40 | Night changes
40 | Night changes
"Nate... kau tahu, mengapa bunga matahari tumbuh menghadap sinar matahari?"
Itu bukan pertanyaan sederhana, itu jelas merupakan pertanyaan yang sekalipun mengetahui jawabannya, Renato tidak sanggup mengucapkannya. Dan mendapati sepasang mata yang mengerjap jenaka di sampingnya ini membuat Renato begitu saja memundurkan langkah.
Ally mengulurkan tangan, menahan agar Renato tidak membuat langkah lebih banyak. "Answer me first, Hubby...."
"Bagaimana kau-"
"It's an incorrect answer then." Ally kemudian mendekat, memangkas jaraknya dengan Renato dan memindahkan telapak tangan lelaki itu ke pinggangnya.
"Kau... kau mengenalnya?" tanya Renato, tidak habis pikir sekaligus merasa tidak yakin dengan dugaan yang muncul dalam kepalanya.
Ally menjawab dengan mendekatkan wajah, mengenakan sepatu jenis high heels membantunya mendapatkan tinggi badan yang sesuai untuk mencium Renato tanpa kesulitan.
Ciuman itu masih belum berbalas seperti yang Ally inginkan, karenanya ia kemudian menjauhkan wajah dan memandang Renato yang menunggu jawaban. "Bahkan jika aku tidak mengenalnya... ada bagian dari dirinya yang hidup dalam diriku."
Tatapan Renato menajam mendengar itu, pikirannya menjadi tidak keruan dan muncul denyutan rasa sakit sekaligus kehilangan dalam hatinya, denyut yang sudah lama tidak terasa lagi.
"Aku selalu suka membaca, tapi ketika bisa melihat, bukan buku yang menarik minatku... tapi bentangan hijau, padang rumput... kau tahu bahwa Palouse memiliki-"
"Shut up!" sela Renato sebelum kemudian menarik pinggang Ally, menempel ke tubuhnya yang seketika menegang, menahan kegelisahan dan kekesalan.
Ally tersenyum, tangannya terangkat dan mengelus dagu Renato, lelaki itu bercukur dengan sangat rapi, penampilannya malam ini juga sempurna. "Kau tidak perlu menahannya lagi... kau memiliki aku, versi dirinya yang lebih sempurna."
"You know nothing, you just-"
"Loving you better," sambung Ally sebelum kembali menempelkan bibirnya dan setelah sesaat kediaman yang membingungkan, ciuman itu berbalas, membuat Ally agak kewalahan.
Perempuan ini bukan Alice, Renato sadar akan itu, bukan hanya cara merespon yang berbeda, semua hal terasa berbeda dan ia kesal karena meski menyadari hal itu, rasanya begitu sulit untuk menjauhkan diri. Tangannya yang semula memegangi pinggang juga beralih, membelai ke paha kencang yang terekspose karena belahan samping gaun yang tinggi.
Setiap inci tulang punggung Ally terasa menegang saat jemari Renato beralih ke balik gaunnya, ia mencoba fokus dengan terus membalas ciuman lelaki itu meski kesulitan untuk bersikap tenang.
"Don't-" sebut Ally sembari menjauhkan wajah, ia memandang Renato dan mendesah saat merasakan robekan yang membuat celana dalamnya terlepas. "Aku akan mengirimkan tagihan untuk itu."
Tidak ada tanggapan selain bibir Ally yang kembali dipangut dan tubuhnya digeser lebih rapat. Sebelah kaki Ally juga dipindahkan, kini sedikit terangkat karena ditahan lengan.
"Emh..." Ally kembali menguatkan pegangannya ke bahu Renato, sentuhan pertama dari lelaki itu membuatnya goyah. Pikirannya menjadi tidak fokus ketika sentuhan itu berubah, belaian demi belaian yang semakin tergesa, yang bertambah intens ketika dua jari mencoba mendesak, merengangkan dirinya.
"Bed... bring me to... engh!" Ally menempelkan kepalanya ke leher Renato dan mengerang di sana, tubuhnya dialiri gemetar pelan, kakinya terasa melemah tak sanggup menopang diri sendiri.
Rasanya Ally sudah tidak peduli, tempat tidur atau karpet di bawah kakinya. Begitu Renato menarik jari-jarinya dari balik gaun, jejak basah yang tertinggal membuat mereka sama-sama menyadari inilah saatnya. Renato membebaskan diri sebelum duduk di kursi sofa terdekat dan menarik Ally. Karena merasa kain gaun yang masih mengganggu, Renato kembali merobek belahannya hingga bagian samping gaun itu benar-benar tidak tertolong lagi.
Ally memposisikan diri sembari menggeram, "Aku benar-benar akan menagihmu, aku akan-"
"Bisakah kau bergerak lebih cepat?" tanya Renato, ia tidak peduli pada hal selain itu.
"Aku mencoba dan... damn it!" Ally tahu tak seharusnya ia memaki, karena sekalipun mengejutkan, ketika Renato menariknya dan mulai bergerak... itu membuatnya lebih cepat menyesuaikan diri.
"No!" tolak Ally ketika Renato mulai menahan pinggangnya, sudah jelas lelaki itu tidak ingin berlama-lama lagi, namun masih ada sedikit rasa sakit yang Ally rasakan. "Do me slowly, please...."
Renato menanggapi itu dengan tetap menahan pinggang Ally, ia sekalian mendekatkan wajah ke telinga dengan bekas gigitan yang mulai sembuh. "I'd like it fast, My wife... faster... harder... and..." Renato kembali menggigit telinga Ally, membuat perempuan di pangkuannya ini seketika berpegangan dan berteriak. "Louder...."
***
"I'm gonna die," komentar Ally saat membuka mata dan meringis karena ikatan di kedua tangannya tidak sepenuhnya dilepaskan. Ia sudah setengah sadar saat dipindahkan ke tempat tidur, tidak lagi punya cukup tenaga untuk melawan saat Renato mengikatnya dengan robekan gaun. Lelaki itu tidak suka dipeluk sementara Ally senang menempelkan tubuh mereka. Ally juga senang menyentuh, menjambak dan balas menggigit. Mereka cukup seimbang ketika Ally berhasil menyesuaikan diri dengan ritme bercinta Renato.
Ally menggerak-gerakkan kedua tangannya hingga simpul ikatan melonggar dan segera membebaskan diri.
"Ack!" sebut Ally ketika lengannya tidak sengaja menyenggol telinga. Rasa pedih di sana tidak sebanding dengan yang terasa di pangkal pahanya. Ally lebih suka menggigit lengan atau jari tangan, tetapi Renato selalu dan hanya menyasar telinganya.
"Why ears?" tanya Ally pada diri sendiri, ia meringis ketika bergerak dan tubuhnya merespon dengan rasa lemas, pegal, bahkan ngilu.
Meraba ke bagian bawah tubuhnya, Ally tidak mendapati jejak mengering yang seharusnya ada di bagian dalam pahanya. Ia serta merta bangun, menyingkap selimut dan memperhatikan.
"Aku dibersihkan? Oh, sial!" sebut Ally meski ketika bergegas turun dari tempat tidur terasa cairan melelehi pahanya lagi. Mendapati itu, Ally tersenyum lebar dan segera beralih untuk mengamankan sampel DNA tersebut.
Ally punya rencana yang sangat serius terkait Renato dan kali ini, ia tidak akan membiarkan lelaki itu lolos. Renato bukan seseorang yang akan tergerak karena iming-iming harta, kuasa, apalagi cinta. Satu-satunya hal yang membuat Renato tergerak hanyalah Dean, satu-satunya keluarga yang tersisa.
Karena berdiri di depan meja rias, kaca di sana memantulkan penampilan Ally yang begitu berantakan. Ally segera merapikan rambut, menyisirinya dengan jari agar lebih tertata. Ia juga bergegas ke kamar mandi. Entah dimana Renato berada, tetapi ketika lelaki itu kembali, Ally ingin berpenampilan rapi.
Selesai membersihkan diri dan berjalan kembali ke kamar, Ally kaget mendapati Renato berdiri di depan pintu kamar yang terbuka, ada dua tas kertas di tempat tidur. Barang yang terlihat asing dan bukan berasal dari hotel ini.
"Bagaimana kau bisa... ah, aku yakin kau menggunakan telepon untuk mendesak Martin memberi akses lift," tebak Ally, selain dirinya hanya manajer hotel yang punya akses ke tempat tinggal pribadinya ini.
"Aku tidak mendesak siapapun," kata Renato.
"Jadi?" tanya Ally sembari memeriksa isi tas pertama, pakaian dalam. Gantungan merknya sudah dilepas dan diberi label dry cleaning, karena itu Ally langsung bisa memakainya.
Renato tidak menjawab, ia menunggu Ally selesai mengenakan pakaian dalam dan memeriksa isi tas selanjutnya. Gaun terusan selutut, lengan panjang dan berwarna kelabu.
Setelah mengangkat gaun tersebut, di dasar tas ada sebuah kotak. Ally mengerjapkan mata dan memeriksa, kotak itu berisi gaun yang semalam Ally kenakan, yang berakhir menjadi robekan kain atas ketidaksabaran Renato.
"Ah, kau menghubungi Dean untuk barter mainan itu, dia yang melakukannya untukmu, menyiapkan semua ini dan mendesak Martin untuk mengantarkannya ke sini... brilliant, as expected." Ally mengangguk-angguk sembari mengenakan gaun warna kelabu yang ternyata pas di tubuhnya. Semula gaun itu nampak suram, namun ketika dikenakan gaun itu memberi kesan tenang yang misterius. Ally tersenyum memperhatikan penampilannya di kaca.
"Aku tinggal sebentar untuk memastikan bahwa aku tidak berutang tagihan apa pun dan urusan kita telah sepenuhnya selesai," kata Renato.
"Aku harap tidak," balas Ally, sembari bergerak memperhatikan penampilannya dari samping.
"Aku akan kembali ke selku."
"Kau tidak akan kembali ke sana."
"Dean tidak bisa menahanku dan kau juga-"
"Aku menemukan undangan acara amal dari Fabian Foundation di meja kerja Kakekku dan ngomong-omong, lelaki kemarin adalah boneka potensial incarannya." Ally menyela dan memastikan Renato mendengarkan. "Kakekku jelas kesal karena aku menolak perjodohan, dia dua kali lebih kesal saat tahu kita mempermalukan kandidat cucu menantu favoritnya, dan saat kesal, kakekku lebih menyebalkan dibanding Om Ragil."
Renato menyipitkan mata mendengar itu.
Ally menghela napas, "Aku tidak bisa memperkirakan akan seburuk apa, tapi aku pikir jika Kakek punya rencana... dia akan memanfaatkan acara amal itu, entah bagaimana."
"Kau sudah berjanji untuk tidak-"
"Aku memang tidak berencana datang ke sana, dan mungkin saja ketika acara itu berlangsung... aku ada di belahan negara lain." Ally mengangkat bahu dan memandang Renato. "Kakekku jenis orang yang berkuasa karena memegang kelemahan orang lain dan memanfaatkannya... selama hampir sebulan terakhir ini, kau jelas menunjukkan siapa yang menjadi kelemahan terbesarmu."
"Kau tidak akan berhasil menakutiku, tidak ada yang berani mengusik Freya di negara ini, dia akan melindungi Dean."
Ally bersedekap, "Dia harus melindungi dirinya sendiri juga... kau pikir kami tidak mengetahui insiden ledakan itu? Ledakan yang menjadikanmu buruan interpol dan Dean Harshad jadi target kemarahan Freya?"
"Apa?" sebut Renato karena ia yakin seluruh detail mengenai peristiwa itu sudah dibereskan.
"Aku tidak mencoba menakutimu, Nate... aku memberimu waktu untuk berpikir dan membuat rencana." Ally melangkah hingga berdiri di depan Renato, ia menempelkan kepalanya ke dada lelaki itu dan menghela napas panjang. "Aku akan selalu berada di pihakmu."
Renato terdiam dan setelah Ally menarik kepala dari dadanya, ia memilih memutar tubuh untuk berjalan pergi. Ally tetap berdiri di tempatnya dan mengamati punggung itu menjauh.
"Now you just understand... about how fast the night... can changes," ucap Ally lirih.
to be continued . . .
licik emang si Ally, wakakaka~~
bytheway memang cerita ini tagnya dewasa yha, dan sebagai pembaca dewasa, harapanku pikirannya juga jernih dan menyadari bahwa ada banyak hal dalam cerita ini yang enggak boleh ditiru.
ingat kata Papa Kenzo, the safest thing is a wedding ring, oke? :))
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top