Part 1


I only want two things in this world.

I want you and I want us

-Rottingveins-

Jantungnya berpacu sementara kedua tangannya berada di atas meja, ia menunggu pria itu di satu ruangan tertutup, di mana kita bisa bertemu dengan tahanan selama beberapa menit. Beberapa menit sudah cukup baginya, setidaknya ia harus bahagia hanya dengan beberapa menit itu.

"Tahanan nomor TX2004, kau di perbolehkan untuk berbicara selama 15 menit" ucap petugas yang membukakan pintu kepada pria yang telah di tunggunya selama sepuluh menit yang lalu.

Pria itu berbeda dengan biasanya, mata abu-abunya tidak lagi bercahaya, tidak lagi ramah. Rahang pria itu telah tumbuh rambut tipis, membuat Elena ingin mengelusnya dengan lembut.

Elena menatap kedua tangan pria itu yang diborgol, ada rasa sakit ketika melihat logam dingin itu menekan pergelangan tangan tegas itu. "Kudengar, kau akan keluar minggu depan, Dom"

"..."

"Aku akan datang menjemputmu" ucap Elena

Pria itu menggebrak meja dengan keras, logam dingin itu memantul di atas meja dan membunyikan suara keras yang membuat siapapun mengernyitkan kening. Ketika Elena mengangkat kepalanya untuk melihat wajah pria itu, wajah Dom telah berubah menjadi lebih kelam.

"Apa kau lupa mengenai apa yang kukatakan padamu, Ms. Madeline? Apa aku perlu mengingatkan kepadamu lagi?" tanya Dom serak.

Aku ingat...

"Apa yang sebenarnya kau inginkan? Mengurangi rasa bersalahmu?" Dom mengatakannya dengan dingin.

Bukan... bukan itu yang kuinginkan Dom...

Dom bangkit dan memajukan wajahnya kearah Elena, dan berbisik dengan suara dingin yang pernah diingatnya, "aku membencimu dan aku menyesal telah melakukan semua itu untukmu. Hal terbaik yang pernah kau lakukan untukku adalah menjauh dariku, Ms. Madeline"

"Jangan berkata seperti itu kepadaku, Dom. Aku-"

"Pergi dan jangan kembali, Ms. Madeline. Kalau kau memang ingin mengurangi rasa bersalahmu, maka pergi dan jangan hiraukan aku"

Jangan memintaku untuk melakukan hal itu, Dom...

Kemudian Dom bangkit dari tempat duduknya dan berteriak, "buka pintunya!" teriak Dom dan petugas tersebut membuka pintu dengan cepat, "tidak ada yang harus dibicarakan lagi. Bawa aku ke dalam!"

Elena bangkit dan mengitari meja yang membatasi mereka, tangannya terulur menarik baju tahanan yang dikenakan pria itu, "aku akan menjemputmu, Dom, aku akan menunggumu. Aku akan tetap menunggumu hingga kau keluar"

"Aku tidak peduli" jawab Dom dingin, menghentakkan tubuhnya dengan keras hingga tubuh Elena terjatuh diatas lantai.

Lalu Dom meninggalkan ruangan di temani oleh petugas. Sementara Elena membiarkan air matanya mengalir penuh penyesalan.

Aku mencintaimu, Dom, jangan memintaku untuk menjauh... jangan pernah meminta hal itu...

Tujuh hari kemudian

"Kau mau kemana, El?" tanya Emily-adiknya, dengan membawa jaket di tangan kirinya dan memberikannya kepada Elena, "ini, pakai. Jangan sampai kau kehujanan"

Elena tidak mengatakan apapun tapi tetap mengambil jaket pemberian adiknya itu.

"Kau tidak akan mengatakan padaku, ya, kemana kau akan pergi?" tanya Emily berusaha sekali lagi bertanya.

"Aku akan menemui Dom, dia keluar dari penjara hari ini"

Tidak ada sanggahan ataupun larangan dari Emily. Sementara itu, Elena menggulung jeans-nya hingga setinggi mata kaki, lalu beranjak dari tempat duduk. Lalu mendadak Emily menarik tangannya dan mata gadis itu terlihat sendu ketika menatapnya.

"Sampaikan salam-ku kepadanya, El"

Elena mengangkat sebelah alisnya dan bertanya dengan nada sarkastik, "benarkah kau ingin menyampaikan salam kepada-nya, Em? Bukan untuk menghina-ku ataupun mengatakan hal yang menyakitkan sama seperti yang dilakukan mama?"

"Aku tidak akan melakukan hal itu, El"

"Pembohong"

"El..."

Ia mengibaskan tangannya di udara dan tersenyum sinis, "tujuh tahun yang lalu kalian mengurung-ku dan sekarang kau memberikan salam kepada Dom? Apa ini semua semacam candaan bagi kalian?"

"Kami melakukannya untuk-mu. Tapi itu bukan berarti aku tidak merasa bersalah sama sekali pada Dom"

"Kalian tidak melakukannya untukku" bisik Elena pelan. "Kalian tidak pernah melakukannya demi diri-ku"

Elena memutar tubuhnya, mengambil tas-nya dan bergegas meninggalkan ruang tengah. Ia tidak ingin berdebat lebih lanjut dengan adik-nya atau dengan siapapun. Dengan cepat Elena berlari menuju kepolisian Texas, hari ini Dom akan bebas, pria itu akan mendapatkan apa yang seharusnya memang di dapatkan oleh pria itu. Hari ini...

Seharusnya ia mengetahuinya, bahwa Dom tidak akan pernah mau bertemu dengannya lagi, bahwa Dom tidak akan pernah menatapnya dengan tatapan penuh cinta yang pernah di lakukannya. Dan... bahwa Dom tidak akan pernah mengkhawatirkan dirinya lagi-seperti dulu.

Elena keluar dari markas departemen peradilan pidana Texas dengan kepala di tundukkan. Saat itu hujan telah turun dan yang dilakukan Elena adalah membuka hoodie jaket-nya, wajahnya merasakan air dingin yang dengan kencang menerpa wajahnya.

Mr. Payne telah meninggalkan markas setelah di bebaskan satu jam yang lalu.

Dengan perlahan Elena berjalan ke rumah Dom dengan pemikiran bahwa mungkin saja pria itu berada di sana. Dan memang benar, di sana-lah ia melihat tubuh besar Dom berada di depan pagar rumah, tengah menatap rumah tersebut seakan berharap seseorang membukakan pintu untuknya. Namun tidak ada satupun yang terjadi.

Hal itu menyakiti Elena. Ada ratusan rasa bersalah di dalam hatinya, dan ada ratusan ucapan yang sama di dalam benaknya. Andai dulu kau tidak kabur, Dom tidak perlu melalui semua ini.

Elena berjalan mendekati pria itu dan memeluk punggung belakang Dom, sementara kedua tangannya melingkar di pinggang besar itu. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir, ia menginginkan Dom yang dulu. Ia menginginkan mereka yang dulu.

"Lepaskan pelukanmu, Ms. Madeline"

"Panggil aku El. Panggil aku seperti nama-ku yang dulu, Dom" bisik Elena

"..."

"Aku salah. Ini semua adalah salah-ku, Dom, but please... don't act like that to me. Aku masih kekasih-mu. Aku masih-"

Dengan kasar Dom menyentakkan pelukan Elena, memutar tubuhnya dan mendorong gadis itu menjauh dari-nya. Wajah dingin yang dulu tidak pernah dipikirkannya bisa dilakukannya kini telah menjadi wajah-nya yang sekarang. Tujuh tahun, bukanlah waktu sebentar baginya untuk melatih wajah ini.

"Itulah permasalahannya sekarang, Madeline"

"Dom..."

Dom menatap Elena dengan wajah dingin-nya, tanpa tersenyum sama sekali. "Itulah permasalahan kita sekarang. Aku sudah tidak lagi memiliki kekasih, dan kau bukan-lah kekasih-ku"

"Jangan lakukan ini..."

"Elena telah mati tujuh tahun yang lalu, dia telah mati karena hampir diperkosa oleh pria yang kubunuh dengan kedua tangan ini. Dan kau bukanlah siapa-siapa selain orang asing, aku hanya menganggap kau sebagai kembaran dari gadis yang pernah ku-cintai dulu"

Air mata Elena mengalir dengan lebih deras, dan ia tersenyum kecil, "apa ini arti-nya hubungan kita telah berakhir tujuh tahun yang lalu, Dom?"

"..."

"Aku mencin-"

"Jangan katakan hal yang tidak ingin kudengar, Madeline. Apapun yang ingin kau katakan, aku tidak ingin mendengarnya dari mulut-mu. Kau sudah membuktikan segalanya, kau bahkan sudah membuktikan betapa besar perasaan-mu padaku dengan membuatku mendekam di penjara selama tujuh tahun"

"Dom..."

"Tujuh tahun, Madeline. Dan selama dua bulan pertama, aku terus berharap kau menjengukku, mengatakan bahwa segala-nya baik-baik saja. Dan aku berharap kau mengatakan bahwa kau mencintaiku, setidaknya hanya itulah yang ingin kudengar saat itu" jelas Dom mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya, setidaknya ia berusaha agar tidak memeluk gadis itu.

Ayolah, Dom, selesaikan masalah ini dan segera pulang.

Dominick menatap kearah lain, menghela nafas dan merasa sangat lelah. Kemudian ia menatap kearah Elena yang tengah menangis dalam diam, segalanya telah berubah. Dom bukan lagi orang yang bisa memeluk gadis itu dengan leluasa, Dom juga bukan orang yang bisa mengecup bibir pink itu untuk menenangkan perasaan pria itu, Dom bukanlah pria yang memiliki apapun.

"Segala yang kuinginkan sekarang adalah kau menjauh dari kehidupanku, Madeline" ucap Dominick.

Ketika ia memutuskan bahwa segalanya telah usai, Dom berjalan melewati gadis itu dan merasakan tangan lembut itu menarik ujung kemeja-nya dengan tangan gemetar. "Jangan tinggalkan aku, Dom..."

"..."

"Aku mencintaimu. Perasaanku tetap sama dengan tujuh tahun yang lalu dan akan selalu sama. Karena aku mencintaimu!" bisik Elena pelan, "jangan mengatakan padaku untuk meninggalkanmu, jangan berkata bahwa hubungan kita telah berakhir, Dom. Just don't... menurutmu, harus kuapakan perasaanku ini?"

"Hilangkan perasaanmu, Madeline. Karena aku tidak lagi mencintaimu sekarang"

Dom melepaskan genggaman tangan Elena pada ujung kemejanya dengan tangan yang dingin dan menatap mata hijau itu dengan pandangan kosong, "perasaanku sudah kau hilangkan tujuh tahun yang lalu, Madeline. Aku sudah tidak punya satupun kepingan perasaan yang bisa kuberikan padamu"

"Jangan pergi..."

Tanpa menunggu ucapan Elena lebih lanjut, Dominick melangkah meninggalkan Elena yang masih mematung di depan rumahnya. Rumah-mu yang dulu, Dom, kau tidak lagi memilikinya...

Ia telah memberikan segalanya kepada gadis itu. Dominick tidak lagi memiliki satu pun kepingan hati yang bisa diberikan, karena ia telah memberikan segalanya kepada gadis itu. Kepada Elena-nya. Dan kini segalanya telah menghilang dengan gadis itu yang menghianatinya tepat di depan wajahnya.

Tujuh tahun, bukanlah waktu yang sebentar.

Dominick berjalan di tengah hujan, setengah menutup matanya dan merasakan dingin di sekujur tubuhnya. Seharusnya ia membenci gadis itu, seharusnya ia memperlakukan Elena dengan sangat dingin. Tapi ia tidak bisa melakukannya...

Aku mencintaimu, Dom

Ucapan cinta bisa saja diucapkan tanpa memikirkan apa kita mengetahui makna tersebut? Kalau semudah itu mengatakan cinta, bukankah seharusnya kita mempertanyakan apakah cinta yang kau ucapkan benar-benar merupakan kata cinta?

Aku dulu mencintaimu, El...

Ia bisa merasakan ucapan cinta yang tak sanggup diucapkannya itu seolah menggema di dalam tarian hujan yang begitu deras, seolah hujan ikut berpartisipasi dalam kesedihan yang di alami-nya, dan ikut memberikan semangat pada dirinya untuk melepaskan gadis itu.

Cinta terakhir dalam hidupnya...

Elena terdiam dan mulai merasakan seluruh tubuhnya basah kuyup, tapi ia tidak memperdulikannya. Bukankah seharusnya ini memang yang dirasakannya? Dom benar, tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar.

Tujuh tahun... benarkah ia telah kehilangan pria itu selama tujuh tahun dan benarkah hubungan mereka telah berakhir selama itu?

Pria itu menolongnya dan apa yang bisa dilakukannya sekarang? Tidak ada. Kau malah menjebloskannya ke dalam penjara dingin itu, El. Inikah yang kau sebut dengan cinta?

"El, kau sedang apa di sana?" ia bisa mendengar suara Emily berteriak dengan kencang dan Elena juga bisa mendengar suara langkah gadis itu yang semakin mendekat kearahnya.

"Apa aku sudah gila, El? Kenapa kau malah berada di tengah hujan deras seperti ini? Bukankah katamu kau akan menjemput Dom? Kau-"

"Dom telah pergi" bisik Elena lemah

Untuk sejenak tarikan Emily pada tubuhnya berkurang, ia bisa merasakan tatapan khawatir dari adiknya itu. Namun ia tidak memperdulikannya sama sekali. "Apa yang terjadi?" tanya Emily berbisik

"Apa yang sudah kulakukan selama tujuh tahun, Em...?"

"El..."

"Apa yang sebenarnya sudah kulakukan?" bisik Elena, membiarkan air matanya mengalir seolah bergabung dengan air hujan yang menerpa wajahnya.

Tangannya terangkat, bersatu di depan dadanya sementara tubuhnya gemetar, "apa yang sudah aku lakukan selama ini? Kenapa kalian melakukan ini padaku?!" suaranya kini menggema di tengah hujan deras tersebut.

"Kami melakukannya demi dirimu" bisik Emily pelan

"Kalian tidak melakukannya demi diriku. Aku hanya membutuhkan Dom dan kalian membuat pria itu menjauh dariku. Kalian membuat segalanya hilang. Aku hanya membutuhkan Dom, hanya itu yang aku butuhkan. Dan sekarang..." Elena menatap adiknya dengan tatapan tidak percaya, "...aku kehilangannya..."

"Saat itu kau membutuhkan ketenangan. Kami-"

"Aku hampir diperkosa dan Dom yang telah menolongku. Apakah kalian berpikir yang aku butuhkan adalah ketenangan?" tanya Elena pelan dan tertawa keras, "kalian salah"

"El..."

"Aku hanya membutuhkan Dom. Tujuh tahun yang lalu aku membutuhkan Dom dan sekarang, aku masih membutuhkan Dom. Ketenangan tidak akan membuat trauma akan percobaan pemerkosaan itu menjadi tidak ada, Em. Ketenangan yang kau maksudkan, tidak bisa membuat mimpi burukku mengenai kejadian itu menghilang, kau tidak pernah tahu-kalian tidak pernah tahu!"

Emily mengatupkan kedua tangan pada mulutnya dan berbisik pelan, "maafkan aku"

"Aku kehilangan segalanya. Kalau... kali ini aku kehilangan Dom, maka aku akan mati" bisik Elena pelan, kini ia menatap Emily yang masih menangis di hadapannya. "Hanya Dom atau aku akan mati"

"El..!"

"Aku tidak bisa kehilangannya, Em! Aku tidak bisa kehilangannya!

Dengan kasar Elena menghapus air matanya, ia menatap kearah Emily dan berkata dengan dingin, "aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan Dom kembali, walaupun kalian semua menentangku, walaupun pria itu sekarang membenciku, aku tidak perduli. Hanya dia, itu masalahnya. Dulu aku bisa bertahan karena Dom, dan aku juga membutuhkan pria itu sekarang. Aku tidak perduli dengan kau, mama atau siapapun, Em"

"Aku tahu perasaanmu. Aku juga tidak menginginkan hal ini terjadi, berhentilah menyalahkanku!"

"Tapi saat itu kau tidak membantuku, kau membantu mama untuk mengurungku di dalam kamar sementara Dom sedang membutuhkan saksi di pengadilan!"

"Aku lebih memilih nama baik kakakku sendiri di bandingkan pria itu!" teriak Emily keras, "aku memilihmu dibanding Dom. Aku membantu mama dan apa kau tahu bagaimana perasaanku ketika melihatmu? Kau membenciku atas perbuatan yang menurutku merupakan langkah terbaik saat itu. Kau marah padaku atas perlakuan tidak adil yang diterima Dom..."

"..."

"Tapi apa kau pernah sekali saja berpikir apa yang kurasakan ketika melihatmu seperti ini, kak? Apa kau pernah berada di situasi ketika kau harus memilih?"

"..."

"Aku juga menerima perlakuan tidak adil, sama seperti Dom-sama seperti pria yang kau cintai itu. Aku juga tidak menginginkan semua ini terjadi pada kalian!" Emily berteriak kemudian menangis tepat di hadapan Elena.

Tidak pernah. Itulah masalahnya... Elena tidak pernah memilih dan ia tahu bahwa dirinya tidak akan pernah bisa memilih. Dan karena itulah ia kehilangan segalanya.

Terlebih lagi, selama ini Dom-lah yang membantu dirinya untuk memilih setiap keputusan yang hendak di ambilnya. Dulu, Dom-lah yang membantu dirinya dan bahkan Dom-lah yang selalu berada di sisi-nya ketika Elena membutuhkan pegangan. Dan kini... ia kehilangan pria itu, karena tidak ada lagi satu keping dari perasaannya yang bisa diberikannya lagi kepadanya.

Aku dulu mencintaimu.

Tadi Dom mengatakan hal itu. Hal terakhir yang dikatakan pria itu untuknya. Satu-satunya pertanda bahwa ia telah menghancurkan keseluruhan hati pria itu. Selama ini pria itu yang terus bertahan di sisinya.

Hanya dia, itu masalahnya...

TBC | 23 Oktober 2016

Hey, aku cuma mau bilang... aku sudah jatuh cinta dengan Dom & Elena ketika membuat cerita mereka. Semoga kalian juga ya :)

Vomment 2k?

-Nath-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top