38 | I miss you so much
38 | I miss you so much
Harshad's private island...
Lombok bay, Indonesia
"Kamu terlihat menyukainya," kata Dean ketika melihat Renato menapaki tangga batu, membawa papan surfing dengan seluruh tubuh basah oleh air laut.
"Ombaknya tinggi dan ganas," kata Renato lalu menoleh ke papan surfing yang dipegangnya. "Barang bagus."
"Manajer resort meneleponku karena dua hari terakhir ini melihatmu berselancar saat badai." Dean memperhatikan luka-luka di bahu dan pinggang Renato, sekalipun tidak lagi mengeluarkan darah tapi tetap saja itu bukan luka yang bisa dibiarkan terus terbuka, apalagi dipakai berkegiatan fisik.
"Melihatku?" tanya Renato, jarak antara resort milik Dean di pulau utama dengan pulau pribadi ini tidak dekat.
"Aku memberinya peralatan khusus untuk mengawasimu."
Renato geleng kepala karena keberatan, "Khawatirkan dirimu sendiri."
Dean mengikuti Renato berjalan ke pondok sederhana yang terpisah dari rumah utama. Selama empat hari terakhir disanalah Renato tinggal. Mirip pondok berburu, tidak banyak perabot di dalamnya, hanya ada satu tempat tidur, lemari nakas, kitchen set minimalis, dua kursi dengan satu meja kayu, dan kamar mandi.
Setelah meletakkan papan surfingnya, Renato berlalu ke kamar mandi. Dean memperhatikan ruangan, rasanya tidak ada yang berubah kecuali keberadaan orang yang meninggalinya. Tidak ada peralatan makan yang dibiarkan di bak cuci, tidak ada pakaian berserak dilantai, bahkan sepatu-sepatunya masih tertata rapi di belakang pintu.
"Nate, apa yang kamu makan selama ini?" tanya Dean, khawatir kakak kembarnya masih menetapkan pembatasan terhadap makanan. Renato sudah sejak lama terbiasa dengan pembatasan terhadap makanan dan minuman, karena itu tubuhnya bisa bertahan lebih lama di bawah ancaman kelaparan atau kehausan.
"Sereal, roti, sosis, ikan bakar," jawab Renato meski agak teredam suara pancuran air.
Ikan bakar? Dean bergerak ke area belakang pondok, melihat sisa api unggun, sisa tulang ikan, juga batang besi yang ditancapkan dekat kursi kayu malas. Ada puluhan botol bir kosong di sana.
Ketika kembali ke dalam pondok, Dean memeriksa lemari khusus dibawah kitchen set, ia meminta manajernya menyiapkan beberapa bahan makanan. Seperti yang Renato katakan, yang berkurang hanya sereal, roti dan sosis. Dean mengeluarkan bungkusan spageti, daging beku, keju dan sebotol saus khusus pasta.
Renato selesai mandi ketika Dean mulai sibuk mencampurkan daging ke dalam saus, wangi yang sedap menguar dalam ruangan. "Aku tidak lapar."
"Bukan berarti tidak butuh makan," kata Dean lalu mengendik ke kotak P3K dekat nakas. "Urus lukamu sebelum pakai baju."
"Jangan cerewet." Renato justru beralih ke kotak pendingin, mengambil satu krat kaleng bir, membawanya ke meja dan mulai minum.
Dean membiarkan, Renato tidak akan mabuk meski menenggak selusin. Ia menyelesaikan masakan, membagi ke dalam dua piring dan menaburkan parutan keju sebelum membawanya ke meja.
"Memakan makananmu bisa membuat makanan penjara terasa seperti sampah, Dean," keluh Renato, merasa enggan meraih sendok.
"Itu memang makanan sampah, kamu tidak akan memakannya lagi." Dean mengambil satu kaleng bir utuh yang tersisa dan membukanya.
"Freya benar-benar jalang beruntung," komentar Renato setelah memakan suapan pertama. Kemampuan memasak Dean meningkat drastis dan pastilah itu alasan adik kembarnya lebih berperan di dapur ketimbang Freya.
Dean yang meminum bir hampir tersedak meski berhasil menelan dan baru tertawa, cukup terbahak. "Ada penyadap di sini dan Freya mahir menggunakan senjata jarak jauh, jangan memancingnya."
"Apa yang kau lakukan sampai dia membiarkanmu pergi mendatangiku?"
"Dia tahu kita perlu brother's time."
Renato menarik sebelah alisnya, menegaskan kembali, "Aku tidak ingin kembali ke kehidupan sipil, Dean."
"Dan aku belum ingin berhenti mencoba membawamu kembali ke kehidupan sipil... lagipula Om Langit memberimu waktu sampai akhir bulan ini, sebelum kamu bisa membuat keputusan akhir."
"Keputusanku tidak akan berubah, aku ingin kembali ke selku, liburan ini sudah cukup panjang."
Dean memutuskan meneruskan suapan makanannya dan mengubah topik pembicaraan, "Kenapa tidak tinggal di rumah utama?"
"Kau bilang pondok ini untukku."
"Ya, tapi bukan berarti tidak bisa tinggal di rumah utama, ada gym di sana."
Renato menggeleng, "Terlalu besar, terlalu canggih... pondok ini lebih sesuai denganku, kau yang membuat perabotannya?"
"Ya, dengan kayu-kayu yang tersisa dari rumah kita setelah ledakan itu," kata Dean sembari mengetuk meja makan yang ditempatinya. "Bagus, 'kan?"
Renato menjawab dengan gumaman dan kepala mengangguk pelan. Ia menghabiskan sisa makanannya sebelum mengosongkan isi kaleng bir terakhirnya.
Dean menumpuk piring kosongnya di atas piring Renato, "Aku benar-benar lebih senang melihatmu ada di sini, Nate."
"Saat ini aku tidak akan kemana-mana."
Dibanding menghela napas, Dean memilih menyesap kembali isi kaleng birnya, "Om Langit bercerita sedikit tentang Alicia Wajendra, keluarganya yang ada di belakang pemerintahan saat ini, bukan hal sulit untuk memulihkan statusmu jika-"
"Aku tidak ingin berurusan dengannya dan aku tidak ingin kau berurusan dengannya atau salah satu anggota keluarganya lagi." Renato menyela dengan cepat.
"Freya juga memeriksa beberapa hal, menurutnya Alicia Wajendra cukup baik."
Renato memandang adik kembarnya, mencoba tidak menunjukkan raut kesal. "Ukuran baik yang kau dan Freya tetapkan terhadap orang lain, berbeda dengan ukuran baik yang kutetapkan... bagiku, Ally tidak masuk dalam golongan baik."
"Ally," ulang Dean, berusaha tidak tertawa ketika Renato mendelik padanya. "Sorry, maksudku... itu panggilan yang terdengar cukup akrab, Alicia juga tidak terlihat takut padamu, Nate."
"Dia takut." Renato yakin akan hal ini.
"Tidak, dia bahkan memanggilmu dengan..." Dean tidak bisa lagi menyembunyikan tawanya. "Seriously, bahkan Alice saja tidak pernah bersikap seperti itu kepadamu... kamu pasti melakukan hal yang berarti banyak untuknya."
Renato hendak mendebat namun teralihkan suara dering yang begitu nyaring. Ini pertama kalinya ia mendengar suara dering tersebut. Dean yang mengeluarkan ponsel seketika menggeleng, "Bukan ponselku."
Renato beranjak ke tempat tidur, mengambil ponsel yang ia tinggalkan di sana.
YOUR SEXY WIFE calling...
Menilik identitas pemanggil yang tertera, membuat Renato ingin membanting benda itu ke lantai alih-alih segera menjawabnya.
"Kamu bahkan menyimpan ponsel dari perempuan itu," kata Dean, ingat itu ponsel yang diberikan Ally.
Renato menekan tombol penerima panggilan lalu mendekatkan benda itu ke telinganya.
"Lama sekali mengangkatnya." Suara Ally terdengar menyahut.
"Katakan apa maumu," kata Renato, tidak ingin berbasa-basi.
"Sungguh tidak sabaran..." Ally terkekeh sejenak, "Besok malam, pukul tujuh, aku tunggu di lobi Mediterra's Hotel, aku ingin kau mengenakan pakaian serba hitam, kau juga harus terlihat tampan."
Renato tidak menanggapi lagi dan langsung mematikan sambungan telepon. Tapi baru ia akan beralih, ponsel itu kembali berdering. Sembari berusaha menumbuhkan kesabaran, Renato mengangkatnya.
"What?" tanya Renato, menggeram kesal.
"I miss you so much, Hubby... ." kata Ally lalu tertawa dan kali ini Renato benar-benar membanting alat komunikasi itu ke lantai, menginjaknya untuk memastikan tidak akan berdering lagi.
Dean yang memperhatikan tidak bisa menahan curiga, "Apa yang Alicia Wajendra inginkan darimu?"
"Bukan sesuatu yang penting, setelah akhir pekan ini aku tidak akan berurusan dengannya lagi."
Sembari menghabiskan isi kaleng birnya, Dean memperhatikan Renato beralih ke kotak pendingin, mengeluarkan satu krat lagi dan membawanya ke meja.
"Apa yang akan terjadi akhir pekan ini?" tanya Dean, tidak dapat memungkiri bahwa ia cukup khawatir.
"Itu urusanku," jawab Renato.
"Aku bisa membantu jika-"
"Hiduplah dengan baik dan turuti kata-kataku, maka kau sudah membantuku dalam banyak hal, Dean," sela Renato, meninggalkan dua kaleng bir di meja dan membawa sisanya pergi. "Jangan menyusulku."
Dean memandangi kepergian saudara kembarnya dalam diam, sedekat apapun mereka selama ini, ia sadar tetap ada hal yang tidak dapat dipahaminya dari Renato dan kali ini, berhubungan dengan sosok perempuan bernama Alicia Wajendra.
[ to be continued . . . ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top