T.L.O.L | LIMA BELAS-This is us

 

Theme Song : Everytime i touch you by Cascada

Semoga tidak mengurangi ekspektasi kalian, tinggalkan komen setelah membaca and enjoy the part :)           

Dari ribuan kata yang mungkin di ucapkan oleh Dom, tidak sekalipun Elena berpikir kalau pria itu akan mengucapkan hal seperti itu. Bukan karena Dom merupakan pria yang dingin—tidak. Dom yang dikenalnya memang sangat mengerti dirinya dan bersedia melakukan apapun.

            Tapi ini bukanlah Dom yang dikenalnya, dan ini bukanlah Dom-nya dulu ataukah ia salah?

            Elena menatap wajah Dom dan tatapannya terpaku pada kilat di mata abu-abunya, ia mengulurkan tangan dan mengelus rahang kokoh itu sebelum membenamkan kepalanya di lekukan leher Dom. Aroma yang menguak keluar dari aftershave pria itu langsung membuat pertahanannya runtuh menjadi berkeping-keping.

            "Kau meninggalkanku, Dom... jangan melakukan ini lagi" isak Elena lirih, "jangan lakukan ini lagi... I just can't"

            "Aku tidak meninggalkanmu, El"

            "You did. Tujuh tahun, Dom..." Elena mengurai pelukannya dan mendongak menatap pria itu, "kita ini apa, Dom? Apa arti kita bagimu? Apa... aku bukan lagi siapa-siapa bagimu?"

            Ucapan itu terdengar lirih dan menyakitkan, namun Dom tidak mengatakan apapun selain menarik gadis itu masuk ke dalam studio, membiarkan pintu studio berdebam kencang dan terkunci otomatis. Namun langkahnya terhenti ketika melihat sebuah kata-kata penuh ancaman di dinding pada ruang tengah studio Elena.

            Ia terdiam dan membiarkan jantungnya berdebar dengan kencang.

            Seharusnya ia tahu—kenyataan itulah yang memukul Dom begitu kencang. Kenyataan yang menyakitkan adalah Luke masih mengganggu Elena bahkan ketika ia sudah menepati janjinya untuk menjauhi gadis itu—walaupun ia menyakiti hatinya sendiri—Luke masih juga tidak melepaskan Elena.

            Dom membalikkan tubuhnya, menarik tangan Elena dan menyerempet tubuh itu hingga menempel pada dinding berwarna tulisan merah itu. "Aku pikir kita telah berakhir sejak tujuh tahun yang lalu, kita telah berakhir El..."

            Ia menggenggam jemari Elena, mengangkat dan mengecupnya pelan,"bagiku kau sudah mati. Saat itu... aku sudah menghilangkan keberadaanmu di dalam hatiku, El"

            Air mata Elena mengalir dan ia kembali terisak, "maafkan aku..."

            "Karena alasan inilah aku meninggalkanmu"

            Elena mengangkat wajahnya dan menatap Dom dengan bingung, pria itu tidak terlihat marah ataupun membencinya, walaupun ucapannya masih sedingin biasanya—namun Elena merasa ada sesuatu yang berbeda. "Apa...kau masih mencintaiku, Dom?"

            "Apa aku bisa tidak mencintaimu?"

            "Lalu kenapa kau marah kepadaku dan meninggalkanku? Kenapa kau terus mengatakan kalau tidak ada lagi perasaan padaku? Kenapa kau—"

            "Karena kau menyembunyikan semuanya dariku" jawab Dom cepat. Ia menunduk dan mendekatkan wajahnya pada wajah Elena, lalu menghela nafas panjang, "Apa kau tahu bagaimana perasaanku selama tujuh tahun ini? Bukan karena pengkhianatanmu yang membuatku membencimu, El. Hal itu tidak akan mampu menghapuskan perasaanku padamu"

            "Dom..."

            "Kalaupun kau memang melakukannya, aku tidak perduli. I dont even care if you trying to make me as suspect. But i do care if you leave me, El" bisik Dom pelan.

            Jemarinya mengangkat dagu Elena agar terangkat lebih tinggi, sementara ia mendaratkan kecupan ringan di kening gadis itu dan menghapus air mata Elena dengan kecupan kecil sebelum melanjutkan ucapannya, "bukankah kita berjanji—kita pernah berjanji—untuk terbuka satu sama lain, untuk mengatakan apa yang ada di dalam hati kita dan tidak pernah berbohong"

            "Aku tidak berbohong..."

            "Kau menutupinya dariku, itu sama saja dengan berbohong. Kau terus mengatakan padaku kalau kau baik-baik saja, memperlihatkan seolah-olah kau terluka ketika melihatku dari balik jeruji. Dan bukan itu permasalahannya, El..." Dom menarik nafas sejenak, "ketika melihatmu menangis dan menutupi sakit di dalam hatimu, aku merasakan sakit. Aku merasakan perih dan kau tidak mengetahuinya..."

            "Aku tidak bermaksud melakukannya. Aku hanya berpikir... aku telah melakukan kesalahan, dan semua itu terjadi karena aku. Seharusnya aku tidak membiarkanmu menyentuh Peter, seharusnya hari itu aku mengikuti saranmu untuk pulang lebih cepat. Seharusnya—" Elena menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, "...dan aku membuat segalanya menjadi lebih buruk"

            "You really dont get it, El. Aku tidak perduli dengan kejadian itu"

            Elena kembali menatap Dom sementara pria itu mulai membuka jaket yang dikenakannya, jemari panjang pria itu perlahan-lahan mengangkat t-shirt yang melekat pada tubuhnya, sementara hembusan angin malam seolah menusuk kulitnya tapi bukan karena itu alasannya mengapa Elena merasakan gemetar di kulitnya.

            Karena pria itu...

            Karena Dom menatapnya dengan begitu intens dan ia tidak ingin mendengar satupun alasan lagi. Ia menginginkan Dom dan Elena tahu kalau pria itu juga membutuhkannya sama besar.

            Dengan berani ia mendekati tubuh berotot itu dan mengecup dada pria itu, mengelusnya perlahan dengan gerakan tanpa maksud menggoda serta berbisik, "Apakah kita harus berbicara mengenai hal itu sekarang, Dom?"

            "Tidak juga, kita bisa melakukannya nanti karena kita memiliki satu permasalahan yang sangat mendesak" jawab Dom setuju

            "Di sini?"

            "Di manapun, El. Di sini, di kamar ataupun di dekat jendela seperti yang biasa kita lakukan. Aku tidak perduli, just shut up and kiss me already"

            Elena melingkarkan kedua tangannya pada leher Dom sementara pria itu mengangkat tubuhnya dan dengan gerakan reflek ia melingkarkan kedua kakinya pada pinggul berotot pria itu. Jemari mereka seolah bersatu dan di susul dengan ciuman kecil, Elena merasa lengkap. Setidaknya... ia merasa sangat lengkap sekarang

            "Fuck me, Dom..."

            "I don't want to" jawab Dom dan ia tersenyum ketika melihat wajah gadis itu memerah karena menahan gairah. Dom memajukan kepalanya, mengecup rahang serta leher jenjang dan putih itu, tubuhnya terbakar namun ia harus melakukannya dengan perlahan. It's not just a sex.

            Jemari Elena seolah menarik leher belakang pria itu agar mendekat. "Please, jangan membantah keinginanku kali ini, Dom. Aku hampir gila"

            "Kalau begitu jadilah gila. Aku ingin melihatmu gila karena menginginkanku, setidaknya ini bisa menjadi hukuman yang manis"

            "Dom, please"

            "Not yet" bisik Dom pelan dan tersenyum puas ketika punggung Elena melengkung mendekat kearahnya seolah menyodorkan segala sesuatu yang dimiliki gadis itu kepadanya—hanya kepadanya. "Arti kita bagiku, El"

            "Oh God! Apa kita harus membicarakannya sekarang, Dom? Really?"

            Dom tidak mempedulikan protes Elena dan melanjutkan ucapan sebelum dirinya sendiri yang menggila karena hasrat. Perlahan ia masuk ke dalam kamar, merebahkan Elena di atas tumpukan bantal sementara rambut pirangnya mengkilat karena sinar rembulan yang perlahan menembus dari jendela

            Ia menundukkan tubuhnya diatas tubuh gadis itu seolah memerangkapnya, dan kepalanya tertunduk dalam, berusaha mengecup, menggigit dan mengulum bibir penuh itu. Tangannya membuka kedua paha Elena dan membiarkan pahanya bergesekkan pada kulit mulus gadis itu.

            "Kita bagiku adalah di mana ada kau dan aku, dan tempat bagiku adalah..." Dom mendaratkan kecupan di puncak dada Elena sehingga membuat gadis itu merintih penuh kenikmatan, "di sini, ditempat ini, bersamamu sampai pagi. Itulah tempat bagiku..."

            Kemudian mereka tahu apa yang akan di lakukan oleh mereka jauh dari kata-kata yang bisa diucapkan mereka. Karena waktu yang telah berbuang dengan sia-sia tidak boleh terbuang lebih banyak dari sekarang, mereka butuh satu malam lagi untuk memenuhi keinginan mereka—we need one more night

            Elena menumpukan salah satu sisi sikunya dan menatap kearah pria yang tengah tertidur setelah aktivitas mereka. Ia menundukkan kepala dan mengecup ringan kening Dom, membiarkan helaian rambut pirangnya menyapu sisi wajahnya.

            Kemudian Dom tersenyum dengan mata terpejam,"apa kau tidak akan membiarkanku beristirahat setelah kau menguras seluruh tenagaku, El?"

            "Aku tidak melakukannya"

            "Bahkan ketika kau meminta tiga kali setelah aktivitas pertama kita?" goda Dom dengan nada geli.

            Dom mengulurkan salah satu lengannya kearah belakang leher Elena dan perlahan menarik kepala itu semakin mendekat kearahnya, ia membiarkan bibir mereka bersentuhan dan mengecap rasa manis di bibir tersebut, walaupun itu semua tidak cukup—sama sekali tidak cukup—untuknya.

            Ia membiarkan lengan yang lain mengelus punggung telanjang gadis itu dengan lembut, beralih ke lengan dan mengelusnya berulang kali di sana.

            Satu gerakan lembut itu telah berarti bagi mereka, dan Dom menarik tubuh Elena dengan lembut agar berada di sampingnya dengan kepala gadis itu berada di pundaknya. Ia memiringkan kepalanya dan mengecup puncak kepala Elena, berbisik kecil, "Non posso vivere senza di te"

            Elena membiarkan kepalanya terdongak dan tersenyum, "kau menggunakan bahasa Sicilia lagi?"

            "That's my secret language"

            "But i know what that's mean, Dom. Itu bukan lagi bahasa rahasia yang hanya kau ketahui" jawab Elena bangga. "Aku mempelajarinya setiap hari selama tujuh tahun ini" diam-diam Elena menambahkan, hanya untuk dapat berkomunikasi denganmu.

            Sambil menutupi dadanya, ia mendekat kearah pria itu, melingkarkan kedua tangannya ke dada bidang Dom dan menjawab, "Aku juga". Elena membiarkan jemarinya terulur mengelus bibir penuh Dom dan berhenti di sana, matanya memandang mata abu-abu yang penuh misteri itu dengan kelembutan yang selalu di lakukannya, "Aku juga tidak bisa hidup tanpamu, Dom—hanya kau"

            "Selalu kita" bisik Dom menyetujui perkataan Elena.

            Lalu lengannya menarik Elena agar merapat sehingga tubuh telanjang mereka menempel satu sama lain, "apa dia pernah melakukan hal yang lain, El? Selain mengirimi-mu pesan tak berarti seperti itu?"

            Tahu apa yang tengah di bicarakan oleh Dom, Elena terdiam sejenak sebelum menjawab, "tidak. Hanya setelah kau keluar dari penjara. Sebelum ini ia tidak pernah menampakkan wajahnya"

            "Kau terdengar tidak yakin, El"

            "Aku pernah melihatnya sekali berada di antara pria-pria yang membuat kegaduhan di depan rumahmu, empat bulan setelah kau berada di balik... jeruji itu" bisiknya pelan

            Tubuh Dom mendadak menegang, kalau memang Luke tidak pernah menyentuh Elena selama ia berada di balik jeruji, bukankah besar kemungkinan pria itu akan melakukan apa yang di ucapkannya tujuh tahun yang lalu?

            Dom menatap Elena dengan tatapan kosong, menundukkan wajah dan mencium Elena dalam dan keras, "kau harus mengatakan padaku kalau menemui satu saja kejanggalan. Apa kau mengerti, El?"

            "Apa ini perintah?"

            "Bukan, ini permintaan dari kekasihmu sendiri" bisik Dom pelan dan tersenyum tepat di atas bibir Elena. Ia tahu kalau gadis itu tidak akan marah karena mata biru gadis itu terlihat cerah tanpa keraguan. "Kau akan melakukannya bukan?"

            "Dan apa kau akan pergi ke pesta reuni sabtu nanti?"

            "Kau selalu berusaha untuk mendapatkan apapun keinginanmu ya? Aku pikir kau sudah lupa mengenai permintaanmu yang itu" ucap Dom geli.

            "Kau tahu aku, Dom. So, will you go out with me?"

            Dom mengangkat sebelah bahunya tak acuh namun wajahnya tersenyum. Ia tahu kalau tidak pernah ada kesempatan baginya untuk menolak keinginan Elena dan ia juga tidak benar-benar ingin melakukannya. "Kalau pekerjaanku tidak terganggu, aku akan menyempatkan diri untuk menemanimu—kalau kau tidak masalah dengan itu"

            "Tidak masalah sama sekali!" jawab Elena cepat—terlalu cepat malah sehingga memicu tawa dari bibir mereka berdua.

            Perlahan ia berguling di atas tubuh Dom, membiarkan tubuhnya sedikit terekspos sementara lengan pria itu masih berada di sekeliling pinggangnya. "Kita benar-benar telah kembali bukan, Dom?"

            "Tentu"

            "Apa aku tidak akan kehilanganmu, sekarang?"

            Sejenak Dom tidak menjawab dan membiarkan tatapan mereka seolah menyatu satu sama lain. Ia masih takut dengan apa yang akan terjadi nanti, ia masih takut dengan ancaman dari Luke tetapi Dom juga tidak bisa meninggalkan Elena begitu saja—karena ia terlalu mencintai wanita ini untuk membiarkan ancaman menghampirinya.

            "Apa kau bisa kehilanganku, El?"

            "Tidak sama sekali"

            "Kalau begitu, bukankah itu adalah jawabannya?" Dom tersenyum dan menarik tubuh Elena mendekat, ia menarik selimut tebal sehingga menutupi tubuh mereka.

            Mereka tidak membutuhkan kata, ungkapan ataupun penjelasan. Malam ini, kalau mereka memang hanya mendapatkan satu malam untuk bersama, Dom sudah merasa sangat puas. Ia bisa memikirkan ancaman tersebut besok—malam ini, ia hanya akan memikirkan tubuh lembut Elena dan kisah mereka sendiri. 

            Di luar apartemen, Luke berdiri di bawah lampu penerangan jalan sementara tangannya terkepal penuh kekesalan, matanya yang berwarna biru terlihat dingin dan dalam. Ia harus melakukan sesuatu—apapun.

            Luke tersenyum kecil kearah salah satu jendela yang terbuka lebar dengan tirai bergerak mengikuti semilir angin malam, "aku akan membiarkan kau mengambilnya untuk sementara Payne, tapi tidak lama"

            Ia begitu membenci Dominick Payne dengan segala kelebihan yang dimiliki pria itu. Seharusnya tempat disamping Elena adalah dirinya. Ia, Luke Manton dan bukannya pria itu. Karena sedari awal yang dekat dengan Elena adalah dirinya dan bukan pria itu—tidak pernah pria itu.

            Lima belas tahun yang lalu, Elena tidak menjawab pertunangan yang hendak di adakan oleh keluarganya, bahkan ketika ayahnya sudah mendatangi keluarga Ashton untuk melamar gadis itu secara langsung, Elena tidak menjawabnya.

            Dan dua tahun kemudian, pria itu datang dan dengan seenaknya mendekati Elena. Luke bisa mengingat apa yang diucapkan Elena kepadanya ketika menolak pertunangan yang di tawarkannya.

            "Aku mencintai Dominick Payne beserta segala kekurangannya. Dan kau tidak akan pernah menjadi opsi yang kupilih Luke. Bagiku, Dom atau tidak sama sekali"

            Kepalan tangan Luke mengetat dan memperlihatkan darah segar di telapak tangannya akibat kuku yang menancap di telapak tangan. Ia tersenyum kecil dengan penuh kebencian dan berkata kepada kegelapan malam di bawah lampu remang-remang,"kalau begitu jawabanku atas ucapanmu sama sepertimu, Elena. Kau atau tidak sama sekali"

TBC | 22 November 2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top