T.L.O.L | DELAPAN
"Kamu adalah rasa takut yang tanpa sadar telah menjadi sebuah signal di hati dan benakku. Kehilanganmu, berarti kehilangan diriku sendiri. Tapi kalau kehilanganmu mampu menyelamatkanmu, kenapa aku tidak bisa memaksa diriku untuk melakukannya?" –Elena Madeline
Tujuh tahun yang lalu
"Don't touch me!" teriak Elena kencang. Suaranya memantul di dalam ruangan kamarnya yang besar. Kejadian percobaan pemerkosaan yang dialaminya bukan sebuah kejadian kecil yang bisa disamakan dengan penjambretan. Karena setelah ia mengalami hal itu, tidak ada satu malam pun yang bisa dilaluinya tanpa berteriak dan lari dari mimpi buruk.
Ia bisa mengingat dengan jelas bagaimana dua pria bertubuh tinggi itu memegangi tangannya. Kemudian salah satu dari mereka melucuti pakaiannya satu persatu dengan gerakan yang sangat menjijikan, pria itu terus mengucapkan bagaimana lekuk tubuh Elena sangat menggiurkan dan bukan salah mereka kalau Elena mengalami hal ini.
Karena kalau bukan mereka, Elena pasti akan mengalaminya dengan pria lain—karena tubuhnya terbentuk untuk memuaskan para adam seperti mereka. Dan itu sangat menjijikan.
Elena ingat bagaimana pria itu mengelus perutnya yang datar dan mulai merambat ke bagian sensitivenya dan di saat seperti itu, ia akan bangun dan berteriak sekuat-kuatnya. "Tidak...!" teriak Elena sekali lagi, "Don't touch me!!"
Kemudian pintu terbuka, Emily masuk ke dalam kamar dengan hanya mengenakan piyama-nya tanpa sempat mengenakan cardigannya. "Mom! Dad!" teriak Emily di daun pintu sementara Emily memeluk tubuh Elena yang masih meronta-ronta di dalam selimut. "Elena, shh... shhh...!"
"Don't touch me...! Let me go! Let me go...!!" teriak Elena masih di dalam mimpinya.
"Mereka sudah tidak ada, El!"
Emily memeluk Elena lebih erat lagi, dan air matanya mulai mengalir karena melihat kakak tersayangnya bergetar dan takut bahkan di dalam mimpi sekalipun. Kemudian Emily bisa mendengar suara lirih dari bibir El yang bergemelutuk. "Dom... save me , Dom..."
"Dia sudah menyelamatkanmu. Please, come back to us, El"
Lalu George masuk bersama dengan Valeria, tak lama kemudian satu pria setengah baya berjalan cepat di belakang mereka dengan membawa satu suntikan kecil di tangan kanannya. "Apakah frekuensi mimpi buruknya semakin panjang, Mr. Ashton?" tanya pria itu
George mengangguk dan menahan tubuh putrinya, sesekali mengelus puncak kepala Elena dengan lembut. "Shh El, papa di sini. Aku selalu di sini untukmu"
"Please, save me... please....!"
Teriakan dan bisikan penuh lirih dari putrinya membuat seluruh jantungnya berhenti, air mata mereka mengalir dan tidak ada hentinya mereka berusaha membuat Elena berhenti gemetar. Tidak ada yang bisa di lakukan mereka selain menyuntikkan penenang saraf untuk Elena agar bisa tertidur dengan tenang.
"Apa yang akan terjadi pada putri kita, Geo?" bisik Valeria memeluk suaminya sambil menahan tangisnya
"She'll be okay. Dia akan baik-baik saja, Elena hanya membutuhkan waktu, Val"
Emily memeluk kakaknya dan mengusap puncak kepalanya dengan sedih, "Dom memerlukan Elena sebagai saksi di persidangan dua hari lagi, Mom" ia menatap kearah kedua orangtuanya, "apa yang harus kita lakukan?"
"Elena tidak akan hadir dalam persidangan itu, Em" jawab Geo tegas
Walaupun Emily terkejut dengan ucapan ayahnya, namun ia juga menyetujui bahwa kakaknya tidak akan mampu mengikuti persidangan dengan keadaan seperti ini. Dom telah mendekam di dalam penjara selama lima hari dan lusa adalah hari persidangan, hari penting bagi Dom.
Dan Elena tidak sadarkan diri selama tiga hari pertama dan mengalami mimpi buruk di malam berikutnya. Emily terus menemani Elena dan menyadari apa yang harus dilakukannya ketika para pengacara mulai bertanya-tanya mengenai keadaan sepasang kekasih itu.
Tepat di hari persidangan, Emily mendapatkan surat kabar yang bertuliskan, 'Elena Ashton lolos dari percobaan pemerkosaan?' ia membuka lembar berikutnya yang juga menuliskan kata mengenai kakaknya. 'Dominic Payne membunuh putra gubernur demi menolong kekasih ataukah dendam pribadi?'
Dan pada halaman kedua belas terdapat ungkapan besar yang ditulis oleh Mrs. Dolores Campbell yang berisi, 'Elena Ashton menyulut perang antara pria dengan sikap lugunya?'
Emily menatap kearah ayahnya yang berdiri tegang di sebelahnya. "Aku tidak bisa membiarkan Elena mendapatkan caci maki seperti ini, Pa. Aku tidak bisa membiarkan orang-orang itu menyakitinya lebih dalam lagi..." bisik Emily pelan
"Kita bisa melakukan sesuatu, Em"
"Kalau dengan datang ke persidangan membuat keadaan Elena menjadi lebih buruk, maka aku akan membuat persidangan itu menjadi tidak ada. Aku tidak perduli dengan keadaan Dom, yang aku perdulikan adalah Elena, pa. Dia..." Emily meremas surat kabar itu dan membuatnya menjadi sebuah bola kecil. "Bagaimana bisa semua orang mengatakan hal sejahat itu dan membela Manton si brengsek itu?!"
"Manton telah meninggal, Em... tidak ada yang bisa kita lakukan"
"Kalau dia belum meninggal, aku yang akan membunuh pria itu, pa!" bentak Emily benci. "Sekarang... apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki semuanya, Pa?!"
∞
Hari persidangan
Elena menggedor pintunya dengan keras namun tidak ada satupun yang membukakan pintu untuknya. "Pa,Ma! Emily?!" teriak Elena dan mengulang kembali apa yang dilakukannya selama hampir lima belas menit yang lalu—menggedor daun pintu kamarnya dengan kepalan tangannya.
"Buka pintunya!"
Dengan pelan Emily meletakkan tangannya di balik pintu, menempelkan dahinya dan menahan isak tangisnya. Ia seharusnya tidak mengurung kakaknya sendiri di dalam kamar, namun ia tidak memiliki pilihan lain selain menyelamatkan Elena dari gunjingan masyarakat—hanya ini yang bisa dilakukannya.
"Maafkan aku, El" bisiknya pelan
"Buka pintunya, Em! Aku harus hadir dipersidangan hari ini! Dom membutuhkanku, kau tidak bisa melakukan hal ini kepadaku!" Elena menggedor kembali pintu kamarnya dan berusaha mendobrak dengan tubuhnya namun tidak ada hasil positive yang didapatnya. "Aku akan membencimu, Em. Aku akan membencimu karena telah melakukan hal ini! BUKA!"
Emily mundur selangkah dan membiarkan air matanya mengalir.
"Aku tidak akan membukakan pintu"
Elena menatap pintu dengan tatapan tidak percaya, seakan-akan ia bisa mengetahui raut wajah apa yang ditampilkan oleh Emily. "BUKA! Buka pintunya! Apa kau akan membantu papa dan mama untuk menghancurkan hubunganku dan Dom?! BUKA, Emily Ashton!"
Tangan Elena memerah dan terdapat beberapa bilur berwarna biru pada kepalan tangannya karena terus melakukan hal seperti ini.
Dengan nafas terengah-engah ia mundur selangkah, mengambil lampu yang ada di atas nakas dan melemparnya ke pintu, berusaha mendobrak dengan kakinya dan beberapa kali dengan menggunakan tubuhnya. Namun pintu itu tidak bergeming sama sekali.
Elena menatap jam dinding dan menangis lebih keras dari sebelumnya. Persidangan hampir selesai dan ia bisa merasakannya. Ia bisa merasakan debaran jantungnya beradu lebih kencang dari sebelumnya. Dan kemudian ia mendengar voice mail yang masuk ke ponselnya.
"...I'm busy, please enter..."
"...El, kau tidak datang?! Kau di mana?! Persidangan telah berakhir lima menit yang lalu. Apa yang kau lakukan sebenarnya?!"
"...I'm busy, please..."
"Damn it, Elena! Dom dinyatakan bersalah karena kau tidak datang di persidangan. Tidak ada yang bisa menolong Dom selain kau, tidakkah kau mengerti?! Di mana kau sekarang?!"
Dengan keras Elena memasukkan ponselnya ke dalam saku, menatap arah jendela dan membukanya dengan cepat. Kenop jendela itu sudah usang dan sangat sulit untuk diputar namun ia masih bisa melakukannya. Ia menggunakan ujung sepatu heels-nya untuk mendorong kenop itu terbuka, lalu Elena mengambil beberapa kain dan juga pakaian dari walking in closet-nya, menjadikannya satu dan melempar ke bawah hingga kain tersebut menyentuh tanah. Detik kemudian ia menuruni kamarnya yang berada di lantai dua dengan menggunakan kain tersebut.
∞
Perjalanan dari rumahnya ke pengadilan tidak jauh namun kali ini ia merasa setiap tapak yang digunakannya untuk berjalan sangat sulit digerakkan dan jarak ke pengadilan terasa sangat jauh. Elena berusaha menghapus air matanya dengan punggung tangan yang masih saja terus mengalir tanpa bisa di hentikannya
Telapak kakinya terasa menyengat karena ia tidak mengenakan alas sepatu, namun ia terus berlari. Elena terus berlari dan berlari tanpa memperdulikan nafasnya yang terasa hampir habis. Ia bahkan tidak perduli lagi dengan Voice mail yang masuk ke dalam ponselnya.
"Dom baru saja di bawa oleh pihak kepolisian. Dia di jatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Maafkan aku El, perpanjangan waktu yang kuminta pada jaksa penuntut tidak ada gunanya. Aku... bukanlah pengacara hebat yang bisa membantumu ataupun sahabatku sendiri. Please, datanglah kesini untuk menenangkan Dom. He need you, El..."
Ketika ia melihat gerbang pengadilan, Elena berlari lebih kencang lagi dan membuka pintu gerbang itu dengan keras. Namun nafasnya seolah berhenti sampai di sana. Karena tidak ada siapapun di sana, tidak ada hakim ataupun jaksa penuntut, bahkan tidak ada satupun orang yang berada di dalam ruangan itu.
Elena membiarkan kedua tangannya memegangi kepalanya yang berdenyut. Ia berteriak dan menangis di tengah ruang persidangan yang tidak ada satupun manusia di sana.
Kemudian Elena keluar dan melihat sosok hakim yang hendak menaiki sebuah mobil dari pintu belakang, ia berlari dengan cepat dan menahan pintu mobil tersebut. "Please, tolong ulang kembali persidangannya!Aku adalah saksi dari terdakwa Dominic Payne!"
"Maaf, sayang, tapi persidangan telah selesai"
"Tidak, tidak!" Elena menggeleng kepalanya dengan kencang, "tolong jangan lakukan ini... Dom tidak bersalah! Akulah saksinya dan aku—"
"Tidak ada yang bisa anda lakukan, Ms. Ashton. Sidang telah selesai dan saya tidak akan menarik keputusanku. Case closed, Ms, Ashton. Dominic Payne adalah pelaku pembunuhan dari Mr. Manton. Itulah hasil dari persidangan selama empat jam, hasil telah diputuskan dan anda bahkan tidak datang sebagai saksi"
"Tidak. Kau seharusnya menangkap Manton dan bukannya Dom!" teriak Elena histeris, ia berusaha menarik hakim keluar dari mobil namun di tahan oleh beberapa petugas. Perlahan-lahan tubuhnya di dorong menjauh sementara tangannya tetap berusaha menjangkau hakim tersebut. "Tolong... kau tidak bisa melakukan ini kepadanya!"
Hakim tersebut merapikan jasnya dan menatapnya dengan pandangan meminta maaf, "semoga hari anda menyenangkan, Ms. Ashton"
Kemudian pintu mobil ditutup, petugas yang menahan tubuhnya telah melepaskannya tapi tidak ada yang bisa dilakukannya.
Elena berlutut dan menangis, lalu ketika lelah ia terus mengulanginya kembali. Ia terus mengulangi lingkaran itu hingga Emily dan ibunya menjemputnya di tempat itu. Apa sebenarnya yang sudah terjadi padanya, pada Dom dan pada mereka?
∞
TBC | 5 NOVEMBER 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top