satupun dari mereka yang mengatakan kata-kata tersebut, namun mereka merasakan hal yang sama. Kesepian dan saling membutuhkan.
"Lepaskan El" bisik Dom pelan dan perlahan ia mengurai pelukan mereka. Dom melepaskan tangan Elena yang melingkar erat di pinggangnya.
Air mata Elena mengalir tanpa tertahankan, ia terisak dan tidak perduli apakah dengan meminta pria itu berada di sampingnya malam ini akan menghilangkan harga dirinya-ia tidak perduli. Dom mengulurkan jemarinya, menyelipkannya di dagu Elena dan mengangkatnya agar menatapnya.
"Jangan bermain api atau kau akan terbakar, kau jelas mengetahui ungkapan itu"bisik Dom pelan dengan tatapan yang membuat tubuh Elena membeku untuk sesaat.
Dom menyelipkan sebuah ciuman panjang, mengusap dan membelai. Ia melakukan ketiga gerakan itu dengan hati-hati seakan-akan tidak pernah melakukan hal ini seumur hidupnya. Tangannya meraba pinggang, menyelipkannya masuk dari sisi kemeja Elena yang terbuka dan membelai kulit halus itu.
Ciuman Dom terasa kuat dan ganas seolah menghukum, ia terus mengelus dan mencium hingga Elena merasa kedua kakinya tidak sanggup lagi menopang berat tubuhnya. Elena hampir saja berteriak memprotes ketika Dom memundurkan kepalanya, menyudahi ciuman mereka.
"Push me, El, atau kau akan membiarkanku melakukan semua ini?" Dom mengecup leher Elena dan hatinya bersorak ketika mendengar desahan dari bibir gadis itu
"I don't want to push you away. Kalau memang aku sedang bermain api, aku ingin bermain denganmu-hanya denganmu, Dom" lirih Elena pelan, nafasnya mulai memburu ketika pria itu mengecup lehernya dan turun ke belahan dadanya.
Dom mengangkat tubuh Elena, berjalan menelusuri ruang tamu dan masuk ke dalam kamar. Setelah meletakkan tubuh Elena diatas tempat tidur queen size, ia memerangkap gadis itu di bawahnya. "aku menginginkanmu, setidaknya ini adalah salah satu cara untuk menenangkan syaraf ku yang sudah tegang. Kau, my lady, akan memuaskanku malam ini, ditempat tidur ini. Tampar dan usir aku kalau bukan ini yang kau inginkan, cegah aku untuk melakukan semua ini, El, katakan dengan jelas kalau kau menginginkan tempat lain"
"Aku tidak ingin tempat lain, aku ingin kau"
"Dan aku akan memastikan kau mendapatkannya" bisik Dom dan perlahan ia menuruni tubuhnya menghimpit tubuh kecil Elena. Ini bukanlah hal yang ingin dilakukannya, apa yang ingin dilakukannya adalah menghukum Elena.
Tetapi kejadian tadi, di mana ia melihat Elena terbaring karena perlakuan kasar dari Manton, ia merasa jantungnya berdentum dengan sangat kasar, seolah-olah ada ribuan orang memukul jantung, insting Dom memaksanya untuk mengambil alih sepenuhnya.
Ketika Dom menangkap gadis itu, ia tidak berlari melainkan melompat. Ia bahkan tidak perduli dengan keselamatannya sendiri, Ia tidak mendengar apapun, tetapi lima detik itu membuat tenggorokannya bergetar oleh teriakan serak yang melaungkan nama Elena.
Saat itu, Dom ingat betapa ia ingin membunuh Luke di sana, ia tidak perduli apakah setelah ini ia akan masuk lagi ke balik jeruji. Karena perasaan primitive ini seolah merobek salah satu ego-nya yang tersisa.
Dom mungkin marah tapi tidak sebodoh itu untuk menyadari bahwa sebagian dirinya masih menginginkan gadis itu, dan ia bukanlah pria buta yang tidak menyadari bahwa Elena juga menginginkannya sama besarnya seperti ia menginginkan gadis itu. Dan malam ini, ia berencana untuk membalas gadis itu sedikit demi sedikit dan membuat erangan di seluruh ruangan ini-just one night.
TBC | 08 NOVEMBER 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top