42 | Priority
42 | Priority
"Apa yang terjadi?" tanya Freya ketika mendapati Dean kembali ke rumah bersama Renato yang terluka.
Wajah Renato muram, memegangi sapu tangan Dean untuk menutup luka yang masih berdarah di telinganya. Dean memastikan Renato duduk sebelum menatap sang istri, "Tolong telepon atau kirimkan chat ke Ayah, minta jemput si kembar dari sekolah nanti."
Freya mengangguk dan berjalan ke meja untuk mengambil ponsel, ia mengetik chat sembari mengamati Dean berlalu untuk mengambil kotak P3K.
"Apa Dean harus diperiksa dokter?" tanya Freya setelah chat-nya terkirim.
"Aku baik-baik saja, Nate yang butuh dokter," seru Dean dari dalam kamar mandi.
"Semua ini karena ulahmu?" tanya Freya mengabaikan seruan Dean tentang Renato yang membutuhkan dokter tadi.
"Kecuali kau punya musuh yang patut diperhitungkan," kata Renato.
Freya mengangkat bahu, "Kau, jenis musuh yang kuperhitungkan dan ingin segera kulenyapkan"
"Jika bukan karena Dean, aku sudah lebih dulu melenyapkanmu."
"Bisakah kalian berdua saling menahan diri dan bersikap serius? Freya, tolong telepon dokter," kata Dean ketika kembali dan mendapati dua orang terdekatnya ini justru berdebat tidak penting.
"Aku kirim chat di grup keluarga, selain para orang tua yang berebut menjemput si kembar, Hoshi bilang akan mampir." Freya membaca rentetan balasan chat di ponselnya, berdecak kesal memperhatikan Dean begitu tekun dan penuh kehati-hatian merawat luka di tangan Renato.
"Tidak perlu berlebihan, aku baik-baik saja," kata Renato, ada hal lain yang lebih penting dan harus ia lakukan selain mengobati diri.
"Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena menolong suamiku." Freya membesarkan hatinya.
"Aku tidak butuh ucapan terima kasih, aku menolong diriku sendiri."
"Dean bukan dirimu, sadarlah brengsek."
"Shut up, bitc-"
"Well!" dengan cepat Dean menyela, ia memandang kakak kembar dan istrinya bergantian. "Percayalah, aku senang dengan luapan cinta ini, tetapi bisa tidak kalian bersikap akur dibanding terus memperebutkan aku?"
"Aku atau Renato," kata Freya cepat.
"Itu sama saja seperti memilih Kaleel atau Kalingga, mustahil memilih salah satu," kata Dean.
Freya memasang wajah muram pada Renato, "Kapan kau akan kembali ke selmu?"
"Nate tidak akan kembali ke sana," kata Dean, mereka sudah sering membahas hal ini dan ketika Freya mengatakan hal sebaliknya, itu hanya karena merasa kesal.
"Nate harus kembali, lihat apa yang terjadi setelah membiarkannya bebas?"
"Ini bukan masalah besar... wajar orang tua terluka karena tindakan yang kurang bertanggung jawab, setelah bicara baik-baik dan menjelaskan situasinya, aku yakin keadaan akan kembali damai," kata Dean membuat kening Freya mengerut.
"Apa maksudnya orang tua terluka karena tindakan yang kurang bertanggung jawab? Orang yang menyerangmu sudah ketahuan?" Freya beralih duduk dan menanti jawaban.
Dean mengangguk, mengoleskan gel ke tangan Renato dan membalutnya dengan kasa khusus penanganan luka bakar. "Kakeknya Alicia Wajendra... mereka tidak direstui."
Freya memandang Renato, terkejut! "Hubunganmu serius?"
"Tidak," jawab Renato bahkan tanpa berpikir.
"Tapi bagi orang tua tidak sesederhana itu, Nate... karena sudah ketahuan, ditambah kamu membuat olok-olok, itu tidak benar dan kamu harus bertanggung jawab," kata Dean.
Renato memandang adik kembarnya, "Aku tidak bertindak bodoh sepertimu."
"Kau bertindak bodoh karena membahayakan Dean," tandas Freya cepat lalu beralih menatap suaminya lagi. "Apa maksudnya ketahuan? Ada penggerebekan di hotel tadi? Aku harap ada videonya."
"Tidak sedramatis itu, tapi jelas Kakeknya Alicia tidak setuju dengan hubungan mereka berdua," cerita Dean.
"Kakeknya pasti masih waras." Freya tersenyum-senyum mendapati wajah Renato kian muram, "Lagi pula kenapa sih dengan seleramu terhadap perempuan, tidak biasanya kau memilih yang punya otak dan latar belakang bagus."
Kalimat itu membuat Renato sadar bahwa Freya sudah memeriksa latar belakang Ally. Ia menolak menanggapi, tidak ada hal yang harus dijelaskan selain rencananya untuk mengamankan Dean.
"Batalkan acara amal yayasan," pinta Renato.
"Jangan bercanda," balas Freya sembari menggeleng.
"Ally memberitahuku beberapa hal tentang Kakeknya, dan aku pikir dia tidak mengada-ada, terutama dengan ancamannya terhadap Dean tadi."
Freya menyipitkan mata, "Memangnya selain meniduri cucunya, apa yang kau lakukan hingga membuat pimpinan Shadow Parlement begitu kesal?"
"Tidak ada," kata Renato.
"Pasti ada." Freya yakin dengan itu.
Dean selesai membalut tangan dan beralih memeriksa telinga Renato, darahnya berhenti tapi lukanya terbuka, ia menyiapkan cairan antiseptic untuk membersihkan.
"Ally terlihat sangat tertarik pada Renato." Dean memberi tahu sebelum terkekeh pelan, "Ini mungkin seperti pembangkanganmu dulu, membuat Papa dan Ayah memusuhiku, kali ini Nate dimusuhi Kakeknya Ally."
"Kenapa kau memanggil namanya dengan sok akrab begitu?" tanya Renato.
"Kau terdengar cemburu." Freya curiga.
Renato memandang istri adik kembarnya, "Kaulah yang cemburu."
"Jangan mulai." Dean segera melerai sebelum Freya membuka mulut dan balas menyindir.
"Batalkan acara amal itu," tegas Renato.
"Kau pikir siapa yang sedang kau perintah?" tanya Freya lalu menggeleng. "Aku tidak akan membatalkan acara amal, dan kau... aku akan meminta Om Langit segera menjebloskanmu lagi ke ruang isolasi."
"Freya," tegur Dean pelan.
Freya berdiri untuk memandang Dean, "Pastikan mengucapkan selamat tinggal dengan benar pada kakak kembarmu."
Setelah mengatakan itu Freya beranjak pergi, bahkan setengah berlari menaiki tangga dan tidak lama kemudian terdengar suara bantingan pintu kamar.
"Itu karena period, ini hari pertamanya," kata Dean sembari membereskan perlengkapan P3K yang dikeluarkan. "Dan Freya yang paling tahu bahwa aku selalu ingin kamu bebas, dia tidak serius tentang ucapan selamat tinggal."
"Dia serius."
"Dia hanya kesal... aku mengenalnya lebih dari siapapun, dia kesal dan tidak serius dengan kata-katanya tadi."
Renato diam saja, ia tetap harus bicara dengan Freya terkait Dean. Selama ini ada kesepakatan tidak tertulis diantara mereka, tentang bagaimana keselamatan Dean jadi prioritas.
"Kalau kamu perlu bicara pada Freya tentang prioritas keamananku, aku bisa menjaga diriku, Nate." Dean mencoba menebak isi pikiran kakak kembarnya.
"Kau tidak akan mampu menjaga dirimu dengan terus berempati."
"Nate..."
"Kau terluka karena peduli pada orang lain, orang lain yang seharusnya bisa kau abaikan." Renato mengatakan itu lalu beranjak ke pintu.
"Nate...." panggil Dean.
Renato menoleh dan dengan cepat menangkap kunci mobil yang dilemparkan ke arahnya.
"Kamu benar bahwa aku pernah terluka karena peduli pada seseorang yang kuselamatkan... tapi ketika dia orang yang tepat, berusaha untuk tidak peduli adalah hal yang mustahil," ucap Dean, ia sungguh berharap Renato dapat memahami. "Kembalilah besok pagi, aku yakin Freya akan mendengarkanmu."
Renato menanggapi itu dengan berbalik memunggungi Dean dan melangkah pergi.
To be continued. . .
ingat kata Papa Dean: ketika dia orang yang tepat, berusaha untuk tidak peduli adalah hal yang mustahil . . . Kalau memang benar Ally tepat untuk Nate, maka bagaimanapun caranya, pasti ada momentum kepedulian itu muncul dan kalau tetap cuek bebek, artinya Nate memang hanya milikku seorang #TeamRenAsha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top