31 | Justice
31 | Justice
"Sial," sebut Ally dengan geram, dia sudah berlari secepat mungkin namun Renato tampak mulai menyusulnya.
Dor! dor! Suara tembakan itu terdengar sebelum senjata di tangan Ally terlepas. Hampir-hampir Ally memprotes karena Renato harus unjuk kebolehan menembak sekarang. Ia tidak mungkin berhenti untuk memungut senjatanya.
"Kau tidak boleh berlari, ingat luka di pinggangmu," teriak Ally sembari bergegas, pintu keluar tinggal beberapa meter lagi.
Renato mengabaikan itu dan tepat sebelum Ally membuka pintu, ia berhasil menjangkau pundak, menarik tubuh dengan bobot tidak seberapa itu menjauh.
"Ya! Ya! Ya!" Ally mencoba memberontak, menyikut dan terus menggerakkan tubuh.
Renato menghentikannya dengan mendorong Ally ke dinding terdekat, menekankan tubuhnya dan mencekik leher yang terdongak karena perbedaan tinggi badan mereka.
"Oke, tunggu sebentar... aku belum siap dicium, tunggu napasku -akh..." Ally sampai harus memejamkan mata karena cekikan itu menguat.
"Berhentilah bertindak bodoh, atau kau akan membayar kebodohanmu sekarang juga," kata Renato dengan mudah menarik dan mengempaskan kembali tubuh Ally ke dinding.
Ally menggertakkan rahang, menahan rasa sakit di punggungnya sembari berpikir cepat. Lelaki di hadapannya ini belum sedikitpun mengubah pandangan terhadapnya. Apa yang terjadi diantara mereka juga bukan sesuatu yang cukup berarti hingga Renato mau bersikap lebih baik. Sial, pikir Ally dengan kesal dan muram.
"Nyawamu menjadi berharga hanya karena hidup Dean bergantung atas itu. Jika kau perlu mengakhiri hidup, lakukan setelah Dean selamat... akan kusiapkan kaliber peluru yang mampu membuat isi kepala konyolmu berhamburan."
Kalimat itu entah bagaimana justru membuat Ally tersenyum. Cekikan Renato belum cukup longgar untuk bisa membuatnya berbicara dengan jelas, tapi dengan suara lirih pun sudah cukup membuat lelaki itu mengerti, "It's sweet... tapi ketika waktunya tiba, entah dengan peluru, ledakan, kecelakaan atau tusukan... I just wanna die in your arms."
Renato jelas tidak terpengaruh dengan kalimat picisan tersebut, ia mendekatkan kepalanya hingga ujung hidungnya hampir menyentuh wajah Ally.
"Kita akan menemui teman barumu, hanya jika kau berjanji untuk tidak mempersulit usaha-"
"Janji," sahut Ally cepat dan Renato menyipitkan matanya, "Aku janji tidak akan mempersulit usahamu mengamankan kita berdua."
Mendengar itu Renato mulai melonggarkan cekikannya, ia juga mundur selangkah untuk memberi Ally ruang. Tapi alih-alih perempuan itu ikut mengambil jarak, justru menjangkau leher Renato, menariknya ke bawah untuk berciuman.
Ciumannya tidak berbalas tapi Ally senang saat menjauhkan diri, setidaknya Renato tidak mendorong atau kembali mencekiknya, "Kau harus menonton lebih banyak film action romance, Nate."
Renato tidak menanggapi, berjalan dalam diam mengikuti Ally melangkah ke pintu.
"Apa yang terjadi pada Snake?" tanya Ally, baru sadar lelaki itu tidak ikut menyusulnya. Ia memandang Renato dengan cemas.
"Dia tidak mati," jawab Renato.
"Kau menembaknya?"
"Tidak."
"Lalu?"
Renato menatap pintu yang mereka tuju dan langsung meraih Ally kembali ke sisinya. Tubuh mereka melekat satu sama lain.
"Wah, kau belajar dengan cepat rupaya, aksi romantis memang mudah dipelajari," kata Ally sambil tersenyum, meletakkan kepalanya di dada Renato sebelum sedetik kemudian merasakan jambakan. "Ack!"
"Berjalan yang benar, agar mereka bisa melihatmu dan tidak sembarangan melepas tembakan," kata Renato
Ally memperhatikan area pintu lalu menghela napas, bisa menebak kenapa anak buah Snake itu siaga menanti mereka, "Kau melukai Snake."
"Minta mereka menurunkan senjata dan katakan niatmu," perintah Renato, memastikan Ally tetap merapat di sisinya.
"Kami akan menemui si pembuat masalah, Nate akan mengawalku." Ally sengaja menaikkan suaranya untuk memberi kesan meyakinkan.
"Snake meminta kami mengawalmu menggantikannya," suara Cobra yang menyahut, moncong senjatanya terlihat lebih dulu sebelum pintu terbuka dan rekan satu timnya tampak sama siaga.
"Tidak bisa, Nate dan aku harus mengurus masalah ini bersama... di mana Dayn?"
"Perintah Snake sangat jelas," kata Cobra dengan tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi ketika mengamati Renato.
"Perintahku sama jelasnya dengan perintah Snake... Nate tidak akan menyakitiku," kata Ally lalu menoleh dan tanpa ragu berjinjit, mencium pipinya "Katakan kau tidak akan menyakitiku."
Seluruh tim memperhatikan itu dengan wajah kaget dan bingung, meski kesiagaan mereka tidak menurun sedikitpun.
"Aku pengawal utamanya dalam misi ini, jika harus menyingkirkan kalian untuk memastikan hal itu, bukan masalah besar untukku," kata Renato dengan nada dingin dan santai.
Ally mengerjapkan mata, "Caramu meminta kerja sama amat mengagumkan."
"Lepaskan Ally, kemudian buang senjatamu atau kami akan menembak," kata Mamba, tampak gelisah mengarahkan senjatanya.
"Aku yang tidak mau melepaskan diri darinya." Ally kemudian berjalan, membuat Renato melangkah bersamanya dan tim yang menghadang bersikap dua kali lebih siaga. "Kalian yang harus menurunkan senjata, memberi kami jalan untuk menyelesaikan masalah yang ada."
"Ally, kami diperintahkan, jika diperlukan untuk-"
"Aku tidak ingin ada aksi tembak dan percayalah ini demi kebaikan kalian... Snake yang terbaik diantara kalian, tapi dia bahkan tidak bisa menyusul untuk memberi perintah langsung... Nate tidak bersenjata ketika melawannya."
Ally memperhatikan Cobra yang waspada dengan senjata di tangan kiri Renato. Lelaki itu mungkin berusaha memperkirakan akurasi menembak Renato.
"Dia dominan tangan kiri, karena itu ini situasi yang berbahaya untuk kalian," kata Ally lalu menoleh pada Renato yang tampak tenang. "Dia bahkan tidak merasa perlu menunjukkan kewaspadaan tertentu terhadap kalian."
Mamba dengan cepat menyadari itu, Renato Aldern memang memandang mereka bertiga namun tidak dengan tingkat kewaspadaan yang serius. Sedikit sekali prajurit yang punya tingkat ketenangan semacam itu, yang seakan-akan bisa membaca dengan benar siapa target pertama yang akan dilumpuhkannya.
Phyton yang lebih dulu menurunkan senjatanya, memandang Ally serius, "Aku akan menunjukkan jalan, tapi sekali lagi melihat pengawal utama ini membantingmu ke dinding, tidak peduli apa risikonya, aku akan menembak."
Ally mengangguk, "Nate kesal karena aku merebut senjatanya dan jadi bersemangat saat pengejaran... tapi tenang saja, kami mencapai kesepakatan yang baik."
"Sisa waktunya tidak banyak, Snake butuh ditandu," kata Renato membuat Cobra dan Mamba ikut menurunkan senjata, berlari melewati mereka untuk menemukan Snake.
"Si perempuan tidak bersenjata, kami menempatkannya di ruang interogasi," kata Phyton lalu berbalik untuk menunjukkan jalan.
***
Begitu membuka pintu yang Renato lihat bukan lagi gadis lemah kepayahan karena kesulitan persalinan, melainkan gadis dengan busana suku dan tanda prajurit berwarna merah di kedua pipinya.
Meski kedua tangannya terborgol Dayn langsung mencoba berdiri ketika melihat Renato dan Ally, perempuan itu berteriak emosi, "Pembohong, pembunuh! Pembohong, pembunuh!"
Ally tidak mundur sedikitpun atas teriakan itu, atau dari upaya serangan yang coba dilakukan Dayn. Renato yang bergerak menahan saat Ally akan melangkah lebih dekat.
"Aku turut berduka untuk Hudas dan Ladin," kata Ally dengan lembut.
"Kau berjanji padaku, akan membawa Ladin untuk menjalani hukuman yang pantas, kau berjanji bahwa aku masih dapat berkunjung untuk melihatnya!" Teriak Dayn dengan diikuti tetes air mata, memandang Renato dengan sorot kebencian, "Kau berkata bahwa Hudas akan hidup! Dia bahkan tidak bertahan hingga hari berganti! Kalian berdua pembohong dan pembunuh!"
"Kekasihmu juga pembohong dan pembunuh, bukan tidak mungkin setelah mendapatkan seluruh uangnya, kau akan berakhir seperti dua rekan yang dikorbankannya," kata Renato membuat Dayn mengerutkan kening.
"Kau membunuhnya, Dui bilang kau menariknya sembari berkuda!"
"Apa yang kau inginkan?" tanya Renato.
"Keadilan," kata Dayn dengan sorot benci yang semakin menajam di kedua matanya.
"Tentu, aku akan melepaskanmu juga kedua kakakmu... kalian juga akan mendapatkan identitas resmi, kalian bisa mulai belajar untuk mendapatkan keadilan itu... dua sampai tiga tahun akan cukup untukmu belajar menembak dengan benar."
Dayn mengerjapkan mata, tampak bingung dengan apa yang Ally katakan. Renato bukannya tidak terkejut dengan apa yang Ally sampaikan, perempuan satu ini memang tidak dapat ditebak.
"Kau bahkan belum pernah memegang pisau, atau senjata lain, belajarlah bersama kedua saudaramu... perkuat diri kalian," kata Ally.
"Kau hanya pandai bicara dan-"
"Aku selalu bersungguh-sungguh dengan apa yang aku katakan, keadilanmu tidak akan terwujud pada detik ini... terima tawaranku dan aku akan mengurus kalian bertiga agar dibebaskan." Ally menyela sebelum beranjak ke sudut ruangan, mengambil kertas dan sebuah pulpen, menulis pernyataan di sana, menandatangani bahkan menggigit jempolnya untuk meneteskan tanda darah. "Namaku Rara Alicia Wajendra, ketika kau dan kedua saudaramu lebih kuat, aku akan memberi kalian kesempatan menagih keadilan itu kepadanya."
Dayn memandang kertas yang disodorkan Ally dengan raut kebingungan, tangannya mulai gemetar pelan memegangi surat pernyataan itu.
"Kenapa? Kenapa kau harus membunuhnya?" teriak Dayn sembari mencengkeram kertas dari Ally.
"Kenapa tidak?" tanya balik Renato membuat Ally menoleh dengan raut keberatan. "Kau boleh menerima tawaran Ally, atau mencoba mendapatkan keadilan itu sekarang juga."
Ally tidak terkejut saat Renato beralih merampas kertas dari tangan Dayn, menggantinya dengan pistol di tangannya. Mata bulat milik Dayn membesar melihat senjata itu. Renato bahkan membenarkan cara Dayn menggenggam, menempatkan jari di pelatuk.
"Nate..." Ally tidak yakin ini aman, meski Dayn tampak amatir dan tangannya gemetar.
"Dengan begini tidak perlu menunggu dua atau tiga tahun lagi," kata Renato lalu mundur dan mengambil sikap berdiri yang tegak.
Dayn terlihat mencoba menenangkan diri, mengatur napas sembari memperkuat genggaman tangan di senjatanya.
"Kau punya dua kesempatan," kata Renato dan tidak tampak takut ketika ujung senjata itu terangkat ke arahnya.
Dayn memejamkan mata lalu suara tembakan terdengar. Jantung Ally seakan kebas meski ia menyadari tembakan itu meleset, Renato tidak bergerak sedikitpun.
"Satu tembakan lagi," kata Renato.
Yang kali ini Dayn terlihat lebih tenang, dia bahkan menutup salah satu matanya untuk membidik. Satu gerakan kecil tertangkap dan Renato bergerak cepat, mendekap Ally, membiarkan tembakan melesat ke pundaknya. Senjata terjatuh dari tangan Dayn setelah sadar ia mengenai Renato.
"Tembakan yang cukup bagus," kata Ally, sebelumnya ia sengaja memberi kode pada Dayn untuk menyasarnya.
Tangan Dayn masih gemetar, memandang tidak percaya pada Ally yang melangkah keluar dari perlindungan Renato. "Ke... kenapa? Kenapa kau memintaku menembakmu."
"Karena begitulah cara menyakiti lelaki ini." Ally memandangi Renato yang tetap berdiri tegap, tangan kanan lelaki itu mulai dialiri darah segar.
Menyadari raut wajah Renato berubah semakin dingin, Ally mengulas senyum lebar yang bahagia.
[ to be continued. . . ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top