T.L.O.L | PART 6
"Aku benci menjadi lemah, tapi aku tidak membenci kelemahanku di depan dirimu" -Elena Madeline
"Ayolah, aku hanya bercanda. Wajahmu tidak perlu seperti wajah yang akan di hukum mati seperti itu" ucap Christian tertawa terbahak-bahak, "aku memiliki Emily dan aku tidak akan menghianatinya, El"
"Kalau begitu, jangan bercanda seperti itu!"
"Kau terlihat begitu menyedihkan" Christian mengangkat bahunya acuh, "kau dan Dom terlihat menyedihkan"
"..."
"Tujuh tahun, El, apa tidak cukup selama tujuh tahun kalian saling menyakiti? Dan apa kau tidak bisa membuat semua ini berhenti?"
"Jangan ikut campur urusanku, Chris"
"Kau sudah ditolak lebih dari dua puluh tujuh pengacara terbaik di Texas, El. Tidak ada yang setuju membantumu untuk kasus Dom yang sudah ditutup. Apa kau sama sekali tidak mengerti arti kata menyerah?" tanya Chris frustasi.
Elena bangkit dari tempat duduknya dan menatap marah pada Christian, ia membiarkan telunjuknya beradu di hadapan pria itu. "Kita memang berteman, Chris. Tapi jangan pernah, jangan sekali-sekalinya kau menceramahiku. Jangan sekali-sekalinya, Chris!"
"Kau sudah kalah. Tujuh tahun yang lalu kau sudah kalah, dan tidak ada yang menjamin kali ini kau akan menang. Kau sudah kalah, Elena. Apa lagi yang mau kau pertaruhkan kali ini? Ginjalmu? Jantung atau hati?"
"..."
"Kau sudah hampir kehilangan seluruh tabunganmu hanya untuk menyewa pengacara yang bahkan tidak mau membantumu sama sekali. Dan sebagai sahabatmu, aku tidak diperkenankan untuk melarangmu melakukan hal bodoh seperti itu?"
"..."
"Bawa pria bodoh itu pergi dari Texas. Itu adalah satu-satunya cara agar kalian berdua bisa kembali seperti dulu atau buat pria bodoh itu menjauh dari situasi gila yang selama ini menghantui kalian!"
"..."
"Atau kau memang ingin melihat Dom bersama dengan gadis lain? Dengan Emily misalnya?" tanya Chris berusaha memancing emosi Elena yang datar.
Ucapannya barusan tentunya mampu menarik sedikit emosi dari Elena dan ia sengaja melanjutkan ucapannya, "aku melihat beberapa kali mereka berhubungan dan tidak hanya sekali saja Emily mendatangi tempat tinggalnya. Dan-"
"Apa maumu sebenarnya, Chris?"
"Tidak ada"
Elena memijat pelipisnya dan menggigit bibir dalamnya kencang-kencang. Ia tidak akan menangis karena ucapan Chris. Karena Elena sendiri tahu bahwa Chris hanya menggodanya seperti biasa, tapi entah kenapa godaan pria itu kali ini tidak bisa membuatnya tersenyum.
"Apa ini yang kau inginkan, El? Melihat dia tertawa dengan gadis lain dan gadis itu bukan dirimu lagi?"
Tidak...
"Ya" jawab Elena pelan. "Setidaknya itu lebih baik"
Ia mengalihkan pandangannya kearah lain dan memejamkan mata erat-erat, perlahan ia bisa mendengar suara tawa Dom yang sudah lama tidak pernah di dengarnya. Kemudian Elena membuka mata dan menatap kearah Christian, "bukan aku yang harus kau khawatirkan, Chris. Kau sebaiknya mengkhawatirkan dirimu sendiri karena kalau Emily mampu mendapatkan Dom, kau akan patah hati, bukannya aku"
"Jangan membohongi dirimu sendiri, El, kau juga akan patah hati kalau itu terjadi"
Elena mengeratkan genggamannya pada lengan atasnya dan tersenyum kecil kearah Chris. Ia mungkin terganggu dengan ucapaan Chris mengenai adanya gadis lain yang mendekati Dom, tapi ia tidak akan membiarkan pria itu mengetahui perasaannya, karena Chris pasti akan tergelak dan menertawainya seperti biasa.
"Kau salah. Aku tidak patah hati, Chris karena kalau dia bahagia maka aku juga akan bahagia"
∞
"Kau gila!" bentak Chris pelan ketika mendengar ucapan itu dari bibir Elena.
Siapa yang bisa menyangka, Elena Madeline seorang gadis keras hati yang mencintai Dominick mampu mengatakan tidak peduli apakah pria itu akan berhubungan dengan gadis lain atau tidak. Ini mustahil tapi Christian memang mendengarnya dan ia tidak sedang berhalusinasi!
"Kau gila, El, bukan ini yang kau inginkan!"
"Memangnya siapa dirimu sampai tahu apa yang kuinginkan dan apa yang tidak kuinginkan, Chris?" tanya Elena dingin.
"El..."
"Aku lelah, bisakah kita hentikan pembicaraan ini? Masih banyak lukisan yang harus aku buat" bisik Elena dan ia membalikkan badan, mengenakan kembali apron-nya dan berjalan ke tengah studio berpura-pura asik dengan kegiatannya. Melukis.
Christian menatap Elena yang sepertinya menenggelamkan dirinya dalam dunia melukisnya hanya untuk lari dari kenyataan. Ia menghela nafas panjang, jemari panjangnya mengelus tengkuknya. Sebenarnya Christian merasa bersalah, karena tidak ada satupun ucapan yang tadi terlontar dari bibirnya yang benar.
Ia tidak pernah melihat Emily berkunjung kerumah Dom ataupun melihat mereka bergandeng tangan mesra. Karena kalau sampai itu terjadi, yang pertama kali membunuh Dom adalah dirinya dan bukannya Manton. Christian tersenyum kecil seakan mengejek dirinya sendiri.
Kemudian ia bangkit dari sofa dan mendesah, "Dom tidak masuk kerja selama dua hari, El, sepertinya dia terkena alergi bunga. Aku hanya ingin mengatakan hal itu kepadamu" ketika ia menyadari tubuh Elena menegang, Christian menambahkan perkataannya dengan suara mengejek, "maaf, aku lupa kalau kau sudah memberikan Dom kepada gadis lain, kenapa juga aku harus mengatakannya kepadamu"
Lalu ia meletakkan sebuah kunci di atas meja kecil yang terletak di daerah dapur, "ini, kalau-kalau kau tertarik untuk melihat mantan kekasihmu yang terkapar tidak berdaya di apartemen bobroknya. Kalau tidak tertarik, kau bisa meletakkannya di bawah karpet dan aku akan mengambil kunci ini besok. Yah, nikmati harimu El, karena seperti katamu, aku tidak mengerti apa yang kau inginkan atau tidak"
Pintu tertutup setelah ucapan sinis itu. Dan Elena menghentikan gerakan tangannya di atas kain berukuran 2 meter di atas keramik.
∞
Dom benci merasa tidak berdaya-seperti sekarang.
Kepalanya terasa panas, berdenyut dan keringatnya keluar terus menerus. Ini sudah keempat kalinya ia mengganti pakaian, dan Dom membenci ketika seluruh tubuhnya lengket karena keringat sementara ia tidak bisa menggerakkan satupun tubuhnya.
Ketika Dom mengumpulkan keinginannya untuk menggerakkan tubuhnya, ia bisa melihat lututnya seakan tidak bisa digerakkan sementara ia berusaha membuka t-shirt di tubuhnya. Beberapa kali ia mengumpat dan membaringkan tubuhnya sebentar sebelum melakukan gerakan yang sama.
Dan ketika ia hendak bangun lagi untuk mengenakan t-shirt bersih di atas kursi yang ada di samping tempat tidurnya, kepalanya terasa berdenyut. "Sial..." lalu ia bersin keras sekali lagi. "Oh Tuhan..."
Ia lebih baik mendapatkan pukulan telak di rahang sehingga ia tidak akan mampu menggerakkan kepalanya selama beberapa hari. Tapi ini... adalah siksaan terberatnya. Brengsek!
"Angkat tanganmu, Dom" bisik suara yang mendadak terdengar di sampingnya.
Dom berusaha menoleh namun gerakan itu malah membuat kepalanya semakin berdenyut. "Siapa..." bisiknya lemah namun tetap mengikuti instruksi suara lembut itu. Tidak... Dom sepertinya tahu siapa pemilik suara lembut itu
"Good boy, sekarang tangan yang satunya, Dom"
Gadis itu berusaha membantu Dom memakaian t-shirt yang tadi tidak bisa dilakukannya, dan setelah itu membiarkan Dom memejamkan matanya, sementara itu tangan gadis itu meraba keningnya dan tersenyum, "tidak seburuk itu. Kau pasti akan sembuh ketika pagi tiba, kau sudah minum obat?"
"Obat?" tanya Dom linglung
"Iya obat, dan makanan? Kau sudah makan?"
"Obat... dan makan?" Dom mengulangi pertanyaan itu seakan-akan gadis di sampingnya mengucapkan kedua kata itu dalam bahasa yang berbeda dan bukannya bahasa inggris. "Apa..."
"Sudahlah, jangan berbicara atau berpikir, tidurlah Dom. Aku akan mengkompres kepalamu"
Dom tidak benar-benar mendengar apa yang diucapkan gadis itu, tepatnya ia tidak bisa mendengar karena telinganya seakan berdengung jadi ia mengikuti perintah gadis itu-tidur. Namun kali ini tidurnya terasa lebih nyaman di banding malam-malam sebelumnya.
Tidurnya kali ini di sertai tanpa mimpi buruk, karena kali ini sepasang tangan dingin dan mungil berada di dekapannya. Aneh... tapi ia memang menginginkan semua ini. Elena... Dia pasti Elena dan aku tidak bisa membuka mataku, bisik Dom dengan mata terpejam
"Maafkan aku karena masuk ke dalam apartemenmu seperti ini, Dom, aku khawatir dan aku..." Elena mengelus rahang Dom, sesekali air matanya menetes dan ia memajukan kepalanya, mengecup rahang kokoh itu, "aku merindukanmu Dom..."
El...
Elena merebahkan kepalanya di atas dada Dom, sementara itu ia membiarkan tangannya menggenggam erat tangan besar pria itu. Sesekali ia mengangkat kepalanya dan mengecup bibir kering Dom. "Bagaimana keadaanmu ketika berada di balik jeruji? Siapa yang menemanimu ketika alergimu kumat?"
Tidak ada...
"Apa kau merindukanku? Apa ada gadis lain yang merawatmu seperti yang pernah aku lakukan?"
Tidak ada, El...
"Aku seperti orang bodoh, Dom, tujuh tahun ini aku tidak bisa melupakanmu walaupun hampir seluruh penduduk Texas memperlakukanku seperti...hama?" bisik Elena menghapus air matanya dengan punggung tangan. "Aku merindukan kita yang dulu..."
Jangan menangis, El, hanya itu saja yang jangan kau lakukan...
Elena mengangkat tangan Dom dan ia mengecup punggung tangan yang penuh dengan beberapa parut akibat pekerjaan yang selama beberapa hari ini di lakukan Dom, "apa berat bekerja di sana? Apa ada yang menganggumu, Dom?" bisiknya pelan, sambil perlahan menghitung serta mengelus lembut parut tersebut.
Tidak ada, hanya saja pekerjaan itu berat.
"Apa kau mencintai Emily?"
...
"Apa keberadaanku sudah tergantikan, Dom?" bisik Elena pelan, tangannya mengelus bibir Dom dengan gerakan konstan berulang. "Apa...kita sudah tidak ada?"
Kemudian isak tangis Elena terdengar di ruangan kamar Dom yang sempit, rasa tidak berdayanya membuat dirinya merasa begitu lemah. Dan Elena benci, ia membenci dirinya yang sekarang. Ia membenci ketidak berdayaannya tujuh tahun yang lalu dan juga dirinya yang sekarang.
"Aku tidak mau" bisiknya pelan
Elena menggeleng kepalanya, "aku tidak mau kau meninggalkanku, Dom, aku tidak bisa menerima kalau tidak ada kita, aku tidak bisa menerima dirimu yang menjauh dariku. Aku... tidak bisa kehilanganmu" isak Elena pelan. "Kau boleh marah padaku, Dom, marahlah padaku tapi jangan jauhi aku... tolong, jangan jauhi aku..."
Hentikan, El, hentikan...
Walaupun Dom berusaha menggerakkan lidahnya atau membuka mulutnya, ia tidak bisa melakukannya. Walaupun yang ingin dilakukannya adalah memeluk gadis itu, menenangkannya, ia tidak bisa melakukannya. Padahal yang diinginkannya adalah menghapus air mata Elena, hanya itu yang tidak bisa di lihatnya.
Elena mengangkat tubuhnya, menempelkan kening mereka berdua dan ketika melakukan hal itu air matanya menetes mengenai salah satu sisi wajah pria itu. Ia memejamkan mata dan berkata, "Aku mencintaimu bukan untuk melukaimu, Dom" bisiknya pelan.
Dom tahu ia telah bersikap sangat jahat pada Elena, ia sudah gila karena menginginkan gadis itu sekaligus marah padanya. Terlalu besar keinginannya untuk menghukum Elena sekaligus mencintai gadis itu. Semua ini terlalu menyakitkan dan ia tidak bisa menanggungnya.
Malam itu, keduanya berusaha mengungkapkan perasaan mereka dalam diam, walaupun mereka tidak tahu apakah perasaan itu akan tersampaikan, tapi sepertinya Elena dan Dom tidak menginginkan jawaban atas pertanyaan itu. Bagi mereka, berdua lebih baik di banding sendirian.
Sementara Elena mengecup rahang Dom, Dom tetap memejamkan mata. Gerakan itu terjadi berulang kali hingga pagi tiba dan Dom mendapati gadis itu tidak lagi berada di sana.
Tapi ia bisa merasakan gadis itu.
∞
Dom terbangun dengan tubuh yang segar namun hati yang kehilangan. Ia terduduk di tempat tidur dengan kepala masih menyandar tembok. "El..." bisiknya pelan.
Kemudian ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Bukan keinginannya kalau hatinya terus memberontak dan bukan kesalahannya kalau yang diinginkannya adalah mendobrak kamar gadis itu dan membawanya di atas ranjang ini.
Aku mencintaimu bukan untuk melukaimu, Dom
Lagi dan lagi kalimat itu berputar-putar di benaknya, seperti sebuah nyanyian setan. Kalimat itu pasti akan merusak harinya, bukan hanya hari namun selamanya. Dan Dom benci ketika harus mengakui bahwa perasaan cintanya lebih besar daripada perasaan kesalnya.
Ia mendesah kesal dan tanpa sadar memukul nakas yang ada di samping ranjang, sehingga tanpa sadar sebuah gelas terjatuh membentur keramik dan pecah. Dom menoleh kearah nakas dan menghela nafas. Kemudian ia melihat secarik kertas.
Aku menyiapkan bubur di atas meja makan. Kau tidak perlu khawatir sakit perut, karena aku membelinya. Baju bersih ada di ruang tamu, karena kau tidak memiliki lemari jadi aku meletakkan di atas sofa, dan obat alergi ada di atas meja makan sama seperti buburnya. Have a nice day. -E-
Ini bodoh dan Dom mengetahuinya dengan sangat jelas.
Namun ia malah melakukannya, ia mengangkat carik kertas itu dan mengecupnya ringan. Sementara hatinya bersorak karena ternyata semua ini bukan mimpi, kepalanya mengutuk keberadaan gadis itu yang malah memperparah suasana hatinya.
"Dom, perbuatan itu sangat menjijikan" Dom menoleh dan melihat Christian di kusen pintu dengan sebelah tangan dimasukkan kedalam saku celananya. "Kau sudah sembuh?'
"Untuk apa kau berada di sini, Chris?"
Christian memutar bola matanya dan mendengus, "aku yang membuat dia datang kalau kau mau tahu. Seharusnya kau berterima kasih, dude, bukannya mengusirku"
"Justru aku seharusnya mengusirmu karena telah ikut campur dalam masalahku, Chris"
"Jangan bodoh. Aku bisa melihat seluruh tubuhmu ingin berterima kasih padaku" jawab Chris tak acuh.
Dengan lelah Dom duduk di sisi tempat tidur dan menghela nafas, "dia harus menjauh dariku, Chris"
"Kau seharusnya berada di sisinya, bodoh. Bukannya malah memaksa dirimu sendiri untuk meninggalkannya"
"..."
"Lagipula aku heran, kenapa kau bersikeras untuk meninggalkannya? Kau marah, aku mengerti karena dia telah mengkhianatimu. Tapi meninggalkannya? Itu hal terakhir yang bisa kupikirkan, Dom. Kau marah tapi kau tidak benar-benar berhenti mencintainya. Jadi apa masalahnya?"
"Tidak ada"
"Oh Come on, apa kau akan selalu bilang tidak ada dan tidak tahu setiap kali aku bertanya?" gerutu Chris sebal
Dom terdiam sejenak dan menghela nafas panjang, kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya, ia memejamkan mata sesaat dan berkata dengan suara lirih. "Apa kau pernah berpikir, Chris?"
"..."
"Kalau aku tetap berada di sisinya, kejadian itu tidak akan pernah lepas dari benak El, gadis itu akan selalu dan selalu mengingat bagaimana bajingan itu memperlakukannya. Dan El akan..." Dom mengetatkan rahangnya dengan perasaan benci, "...kejadian itu bukan kejadian kecil seperti pencopetan, Chris. Kejadian ini merusak salah satu sisi Elena yang tak terlihat"
"Justru karena itu kau harus berada di sisinya dan menyembuhkannya!"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau keberadaanku akan menyembuhkannya dan bukannya semakin menyakitinya? Bagaimana kau bisa yakin kalau dengan adanya keberadaanku di sisinya tidak akan membuatnya terus mengingat kejadian itu?"
Chris menaikkan kedua tangannya di udara dan menghela nafas, "baik, baik, kau dan Elena sama bodohnya dan aku lelah berdebat dengan dua orang bodoh seperti kalian. Teruskan saja kemauan kalian yang menyakiti satu sama lain. Aku memberikan hak penuh kepadamu untuk meneruskan permainan bodoh ini, Dom" lalu Chris membalikkan tubuh dan meninggalkan Dom sendirian di kamar.
"Ini bukan permainan bodoh..." bisik Dom pelan dengan kepala di tundukkan begitu dalam.
TBC | 02 November 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top