47 | Harshad's born
47 | Harshad's born
Lihai.
Satu kata itu yang langsung muncul dalam benak Freya ketika memperhatikan Alicia Wajendra lebih lekat. Sebagai perempuan yang dahulu kerap menjalani misi dan pernah memperjuangkan suatu kemajuan untuk penanganan konflik kemanusiaan, Freya bisa melihat ekspresi ketegaran dan keteguhan Ally. Penolakan halus bukan suatu hal yang membuat perempuan itu mundur, pun penolakan kasar seperti yang sudah dilakukan Renato.
"Kenapa Dean bukan targetmu?" tanya Freya, ia harus waspada dengan penilaian Ally.
"Lelaki sulit memahami keinginan perempuan."
Freya mengerutkan keningnya, "Dan menurutmu, hanya karena aku perempuan, aku bisa memahami keinginanmu?"
"Itu lebih memungkinkan. Jadi, bagaimana?" Ally terlihat tidak sabar dengan ide apapun yang mungkin sudah terlintas di kepalanya.
"Apa keuntungannya jika aku bekerja sama denganmu?"
Dean memandang istrinya, "Kamu terdengar tertarik?"
"Aku hanya ingin tahu." Freya menegaskan.
Ally berpikir, tampak seperti menimbang beberapa hal sebelum berujar, "Aku bisa memberimu apa yang kau inginkan."
Dean tertawa, "Dia sudah mendapatkannya."
"Belum," jawab Ally dengan yakin, ia memandang Freya yang diam saja. "Setidaknya sepanjang aku melihat, kau belum memberikannya, Dean."
"Aku memberi Freya segalanya."
"Kecuali satu hal," sahut Ally yakin.
Dean memandang Freya dengan kening berkerut, "Kamu tidak mendebat itu? Aku 'kan benar-benar memberimu segalanya."
"Ally benar, kamu tidak memahaminya." Freya memandang Ally, ia bisa meraba jenis penawaran yang akan diberikan perempuan itu. "Apa yang ada dalam pikiranmu sebenarnya?"
"This and that," jawab Ally seraya mengulas senyum misterius. "Tugasmu hanya satu, untuk mendapatkan penawaranku ini."
"Apa yang tidak bisa aku pahami?" tanya Dean.
"Aku sudah memulai proyekku, sejauh ini berjalan sesuai rencana... dan perlindunganmu akan menyempurnakan rencanaku." Ally berbicara kembali, mengabaikan pertanyaan Dean.
Freya tampak semakin terkejut mendengarnya, ia memandang Ally lekat-lekat, nyaris tidak berkedip selama beberapa saat, "Kau bercanda?"
"Tidak, karena itu biarkan situasi ini berkembang sebagaimana mestinya... bukan berarti tidak perlu khawatir tetapi aku yakin Dean adalah target kedua yang akan disasar Kakekku."
"Jika aku target kedua? Siapa target pertamanya?" tanya Dean.
Freya mengendikkan dagu ke arah Ally, "Dia."
"Sebagai pemuja kekuatan kekuasaan, pembangkangan adalah hal yang paling dibenci oleh Kakekku. Wirdja Wajendra pasti kesal sekali saat ini, Nate membawaku kabur."
Dean bersedekap kembali dan memandang Ally, ia mencoba mengusulkan satu hal paling masuk akal untuk dilakukan, "Jika kita mengadakan pertemuan dua keluarga dalam suasana yang baik, apakah itu akan-"
"Dean, please..." sela Freya, agak kesal ketika mengubah arah duduk menjadi lebih condong ke arah suaminya itu. "Mereka bahkan bukan pasangan yang normal, mereka tidak saling mencintai seperti kita... menikah bukanlah tujuan akhir mereka dalam hubungan ini."
"Lalu untuk apa mereka bersama-sama?" Raut wajah Dean menunjukan ekspresi heran yang begitu ketara.
"Bukankah terlihat jelas bahwa Nate sudah berusaha pergi? Ia menyelesaikan misi, bahkan berusaha menyelesaikan urusan pribadi... mereka tidak bersama-sama karena menjalin suatu hubungan, Ally yang tidak membiarkan dan menolak ditinggalkan oleh Nate."
Ally mengangguk, mengacungkan jempolnya untuk penjelasan singkat Freya itu. Ally tidak menutupi rasa senangnya tatkala memperhatikan pasangan suami-istri di hadapannya ini saling berbagi pengertian. "Dan aku sebenarnya agak lega karena Kakekku mengacau, aku jadi terhubung lebih lama dengan Renato... juga berada di sini bersama kalian, ini benar-benar kesempatan luar biasa untuk memuluskan rencanaku."
Dean memandang Ally, memikirkan percakapan mereka lalu menarik sebuah kesimpulan singkat yang diungkapkan kepada Freya, "She's insane."
"Lama sekali untukmu menyadari itu," desah Freya meski tetap mengelus-elus bahu suaminya.
***
"Kita akan tidur bersama di sini?" tanya Ally ketika ia dipersilakan menempati kamar tamu dan ada Renato di dalamnya.
"Aku perlu mengawasimu." Renato duduk di sofa bed tunggal yang memang menghadap ke arah tempat tidur ukuran queen.
Ally meletakkan ranselnya di kaki tempat tidur lalu berbaring miring menghadap Renato dengan menyangga sebelah kepala.
"Aku sudah memberi Freya penawaran, bagaimana jika kita bertaruh? Apa dia akan mengetuk pintu kamar ini atau tidak untuk membahasnya lebih lanjut."
"Aku tidak peduli akan hal itu."
"Tapi aku pikir pasti Dean akan mengetuk pintu kamar ini." Ally terkekeh geli saat mengingat percakapan di meja makan tadi. "Dia bertanya tentang mengadakan pertemuan dua keluarga... manis sekali cara berpikirnya itu."
Renato diam saja, Dean memang dibesarkan secara cermat agar lebih baik dalam menjalani kehidupan sebagai manusia normal sekaligus warga sipil yang terhormat dan bermartabat.
"Tapi kalian pasti terpisah lama sekali ya, perbedaannya terlalu jauh," tebak Ally dan tatapan Renato kembali fokus kepadanya. "Emm... karena ayah kalian penjahat, dia pasti orang yang membesarkanmu... dan Dean adalah jatah ibumu, benar begitu?"
"Dan kau jelas dibesarkan kakekmu, kalian sama keparatnya." Renato merespon dengan dingin.
Ally tertawa pelan, mendesah memikirkan masa kecilnya sebagai alat untuk mendulang simpati dan masa remajanya yang penuh manipulasi. Ia menggeleng, menolak bernostalgia lebih lama karena menyadari rencana besar yang disusunnya tengah berjalan.
"Aku sudah memberi tahu Freya beberapa hal penting tentang Kakekku, memang tidak sepenuhnya bisa mengamankan Dean... selama aku belum bersujud menyesali tindakanku dan kembali ke balik dinding kekuasaannya, perlawanan ini tidak akan berakhir."
"Aku heran kenapa kalian tidak saling bunuh saja secara nyata."
Ally bangun dari posisi berbaringnya, "Itukah yang kau lakukan pada ayahmu? Kau membunuhnya untuk bisa terlepas darinya?"
Renato tidak menjawab, meski dari senyum yang terukir di bibir Ally jelas menandakan bahwa perempuan itu bisa mengerti.
"Dan siapa yang menjadi musuhmu berikutnya setelah itu, Nate?" tanya Ally dengan raut penasaran.
"Aku menghabisi seekor serangga betina yang merepotkan beberapa tahun lalu," jawab Renato dengan nada datar.
"Serangga yang membuat luka di telapak tangan Dean?"
Renato menarik sebelah alisnya menanggapi itu. Ally yang menyadari perubahan ekspresi Renato segera tertawa ringan.
"Dean benar-benar mudah dibaca, Freya agak sulit tapi terkait Dean dia selalu perhatian... mereka jelas saling melindungi dan akan berkorban untuk satu sama lain tanpa ragu." Ally kemudian melangkah turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah Renato. "Namun... ketika Freya memilih untuk menerima penawaranku, aku akan memenangkanmu."
Renato memandang datar pada perempuan yang kemudian berhenti di ujung sofa bed tempatnya duduk.
"Seingatku dia tidak mengiyakan apapun terhadap omong kosongmu." Tatapan Renato tidak berubah meski Ally kemudian bergerak, menaiki sofa bed dan tanpa ragu duduk di pangkuannya.
"Itu karena Freya belum kuberi tahu, apa nama proyek yang tengah kujalankan selama ini," kata Ally, sepasang matanya berbinar-binar memandang mata gelap Renato. "Dan sekarang aku ingin memberi tahumu lebih dahulu."
Tatapan mata Ally bergeser ke celah kemeja tempat tato garis melintang terlihat di dada Renato. Ally tersenyum, mengulurkan jari telunjuknya ke sana ketika kembali bicara, "Harshad's born, itu namanya... proyek luar biasa yang akan membuatku mendapatkanmu."
to be continued . . .
Jadi buat yang bingung, karena masih ada yang nanya kemarin... Harshad itu marga (nama keluarga) ibunya Dean... dan karena Renato benci buanget sama bapaknya, sekalipun dia udah ubah nama dengan memakai marga mendiang istrinya, Renato tetap menganggap dirinya lahir sebagai seorang Harshad seperti Dean... makanya bikin tato begitu ♥️
jadi jangan ada nih yang berpikir Ally mau jadi pelakor diantara Dean-Freya, kagak begitu yha... bisa batal jadi bestie nanti sama Freya, wakakaka~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top