5 | Nate...
5 | Nate...
Ally tidak bisa memfokuskan diri, entah kenapa. Seluruh peserta rapat ini tampak serius memperhatikan detail misi yang disampaikan Langit Dirgantara, tapi perhatian Ally selalu teralihkan. Semua karena lelaki itu, yang dipanggil Nate... nama lengkapnya Renato Aldern dan ia mengenakan baju tahanan karena memang terdaftar sebagai terpidana kasus penyelundupan senjata ilegal dan beberapa kejahatan internasional, menggagas aksi demo luar biasa di Meksiko, Rio de Janeiro, dan Italia.
Renato duduk di seberang meja Ally, sikapnya tenang, cenderung tidak peduli dengan sekitarnya. Postur tubuhnya tinggi, jelas lebih dari seratus delapan puluh centi. Ally tidak bisa memperkirakan berat badannya, tubuh Renato ramping, cenderung kurus, meski bahunya terlihat lebar dan otot lengannya terbentuk. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi, bahkan saat Langit membuat kelakar, tatapan Renato tetap kosong.
Lelaki ini berbahaya, Ally menyadari itu... karena ketika semua orang di ruangan ini tampak khawatir, takut dan waspada dengan segala resiko negosiasi, Renato tidak menunjukkan semua itu. Ketika Renato beralih menatapnya, seketika Ally merasa gugup. Sesuatu yang tidak biasa terjadi, Ally tidak pernah gugup terhadap siapapun, bahkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di White House, Blue House, bahkan zona demiliterisasi yang penuh ranjau, tidak sekalipun helaan napas Ally terjeda seperti ketika bersitatap dengan Renato.
"Aku akan memakai senjataku sendiri," kata Renato.
Ally mengerjapkan mata, sadar ia tertinggal satu topik pembicaraan. Ally segera menatap layar, ada beberapa jenis senjata yang ditunjukkan di sana.
"Orang lain boleh memimpin, tapi perempuan itu mengikuti perintahku," kata Renato lagi, kali ini sembari menunjuk Ally.
"Namaku Alicia, Ally," kata Ally cepat, tidak nyaman disebut perempuan itu.
Renato tidak menyimak perkenalan yang Ally lakukan, lelaki itu bersedekap dan memandang ke arah Langit Dirgantara, menyimak tentang tim back up yang akan diterjunkan membantu mereka di Hasnaba.
Satu jam kemudian rapat tersebut selesai, Ally segera beranjak, melangkah ke tempat Renato duduk dan berhenti tepat di hadapan lelaki itu.
"Kita belum berkenalan," kata Ally.
Renato memandangnya selama beberapa detik, "Tidak perlu."
"Aku tidak suka disebut selain dengan namaku."
"Aku tidak peduli pada hal yang kau suka atau tidak."
"Tugasmu melindungiku, kau harus mengenalku."
"Aku bisa melakukan itu tanpa—"
"Kau sudah mengenalku sebelumnya? Kita pernah bertemu?"
Selaan Ally membuat Renato kemudian memilih bangkit dan beranjak menuju tempat Langit duduk. Ally mengikutinya, ia tidak suka diabaikan oleh seseorang, terutama oleh seseorang yang seharusnya melindunginya.
"Aku harus bicara pada Dean sekarang," kata Renato pada Langit.
"Orangku akan mengantarmu ke suatu tempat, tapi sebelum itu lepas dulu baju tahananmu, kita akan bicara pada Dean saat makan malam."
"Siapa Dean?" tanya Ally.
Langit tersenyum, "Adik kembarnya."
"Ada juga hal yang dia pedulikan," kata Ally.
Senyum Langit melebar, "Ada juga hal dalam dirimu yang dipedulikan olehnya, karena itu misi ini akan berhasil."
"Benarkah?" tanya Ally, menatap Langit sesaat sebelum kembali menatap Renato.
Yang ditatap terakhir kali memilih berlalu sembari memaki, "Fuck you."
***
Ally memasuki ruang kerjanya di Biro dan bergegas mencari tahu tentang Renato Aldern. Ia lebih dulu menyalakan laptop, menyambungkan koneksi internet dan membuka laman penyimpanan virtual milik Biro. Ally memasukkan kode aksesnya.
Ally langsung mengetik nama Renato Aldern, ada banyak informasi tentang kegiatan ilegal yang dilakukan lelaki itu, penyelundupan senjata, pembunuhan, pekerjaan penyamaran, hingga penggagas beberapa aksi demo luar biasa. Anehnya, tidak ada informasi pribadi. Semua hal tentang Renato Aldern hanya berisi laporan kejahatan, informasi persidangan, fakta bahwa lelaki itu seharusnya masih menjalani dua puluh tahun masa tahanan sebelum bisa dibebaskan.
Teringat nama Dean, Ally segera mengetik pencarian baru. Dean Aldern.
Tidak ada informasi apapun, Ally nyaris berpikir keduanya memang penjahat kelas tinggi sehingga data-datanya dilindungi. Tapi ada satu hal yang diperhatikannya ketika Renato diminta melepas baju tahanan tadi, di dada lelaki itu melintang tato garis dan berakhir dengan tulisan huruf latin, Harshad's born.
Harshad, Dean Harshad.
Ally mengetik nama yang begitu saja melintas di kepalanya, menemukan profil seorang pemilik properti mewah di Lombok Bay, Cabin Beach Resort. Jika diamati begitu saja, tidak akan ditemukan kemiripan antara Renato dan Dean, tapi memperhatikan lebih lama, keduanya memiliki satu kemiripan, bentuk dan warna matanya.
Profil Dean Harshad cukup lengkap, berisi tanggal lahir, alamat rumah, pekerjaan, nomor informasi kependudukan, bahkan nama istri dan anaknya juga tercantum di database. Semakin banyak membaca informasi tentang Dean, semakin Ally menyadari bahwa kedua orang ini, meski kembar, mereka menjalani kehidupan yang sangat berbeda.
"Ally..."
Suara panggilan dari Willya membuat Ally segera menutup situs yang terpampang di layar laptopnya.
"Ya, Tante, masuk," sahut Ally dan handel pintu bergerak.
"Tante pikir, kita harus membahas ulang tentang misi—"
Ally segera menggeleng, "Tidak, ini misi yang penting, aku bisa melakukannya."
"Ya, tapi ini sangat berbahaya dan sulit mempercayai Renato Aldern, dia benar-benar mengerikan." Willya bersedekap sembari mengelus-elus kedua lengannya, berusaha menenangkan diri, entah dari hal apa. "Dia meloloskan diri saat proses pemindahan, tim yang diterjunkan untuk membekuknya... mereka..."
Willya belum pernah bersikap ragu sebelumnya dan menilik bagaimana dia sampai berhati-hati memilih berita untuk disampaikan, Ally bisa begitu saja menebak.
"Mereka semua mati."
Willya mengangguk, "Dia terlalu berbahaya, meski Pak Langit yakin terhadapnya."
"Banyak misi yang berhasil karena keyakinan seorang Langit Dirgantara."
"Memang, tapi setidaknya kita harus membicarakan ulang tentang misi ini."
"Pak Langit bilang, ada hal dalam diriku yang dipedulikan oleh Renato."
"Apa itu?"
Ally mengangkat bahu, "Dia pasti tahu sesuatu tentangku, orang tidak menunjukkan ketertarikan karena memiliki pengetahuan."
"Kamu tidak takut terhadapnya?"
"Takut," jawab Ally meski kemudian menerbitkan senyum tipis. "Aku takut pada orang yang tidak menunjukkan ketakutan terhadap apapun... dan aku tertarik pada orang semacam itu."
"Ally," kata Willya, suara panggilannya diliputi kecemasan.
"Aku tidak akan kalah, dalam negosiasi, atau dalam menangani Renato." Ally memundurkan kursinya lalu berdiri, menggandeng Willya kembali menuju pintu, "Nah, mari kita pulang, waktunya ibu hamil untuk beristirahat."
"Harus ada jaminan bahwa Renato Aldern tidak akan menghianati misi ini," kata Willya, menolak keluar dari ruangan.
"Dia tidak akan melakukannya."
"Karena?"
"Dia mendengarkan Langit Dirgantara."
"Itu saja tidak cukup untuk—"
"Itu cukup untuk saat ini." Ally menyela dan menoleh, menatap Willya. "Itu cukup sampai aku menemukan cara menjinakkannya."
"Jika disebut hewan, dia jelas buas." Willya mengingatkan.
"Selalu ada cara menjinakkan, bahkan yang terbuas sekalipun." Ally kembali tersenyum, melanjutkan kalimatnya, "Karena sejatinya manusia adalah makhluk terbuas, brutal dan tamak..."
***
Renato memasuki kamar yang disediakan untuknya, dengan mudah menyadari beberapa penempatan kamera pengawas, ia tidak perlu memeriksa jendela untuk menyadari penempatan sensor gerakan. Situasinya sama saja dengan berada di penjara.
Renato berlalu ke kamar mandi, membersihkan diri dan memutuskan bercukur. Setelah itu Renato memeriksa pakaian yang disiapkan untuknya. Bokser, kaus hitam, celana jeans, sepatu sneaker, sandal kulit, jam tangan. Setelah berpakaian, Renato bertelanjang kaki ketika keluar dari kamar. Langit berkata akan menunggunya di ruang makan sebelum menghubungi Dean, karena itu Renato melangkah ke sana.
Suara percakapan membuat Renato menyipitkan mata. Ia memasuki ruangan mendapati Ally mengobrol santai dengan Langit.
"Seharusnya ada sandal atau sepatu di kamarmu," kata Langit.
Renato tidak menjawab dan duduk di kursi yang tersisa, berhadapan dengan Ally.
"Ukurannya terlalu kecil," kata Ally.
"Benarkah? Aku menyamakan ukuranmu dengan Dean," kata Langit.
"Kapan aku bisa bicara dengan Dean?" tanya Renato.
"Segera, setelah kita makan malam," jawab Langit lalu pelayan muncul membawakan hidangan makan malam, steak dan potongan kentang goreng.
Ally memperhatikan Renato punya pengetahuan table manner yang cukup, ia menunggu dalam diam ketika lelaki itu mengambil pisau dan garpu, membuat irisan daging pertama dan memakannya. Ally menghitung dalam hati seiring Renato tampak mengunyah, menelan, lalu membuat irisan berikutnya, memakan hidangan dengan tenang seolah tidak terjadi apapun.
"Delapan milligram terlalu sedikit, Ally," kata Langit memecah keheningan.
Ally menoleh, "Aku memberinya delapan belas milligram."
Renato bahkan tidak tampak terganggu dengan obrolan itu, tetap makan dengan tenang. Kurang dari lima menit kemudian saat menghabiskannya, tetap tidak ada tanda-tanda Renato akan kehilangan kesadaran.
"You're not human, are you?" tanya Ally.
"He's immune with some toxicant, venom, and drugs." Langit yang menjawab karena Renato terlihat tidak tertarik untuk menanggapi Ally, "Dia juga kebal dengan beberapa jenis penyiksaan, termasuk simulasi psikologis."
"Jadi, bagaimana cara melumpuhkannya?"
"Coba dulu dengan cara-cara paling sederhana, misalnya... memandangnya?"
Renato begitu saja melempar pisau steak, Langit mengangkat garpu dan menangkis lemparan itu, membuatnya berdenting di lantai.
"Shut up, Old Man," kata Renato, menggeram.
"Itukah hal dalam diriku yang dia pedulikan?" tanya Ally dan mengulas senyum saat beralih memadang Renato, "Kau tidak mengenalku, tapi pemilik mataku, bukan begitu?" []
--
Kalau The Darkling nanya 'What are you?' nah kalau Ally nanya, 'You're not human, are you?'
Kemarin ada yang nanya soal kenapa sih penggagas demo aja sampe kejahatan internasional? Ya karena itu dinilai sebagai aksi provokasi dan menimbulkan keresahan internasional. Ada contohnya? Banyak... you can searching it.
Dan buat yang udah bertanya-tanya, Ally atau Alice yang bakal paling dicintai Renato, jawabannya adalah Dean yang paling dicintai Renato... Pfffttt adegan romance masih jauh ~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top