T.L.O.L | Extra Part - Luke

T.L.O.L—Extra Part | Luke .

Ia masih sadar, namun tidak bisa membuka matanya sama sekali. Bunyi mesin di dalam ruang rawatnya terdengar sangat berisik sehingga membuat Luke mengernyitkan keningnya. Dan ia bisa mendengar kedua orang tuanya mengelus puncak kepalanya dengan lembut lalu berbisik dengan pelan, "kau akan baik-baik saja, son. Ayah akan melakukan apapun untuk membuatmu sehat kembali."
Itu suara ayahnya.

"Kita harus mencari-nya, Pa. Hanya dia yang bisa membuat Luke kembali seperti semula, hanya dia yang bisa membuat Luke—anak kita kembali menjadi waras!"

"Ma, jangan membuat segalanya menjadi rumit. Luke tidak apa-apa, dia hanya mengalami disorientasi dan dia akan—"

"Akan apa? Menjadi baik?! Terakhir kali aku mempercayaimu mengenai 'menjadi baik', anak kita menjadi setengah gila dan mengejar Elena Ashton yang jelas-jelas tidak akan di kejar oleh Luke kalau dia baik-baik saja!"

Luke mendengar ayah dan ibunya berdebat tepat di ruangannya hingga seseorang menghentikan mereka dan terdengar sangat marah, "bisa kalian keluar dan hentikan pertengkaran di hadapan pasien? Yang di butuhkan pasien adalah istirahat dan bukannya pertengkaran kalian yang sama sekali tidak pada tempatnya!" bentak suster yang membawa nampan berisi obat-obatan untuk Luke.

Tanpa mengatakan apapun, Laura Manton—ibu Luke, berjalan kearah putranya dan mengecup puncak kepalanya dengan lembut, "mama mohon kau baik-baik saja Luke..."

Kemudian suster tersebut membiarkan kedua orang tuanya keluar untuk membiarkan Luke beristirahat. "Saya tahu anda bisa mendengar saya, sir, sekarang saya akan menyuntikkan obat untuk geger otak ringan yang sedang anda derita. Anda akan baik-baik saja, saya pastikan itu."

"Nama saya Emmaline, anda bisa memanggil saya Emma. Lebih baik kita mengadakan sebuah perkenalan singkat bukan? Karena saya adalah perawat yang akan terus mengabsen anda hingga anda sembuh dan siap untuk keluar dari tempat ini."

Emma menyuntikkan cairan bening ke dalam tubuh Luke, mengusap kapas di atas bekas suntikan itu dan tersenyum kecil. "Saya berharap anda segera sadar dan dapat memulai aktivitas anda. Kepala anda memang terbentur keras namun anda akan baik-baik saja."

Aku tidak baik-baik saja.

Tentu saja Luke tahu kalau dia tidak baik-baik saja, ada serpihan di hatinya yang sudah hilang dan ia menyadari hal itu. Ia merasa seperti puzzle yang telah tersusun dengan rapi namun ada satu keping yang tidak berada pada tempatnya, betapapun Luke berusaha untuk mengenyahkan senyuman itu, namun ia tidak dapat menampik ingatan demi ingatan yang terus menusuknya serta memaksanya untuk terus mengingatnya.

Sebenarnya Luke ingat, siapa yang tersenyum padanya, siapa yang di cintainya. Namun ia tidak dapat membiarkan ingatan itu mengambil alih kewarasannya. Alih-alih membiarkan kenyataan mengambil alih dunianya, ia memilih untuk hidup pada dunia yang dibuatnya sendiri.

Emma menyadari adanya setitik air mata pada sudut mata Luke, ia menghapusnya dengan kapas bersih dan tersenyum kecil, "anda akan baik-baik saja, sir. Jangan takut, beristirahatlah dengan tenang karena segalanya akan—"

Kepala Emma berbalik ketika melihat seorang gadis berambut pirang panjang masuk ke dalam ruangan dengan tangan yang menahan sebuah kruk. Emma melihat gadis tersebut dengan sangat terkejut, "Miss Harriet? Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Emma dan berjalan kearah Harriet dengan langkah besar.

"Apa yang anda lakukan tanpa kursi roda anda? Dokter Westbrook akan sangat marah melihat anda berkeliling tanpa mengenakan kursi roda."

"Aku hanya ingin mencari udara segar, Emma."

"Seharusnya anda membawa perawat untuk mendampingi anda, jangan kemana-mana. Anda tunggu di sini, saya akan membawakan kursi roda anda dan membawa anda kembali ke ruang rawat anda. Okay?"

"Apakah harus?" tanya Harriet seolah menggoda Emma.

Emma hanya memutar kedua bola matanya dengan jengah dan berdecak pelan, "jangan kemana-mana Harriet atau aku akan sangat marah. Dokter Westbrook akan membunuhku kalau sampai tahu tunangannya berjalan-jalan sembarangan tanpa perlindungan."

"Maafkan aku."

Ketika mendengar kalimat itu, Emma menghela nafas panjang dan mengelus puncak kepala Harriet. Ia sudah mengenal Harriet seumur hidupnya dan Emma akan melakukan apapun untuk menolong Harriet mengingat kembali apa yang sudah hilang dari dirinya. Emma akan memastikan hal itu.

Lalu Emma keluar dari ruang rawat Luke, sedangkan tatapan Harriet tertuju pada tubuh Luke yang terbaring seolah tidak berdaya di atas tempat tidur. Perlahan-lahan ia berjalan kearah pria yang tidak di kenalnya itu, duduk di sisi tempat tidur dan mendengarkan layar monitor yang berisi detak jantung kehidupan pria itu.

Malang mungkin menjadi satu kata yang terlintas begitu saja di benak Harriet.

Dan kata tampan mungkin menjadi kata sambung lainnya untuk menggambarkan seperti apa pria yang tengah berbaring tidak berdaya ini, namun Harriet bisa memastikan kalau pria di hadapannya memiliki mata biru yang sangat terang, entah kenapa ia bisa menebaknya.

Tangannya terulur untuk mengelus puncak kepala Luke, ia menggerakkan tangannya mengelus serta menyisir rambut halus berwarna madu keemasan itu lalu ia merasakan jantungnya seolah terpilin dengan rasa yang sangat menyakitkan.

"Kau siapa?" tanya Harriet pelan.

Satu pertanyaan itu membuat seluruh jantung Luke berdetak dengan lebih kencang lagi sehingga layar monitor detak jantungnya berubah menjadi aneh, namun Harriet tidak menyadari hal itu.

"Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Harriet sekali lagi, dan perlahan jemarinya menyusuri lengan telanjang Luke kemudian lagi-lagi jantungnya berdetak dengan menyakitkan. Kepalanya mendadak terasa di pukul dan ia merasa sangat pusing.

Luke bisa merasakan getaran yang sangat aneh ketika gadis itu menelusuri lengannya dengan jemari telanjangnya. Ia bisa merasakan hal yang dulu di rasakannya, dan Luke juga bisa merasakan kewarasannya sudah kembali. Tidak, tepatnya perlahan-lahan kewarasannya kembali.

"Kau atau tidak sama sekali, Al," ucap Luke, tangannya mengangkat jemari lentik di hadapannya dan mengecupnya pelan, "aku akan melakukan apapun agar membuatmu bahagia. Kau hanya perlu mengatakannya dan aku akan—"

"Hidup tidak semudah itu, Luke."

"Hidup terasa mudah kalau bersama denganmu, hanya itu yang perlu aku ketahui," jawab Luke sambil tersenyum, "atau apakah kau tidak berniat untuk menghabiskan hari tua-mu bersamaku, Alena?"

Gadis di hadapannya tersenyum, berjinjit dan mengecup salah satu sisi wajah Luke dengan sangat lembut. "Jangan bodoh, aku sudah mencintaimu sejak lama, kenapa kau masih meragukan perasaanku?"

"Aku menginginkan keseluruhan kepingan hatimu, Al."

"Luke, aku bersumpah padamu, seluruh hatiku adalah milikmu. Kau atau tidak sama sekali, dan bahkan kalau aku terlahir kembali di dunia lain dan di kehidupan yang berbeda, aku akan tetap jatuh cinta kepadamu berkali-kali dan aku akan mengetahui siapa kau tanpa aku harus mengingatnya."

"Aku akan memegang janjimu, Al, dan kalau kau tidak bisa mengingatku, cintaku cukup besar untuk membuatmu mengingat kenangan kita berdua."

Luke menggenggam tangan gadis di hadapannya dan membiarkan tangan itu berada di atas bibirnya, ia mengecupnya berkali-kali hingga merasa sedikit puas, "di dunia lain, di kehidupan lain, selalu kau yang kupikirkan, Al."

Kau atau tidak sama sekali...

Air mata Luke mengalir tanpa bisa di tahannya, walaupun tubuhnya tidak dapat bergerak, walaupun matanya tidak dapat terbuka, ia bisa tahu melalui satu nafas yang seakan berbaur dengannya, seseorang yang berada tepat di hadapannya ini adalah alasan mengapa ia masih hidup.

Itu dia...

Musim semi-ku, musim panas-ku dan musim dingin-ku. Itu adalah dia...

Luke ingin berteriak dengan lantang, menarik gadis itu dan memujanya seperti yang selalu di lakukannya dulu. Luke mengingatnya dengan jelas namun seluruh tubuhnya tidak membantunya.

Kemudian ia mendengar suara pintu terbuka lebar dan seseorang berkata, "Harriet, ayo kembali ke kamar-mu. Tunanganmu akan mencarimu sebentar lagi, Dokter Westbrook akan melakukan tugas keliling dan aku harus membiarkan dia melihatmu di kamar."

"Haruskah?"

"Harriet, please, jangan membuat masalah di sini," sergah Emma sambil berjalan, membantu Harriet duduk di atas kursi roda dan matanya tertuju pada jemari Luke yang seolah bergerak. Dan ia terdiam karena shok.

Harriet mendongakkan wajahnya dan menatap Emma, "ada masalah, Em?"

"Tidak. Tidak ada masalah sama sekali."

"Tapi wajahmu terlihat shok, Em, " jelas Harriet dan menatap wajah Luke yang masih tertidur dengan sangat pulas. Tangannya terulur untuk mengelus punggung tangan Luke, "semoga kau cepat sembuh dan bisa melakukan aktivitasmu seperti biasa."

"Kau mengenalnya?" tanya Emma terkejut.

Tidak seperti biasanya Harriet memperlihatkan senyumannya, bahkan sejak kecelakaan terjadi Emma jarang melihat Harriet tersenyum tapi kali ini gadis itu bisa tersenyum dengan mudahnya hanya karena pria yang sedang berbaring lemah seolah tidak berdaya, senyuman yang menyiratkan seolah-olah Harriet mengenal pria itu sebelumnya.

Harriet tertawa, "tidak, aku tidak mengenalnya Em, aku hanya mencoba untuk bersikap sopan saja."

"Baiklah, kita kembali sekarang?"

Harriet mengangguk enggan walaupun ia sebenarnya masih ingin menghabiskan waktunya di sini bersama dengan pria yang tidak di kenalnya itu, alih-alih mengikuti pikiran egoisnya, ia membiarkan Emma mendorong kursi rodanya hingga perlahan-lahan keluar kamar. Namun hingga akhir tatapan Harriet tetap terpaku pada sosok Luke yang masih berbaring, untuk terakhir kalinya ia melihat name tag yang terdapat pada sisi tempat tidur.

Luke Manton...

Kemudian pintu tertutup dengan sangat pelan dan hampir tidak menimbulkan suara, namun bagi Luke ia telah dipermainkan oleh takdir. Ia merasa sekali lagi, ia kehilangan dunianya, musimnya dan nafasnya.

Ia tahu siapa gadis itu, ia mengenalnya bahkan tanpa harus membuka mata. Karena jiwanya bersama dengan jiwa gadis itu, selalu. Dulu, sekarang dan bahkan di kehidupan lain. Tapi apakah semua itu hanya mimpi karena sekarang pikirannya mengalami disorientasi? Apakah rasa yang sekarang tengah di rasakannya hanyalah sebuah perasaan singkat karena ia terlalu frustasi?

Mungkin semua ini hanya mimpi, mimpi indah yang sudah lama tidak Luke dapatkan. Mimpi manis yang mungkin akan membuat kewarasannya kembali setelah bertahun-tahun lamanya.

Di dunia lain, di kehidupan lain, hanya kau atau tidak sama sekali, Al.

Tapi mungkinkah itu memang dirimu?

Extra Part | Luke - END

hahaha gaje banget ya? Anw bagi yang nanya Luke, dia memang sudah akan memiliki lapaknya sendiri hanya saja jangan terlalu berharap ini bakal aku munculin secepatnya ya, karena aku belum mempersiapkan kisahnya ataupun cover-nya. But still, aku akan munculin dia. 

Good Night,

With Love,

-Nath

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top