T.L.O.L | Luke and terror
T.L.O.L—Part 25
Elena berjalan keluar dari bilik kamar mandi dan mencuci tangannya di wastafel sambil bersenandung dengan ria tanpa mendengar adanya derit pintu yang terbuka satu meter dari sisi kirinya.
Ketika ia mendengar bunyi klik, Elena menghentikan gerakan tangannya yang masih berada di bawah pancuran air. Perlahan ia menoleh kearah pintu, kemudian seluruh tubuhnya berubah menjadi tegang, nafasnya memburu dan ia telah menoleh arah lain seakan mencari perlindungan.
"Hai, Elena" ucap Luke dengan kedua tangan masih menutupi kenop pintu kamar mandi untuk menutup akses keluar wanita itu.
Tanpa menjawab, Elena mengambil langkah dan berlari kesalah satu bilik, dengan cepat ia mengayunkan pintu kamar mandi tersebut agar tertutup namun Luke telah berada di sana dan meletakkan kakinya di sudut pintu sehingga pintu tidak dapat tertutup.
"Jangan begitu, kau tahu kalau tindakan itu sia-sia bukan?" Luke menyeringai dan seluruh tubuh Elena bergetar karena takut.
Ia tidak ingin takut tapi seluruh tubuhnya memberikan signal yang berbeda. Sama seperti tujuh tahun yang lalu, seluruh tubuhnya mengingat dengan jelas apa yang harus dilakukannya. Elena harus lari, itu adalah pikiran pertama. Namun semuanya berakhir pada pertanyaan yang sama yaitu kemana?
Ya, kemana ia bisa lari sedangkan pria itu berada di depan bilik kamar mandi dengan mata biru yang bersinar sangat dingin. Elena berusaha untuk mendorong daun pintu hingga tertutup namun Luke tidak membiarkan hal itu terjadi.
"Kau tidak akan bisa lari dariku, El, tujuh tahun yang lalu kau tidak bisa melakukannya, jadi jangan pernah berpikir kalau kau bisa melakukan hal yang berbeda sekarang" ucap Luke. Tangan ramping pria itu mendorong pintu hingga terbuka sehingga tubuh Elena berguncang dan tungkainya tidak dapat menahan bobot tubuhnya hingga ia limbung dan terduduk di atas closet yang tertutup.
Jemari Luke terulur dan mengelus rahang Elena dengan lembut, namun hal itu tidak membuat hati Elena senang dengan semua ini. "Jangan sentuh aku, bajingan!" bentak Elena sambil menepis jemari Luke dari rahangnya.
"Di saat seperti ini pun sikap aroganmu masih sama ya?"
"Jangan kau pikir kali ini kau akan lolos dari hukum, Luke. Aku akan memastikan kau di penjara dan ayahmu akan turun dari jabatannya karena malu memiliki anak pemerkosa sepertimu!"
"Hentikan nada bicara seperti itu, El, aku tidak suka mendengarnya"
Elena bangkit dan mendorong tubuh Luke mundur hingga keluar dari bilik. Ia menatap pria itu dengan amarah yang tidak di tutupinya. "Kau hanyalah bajingan yang tidak tahu caranya mencintai! Kau mengatas namakan cinta untuk memuaskan gairah sialanmu sendiri! Dan kau sudah membunuh saudara kembarmu sendiri!"
"Kekasihmu-lah yang sudah membunuh adikku!"
"Itu untuk menyelamatkanku!" teriak Elena dengan nada yang sama tingginya. "Peter berusaha memperkosaku dan Dom hanya menolongku dari tangan bajingan seperti kalian!"
"Jangan membuatku marah, Elena..."
"Oh ya?!" Elena maju selangkah dan menujuk Luke dengan marah, "kau pikir kau siapa?! Peter mati karena dirimu sendiri, karena hasutanmu! Kalau saja Peter tidak pernah terhasut olehmu, dia pasti akan masih hidup. Kau yang seharusnya mati, Luke!"
Luke menelan saliva-nya dan pikirannya beralih ke masa tujuh tahun yang lalu, di mana ia memaksa Peter untuk mengikuti seluruh perkataannya. Namun tempat kali ini sangat berbeda dengan tempat sebelumnya, di sini adalah kamar mandi sedangkan dulu ia melakukannya di salah satu lorong kesenian dengan membayar salah satu petugas agar pulang lebih cepat dan tidak kembali hingga pagi tiba.
Tujuh tahun yang lalu
Elena meronta-ronta di bawah tubuh Luke, pria itu telah membuka kancing kemejanya, menunduk dan menjilat rahangnya dengan cara yang sangat menjijikan bagi Elena. Sementara itu Peter menggigit buku-buku jari-nya dengan gemetar.
Pria itu terlihat sama besarnya dengan Luke namun memiliki hati yang sama sekali berbeda dengan kakaknya yang bajingan.
Sementara itu, Elena meronta-ronta dan berusaha menendang Luke yang semakin menekan tubuhnya. Dan ketika bibir Luke yang lembab dan dingin menyentuh lehernya, menjilatnya dan memberikan beberapa tanda kepemilikan di sana, Elena menjadi takut. Signal di tubuhnya seolah memberitahu bahwa ia harus pergi secepat mungkin.
"Lepaskan aku! Lepaskan!!" teriak Elena
Ia berusaha mencakar wajah Luke, satu serangan berhasil namun kemudian Elena melihat kilat berbahaya dari mata biru Luke, detik kemudian ia merasakan asin di sudut bibirnya karena pria itu melayangkan tamparan pada salah satu sisi wajahnya.
"Diam!" teriak Luke terengah-engah.
"Luke, sudah kita hentikan saja! Lihat, Elena menangis! Dia tidak suka dengan apa yang kita lakukan ini. Sudah, kita hentikan saja, bagaimana kalau ada yang—"
"Jangan cerewet Pete!" Luke menoleh kearah Peter yang berusaha menghentikannya dari belakang. "Kau pikir siapa yang menjagamu selama ini?! Aku hanya menyuruhmu untuk membantuku membuka pakaiannya! Sekarang berhenti mengoceh dan mulai bekerja!!"
"Tapi—"
"Atau akan kubunuh kau Pete, kau tahu bukan seluruh warga mengetahui siapa calon walikota di sini. AKU dan bukannya KAU!"
Lalu Luke berbalik menatap Elena dan menyengir. Ia meremas dada Elena dan menekan puncak dada-nya dengan gerakan menyakitkan hingga Elena berteriak, "Lepaskan aku! Demi Tuhan, apa yang sedang merasuki kalian?!"
"Tidak ada"
"Kau mabuk!" tuduh Elena dengan air mata mulai mengalir ke kedua pipinya. Ia ketakutan dan salah satu sisi wajahnya terasa perih. Kenapa hal ini bisa terjadi padanya?!
Luke menahan rahang Elena dengan kasar, menjilat bibirnya sementara tangannya mulai menggerayangi paha dalam wanita itu. "Aku yang akan mendapatkanmu, El, bukannya lelaki sialan itu"
"Tolong, aku mohon Pete, jangan lakukan ini. Kau mengenalku dan juga kedua orangtuaku. Kau tidak memiliki hati sekelam itu sampai harus melakukan apa yang diperintahkan oleh kakakmu. Kau—"
"Jangan meracuni adikku dengan ucapan manismu yang penuh dengan kebohongan, El, dia akan mengikuti semua yang aku perintahkan, termasuk melucuti seluruh tubuhmu dan setelah itu kita berdua akan sama-sama menikmati puncak. Lalu—"
"Bajingan! Bedebah! Jangan sentuh aku!"
Namun tidak ada yang mendengar teriakannya. Elena tahu bahwa tidak ada satupun petugas di sini, bahkan ia tidak melihat satu cahayapun di lorong yang sepi ini. Ia benci mengakui ini, tapi ia sangat ingin membunuh Luke dan kembali kepada Dom.
Luke mulai melucuti pakaiannya dan Elena berteriak, ia berusaha membungkuk untuk melindungi tubuhnya, sementara Luke dari belakang menarik kemejanya, tangannya menangkup dada Elena dari belakang dan meremasnya. Tak butuh waktu lama bagi Elena untuk mendengar desahan menjijikan dari pria di belakangnya.
Ia mengangkat wajahnya dan melihat Peter yang masih mematung di hadapannya. "Please, Pete, kau tidak akan melakukan ini. Kumohon—" hanya pria itu satu-satunya harapannya. Setidaknya, Peter bukanlah pria bernafsu untuk memperkosanya sekarang.
"Diam!" teriak Luke
Pria itu menekan kepalanya hingga menyentuh lantai keramik, dan Luke menatap marah kearah Peter, "kau ingin tahu bagaimana caranya mendapatkan perhatian ayah dan ibu, Pete?"
Peter diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk
"Kalau begitu cicipi Elena. Cicipi wanita ini dan kau pasti akan mendapatkan pujian oleh ayah dan ibu, dan kau bisa membuktikan kepada semua orang kalau kau normal!"
"Tapi, Luke..."
"Kalau kau mau menjadi manusia normal, cicipi dia sekarang, PETER!" Luke meninggikan suaranya dan Elena mendengar suara langkah kaki yang berat di hadapannya.
Lalu, ia merasakan kemejanya di robek dan dengan paksa dilepaskan dari tubuhnya. Elena di balik, dan detik kemudian Peter menyentak rok yang dikenakannya, kemudian mulai menarik celana dalamnya dengan gerakan tidak sabar.
Mata biru Peter beradu dengan miliknya, pria itu menatapnya seolah meminta maaf, "kau boleh menjerit kalau kau mau, tapi maaf Elena, aku tidak bisa melepaskanmu"
"Tidak! Tidak! Kau tidak mau melakukan hal ini, Pete! Ini sama sekali bukan dirimu!"
"Kalau aku tidak melakukannya, semua orang akan mencemoohku. Aku harus membuktikan kalau aku normal, El"
"Kau normal! Kakakmu-lah yang tidak normal!" teriak Elena dan ia semakin menjerit ketika lidah basah Peter menelusuri perutnya dan semakin turun kebawah, "Tidak! Demi Tuhan, kau tidak boleh melakukan hal ini Peter!"
Namun Peter tidak menjawab.
Luke yang berdiri di belakangnya mulai menggerayanginya dan mengecup lehernya dengan gerakan kasar, ia mencium, menjilat dan memberikan tanda kepemilikan di seluruh lehernya. Dan hal itu membuatnya takut, Elena menjadi semakin takut ketika merasakan lidah Peter mulai mendekati pusat sensitive-nya. Kemudian ia berteriak, kali ini dengan seluruh kemampuan pita suaranya
"DOM, tolong! Tolong!!"
Ketika Elena berteriak, Luke tertawa, "berteriaklah lebih keras lagi, El, aku ingin melihat jeritan keputusasaanmu. Sama seperti kau yang sudah membuatku menjerit meminta perhatianmu namun kau selalu membuatku putus asa!!"
Beberapa menit kemudian, tawa Luke berubah menjadi erangan karena entah apa yang terjadi, Dom mendadak datang bak binatang liar yang menghantam siapapun yang berada di depannya.
Pria besar itu mencekik leher Luke dan mengangkatnya di udara, sementara itu ketika Peter hendak membantu Luke, Dom sudah memukulnya dengan sebelah tangan. Tubuh Peter terhuyung karena rasa sakit itu dan perlahan-lahan punggung ringkih pria itu menabrak kusen jendela.
Ketika itu jendela terbuka dengan lebar, dan akibat tidak rata-nya pijakan atau mungkin angin yang mendadak menerpa seluruh lorong seolah ikut serta dalam kemarahan Dominic yang mendadak datang, tubuh Peter terjatuh ke belakang dan keluar dari kerangka jendela.
Baik Luke maupun Dom sama-sama mendengar teriakan keputusasaan milik Peter yang semakin lama semakin hilang di telan angin.
Sementara itu Dom menabrak tubuh Luke yang hendak bergerak ke tepi jendela. Dua pria itu saling memukul, menghajar dan melakukan baku hantam. Dua-duanya membalas dengan sama kerasnya, di mana Luke memberikan tendangan pada rusuk Dom, dan pria itu membalas dengan pukulan jap tepat di rahang. Keduanya terus berguling dengan saling mencekik dan memukul hingga tercium aroma darah pekat
Elena seharusnya melerainya. Ia tahu itu, tetapi tubuhnya tidak dapat bergerak. Jadi ia terdiam, dan memeluk kedua tangannya.
Kedua tangannya menutupi telinganya dan ia terus berbisik kecil, "kumohon... ini hanya mimpi, ini hanya mimpi. Ini tidak nyata..." bisik Elena berulang kali hingga suara bising di lorong tersebut tidak terdengar lagi.
Entah siapa yang menghubungi polisi, mungkin kedua orangtuanya yang mendapati anak perempuannya belum pulang hingga larut malam. Atau karena warga yang tinggal di sekitar kampus yang mendengar jeritannya—atau jeritan Peter.
Tetapi apapun itu Elena sempat bersyukur karena polisi datang bersama dengan kru, dan ibunya. Sedangkan Dom telah berjalan ke depannya dan memeluknya dengan erat, ia bisa mendengar suara pria itu terengah-engah seolah kelelahan, dan ia bisa mendengar suara jantung pria itu yang berdetak tidak teratur. "Kau baik-baik saja, El?" Dom mengurai pelukan mereka, memeriksa tubuh Elena dan mengumpat karena melihat sudut bibir yang terluka, "aku akan membunuhnya..." bisiknya pelan. Ia segera melampirkan jaketnya ke sekeliling tubuh gadis itu, dan tangannya mencengkram bahu gadis itu dengan sedikit lebih keras daripada sebelumnya.
"Apa kau terluka?"
"..."
"El, di mana pria itu menyentuhmu?! Apa dia memukulmu di tempat lain?"
"..."
Suara Dom yang biasanya sangat disukainya kini terasa sangat jauh dan ia tidak bisa mendengarnya. Elena ingin mengatakan kepada Dom kalau ia baik-baik saja dan terima kasih telah menolongnya namun ia tidak dapat melakukannya. Ia bahkan tidak bisa mengeluarkan satu patah katapun dari tenggorokannya.
Dom... Aku baik-baik saja
Kemudian ibunya berteriak dan memeluk tubuh Elena dengan erat, ibunya menangis dan berusaha menyadarkan Elena, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Bahkan ketika ia melihat salah satu petugas polisi menarik tangan Dom kebelakang dan menguncinya dengan borgol. Ia tetap tidak bisa melakukan apapun.
Para petugas membawanya keluar dari gedung kampus karena mobil patroli telah berada di luar sana seolah menunggu mereka.
"Aku tidak melakukan apapun! Yang telah melakukan semua ini adalah Luke Manton dan Peter Manton!!" teriak Dom berusaha memberikan pengertian kepada pihak kepolisian
"Dan apakah saya harus percaya dengan ucapan seorang pembunuh sepertimu?"
"Pembu—"
"Anda di tangkap karena telah melakukan pembunuhan terencana terhadap saudara Luke Manton dan melakukan tindakan kekerasan kepada Peter Manton, anda dapat mengatakan alibi anda di pengadilan, sir Payne. Tapi kami akan membawa anda ke kantor polisi untuk menindaklanjuti kasus"
"Yang meninggal adalah Peter!" teriak Dom bingung.
Lalu ia melihat Luke tersenyum kecil di hadapannya, sementara seorang polisi wanita telah memberikan selimut tebal di punggung Luke dan menenangkan pria itu. "Saya Peter Manton, maafkan saya karena telah menyebabkan masalah seperti ini, sir" ucap Luke kepada petugas yang menahan Dom
"Itu sudah menjadi tugas saya, Sir, terima kasih karena telah melaporkan kejahatan terencana ini. Mohon maaf karena kami terlalu lama untuk sampai di sini sehingga membuat anda mengalami musibah yang sangat buruk"
"Tidak masalah sir"
"Masalah kakak anda..." petugas tersebut melepas topinya dan kepalanya menunduk sekilas, "saya ikut berduka cita, sir"
"Saya percaya kepada keadilan yang kalian jalankan. Jika memang ini adalah kejahatan terencana, saya percaya pengadilan akan memberikan hukuman yang serupa" jawab Luke dan matanya menatap kearah Dom yang melotot marah.
Dom menggeram dan berusaha melepaskan diri dari petugas yang menahannya, "kau akan membayar semua ini, bajingan! Kau adalah pembunuh dan juga pemerkosa!!"
"Apa anda melakukan hal itu, sir?" tanya petugas tersebut kepada Peter
"Seperti yang anda tahu, kalau saya mandul. Saya tidak dapat melakukan hubungan sex seperti yang anda perkirakan. Jadi, seharusnya pertanyaan anda sudah terjawab mengenai siapa sebenarnya yang sudah melakukan semua ini bukan?" kemudian Luke menatap kearah Elena yang masih dipeluk oleh Valeria, "bagaimana kalau anda menanyakannya kepada Elena langsung? Karena dia adalah korbannya"
Petugas tersebut seolah setuju dan melangkah mendekati Elena yang masih duduk di meja, wajahnya terlihat lembut ketika bertanya, "maafkan saya karena menanyakan hal ini, miss. Tapi apakah anda bisa mengatakan siapa yang telah melakukan semua ini kepada anda?"
"Hentikan itu! Putriku sedang dalam trauma!"
"Maafkan saya Mrs. Ashton, tapi—"
"Tidak bisakah kalian lihat kalau putriku hanya korban?! Aku tidak perduli siapa yang bersalah, aku mau kau menangkap semuanya! Dan aku akan membawa putriku pulang!"
"Tapi Mrs Ashton, putri anda harus memberikan kesaksian—"
"Kesaksian my ass! Aku akan membawa putriku pulang dan tidak ada yang bisa menahanku!!" teriak Valeria penuh kemarahan. Ia tidak perduli, karena ia tahu siapa yang bersalah di sini tetapi ia juga tahu kalau Dom tidak pantas untuk di salahkan. Tetapi kalau ia harus memilih, Valeria akan memilih keselamatan Elena sekarang ini. "Aku tidak perduli dengan mereka"
Dom seolah maju dan menatap Valeria dengan panik,"anda tidak mungkin mengira kalau aku berusaha melakukan hal bejat ini kepadanya! Aku mencintainya, Mrs. Ashton! Dan kau tahu kalau aku tidak akan pernah melukainya!"
"Maafkan aku, Dom" bisik Valeria pelan dan tidak ada satupun orang yang bisa mendengarnya kecuali Dom.
Lalu petugas membawa Dom menjauh dari Elena dan juga Valeria, untuk saat itu Dom tidak dapat berpikir dengan jernih hingga tawa sinis meluncur dari bibirnya yang terasa kaku karena saat itu salju telah turun, "setelah apa yang kulakukan padamu, apakah ini yang bisa kau lakukan untukku El? Di hari anniversary kita? Sungguh, ini adalah hadiah terindah yang pernah kau berikan kepadaku!"
Bukan... ini bukan hadiah yang ingin aku berikan padamu.
Petugas tersebut memaksa Dom masuk ke dalam mobil polisi, sementara di tempat duduknnya Elena telah membuka mulut tanpa bisa mengeluarkan suara.
Bukan. Bukan Dom... Bukan Dom yang melakukannya! Kenapa kalian tidak mendengarnya?!
Suara yang ingin dikeluarkan oleh Elena adalah ucapan yang ada di dalam hatinya, namun malah berupa rintihan yang tidak dapat dimengerti bahkan oleh dirinya sendiri. Sementara itu Valeria menarik tubuh Elena berdiri dan memeluknya, lalu berbisik pelan, "semuanya akan baik-baik saja, El, mama mohon... maafkan mama"
Tidak, ma. Bukan Dom... mama pasti tahu siapa yang bersalah di sini. Elena menahan kakinya dan menggeleng kearah Valeria seolah berusaha mengatakan bahwa semua ini tidak benar. Bukan seperti ini kejadiannya.
Kemudian Valeria berkata dengan tegas, "mama lebih baik di benci oleh putriku sendiri karena melakukan kejahatan di banding melihat darah dagingku sendiri terluka. Jadi bencilah mama, El tapi jangan biarkan mama menyesal karena membiarkanmu terluka untuk yang kedua kalinya"
°
TBC | 21 Desember 2016
N.B : Maafkan cerita ini yang semakin absurd di setiap chapternya. Dan terima kasih bagi kalian yang masih mengiikuti cerita ini, walaupun sepertinya ini cerita masih kurang laku di pasaran wkwkw... Vomment?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top