19 | Mouth

19 | Mouth

"You might be careful... I'm a bad husband and it's easy to kill a wife like you."

Ally tertawa kecil mendengarnya, tanpa ragu bergerak menahan saat Renato akan menjauhkan kepala, ia ganti berbisik. "I know you're a bad husband... and I like it."

Tangan Renato langsung bergerak, mencengkeram leher Ally saat merasakan lidah perempuan itu berusaha menjilat pipinya.

"Aku memperingatkanmu!" tegur Renato, cepat dan serius.

"Dan kau pikir aku akan takut?" tanya Ally, meski lehernya terasa agak sakit, ia berusaha menambahkan. "Kau tidak semenakutkan itu bagiku."

Tidak butuh banyak tenaga untuk Renato mematahkan bagian tulang yang dicengkeramnya ini dan mengakhiri percakapan mereka. Ia bisa merasakan bahwa keinginan untuk membunuh Alicia Wajendra terasa sangat menggiurkan. Renato mulai menghitung dalam hati, memaksa pikirannya tetap jernih, belum saatnya ia kehilangan kendali.

"Do it, Nate... kill me," tantang Ally.

"What do you want, actually?" tanya Renato, karena mengherankan bagaimana sikap Ally berubah terhadapnya.

"You," jawab Ally tanpa ragu.

"Inikah rencanamu untuk mengacaukan misi dan—"

"Jika kita keluar dari sini berkat kemampuanku, serahkan dirimu padaku."

"Aku tidak tertarik."

"Bukan masalah, aku bisa bersabar memeliharamu."

"Aku tidak tertarik sama sekali."

Ally berusaha tidak tertawa, "Kau kehausan, Nate... aku bisa merasakannya."

"Jawabanku masih sama, dan jika sekali lagi, kau bertindak bodoh maka—"

"Adik kembarmu dan keluarganya akan bereuni denganku di dunia sana, sungguh manis, kami berlima menunggumu bersama-sama," sambung Ally dan ia nyaris kesulitan bernapas karena cekikan Renato menguat.

"Suatu hari kau akan sadar, semua masalahmu bersumber dari mulutmu."

"Mulut yang akan sangat kau sukai nantinya, Hubby!"

Mendengar bagaimana cara Ally menanggapi, tidak terasa adanya ketakutan atau bahkan kesakitan meski suaranya mulai serak. Tubuh yang melemas dan pasrah sepenuhnya membuat Renato diam-diam memaki, Ally pasti mendapatkan keyakinan bahwa dirinya cukup peduli dan perempuan itu memanfaatkannya. Keparat! Ini karena sikap impulsif Renato saat menyelamatkan Ally. Mengakui perempuan tidak waras sebagai istrinya adalah kesalahan besar.

Ally segera meraup udara lembab di sekitar begitu lehernya dilepaskan. Renato bergerak menjauh dan Ally sadar bahwa kemungkinan besar lelaki itu melakukannya agar tidak semakin kesal dan tanpa sengaja membunuhnya. Cekikan tadi cukup menyakitkan, butuh pengendalian diri yang serius agar Renato tidak langsung meremukkan lehernya.

Belum pernah Ally merasa sedekat ini dengan kematian. Dalam kegelapan senyumnya melebar, ia benar-benar menyukai Renato Aldern dan ia akan mendapatkan lelaki itu, bagaimanapun caranya.

***

Ally yakin bahwa Renato menyadari sensitifitas telinganya dan lelaki itu sengaja tidak menunjukkan hawa keberadaan. Sebelumnya, Ally masih bisa mendengar suara denting rantai, atau bahkan suara napas, tapi sekarang tidak ada suara sama sekali. Seolah ia ditinggalkan sendiri dalam bunker yang sangat gelap ini.

Karena cekikan Renato, terasa ada bengkak di sisi leher yang membuat suara Ally berubah serak, sekalipun berusaha berteriak memanggil itu hanya akan terdengar seperti cicitan menyedihkan. Menolak terdengar menyedihkan, Ally berusaha tenang, menikmati kegelapan dan keheningan seperti yang dulu selalu ia lakukan.

Lambat laun hawa dingin dan lembab membuat Ally mengantuk, ia tidak bisa leluasa menguap karena lehernya masih sedikit nyeri. Menyusurkan tangan ke rantainya, Ally kemudian mendapati dinding kering untuk bersandar, ia mengatur napas dan memejamkan mata.

***

Ally terbangun karena tiba-tiba terasa gerakan cepat mendekat, penutup matanya kembali terpasang dengan ikatan kuat.

"Shh... diam," kata Renato sembari duduk di sampingnya.

Yang berikutnya Ally rasakan adalah embusan angin yang cukup kuat, ruangan tidak lagi terasa sesak dan suara-suara langkah terdengar. Ada nyala terang yang terasa agak panas, membuat Ally sadar ada semacam obor didekatkan ke arahnya.

Suara gemeresak rantai hampir membuat Ally panik, sampai ia sadar bahwa itu hanya Renato yang ditarik bangun dan langsung disasar berbagai pertanyaan.

"Demam, mereka bertanya tentang demam, pimpinan mereka menggerakkan jemari tangannya namun demamnya tinggi sekali. Mereka ingin kau memastikan keadaannya sekarang," kata Ally menerjemahkan.

"Katakan bahwa kita berdua haus," kata Renato.

Ally menerjemahkannya dan merasakan lengannya dicengkeram, dia mendapatkan teriakan serius. "Mereka akan memberikan makanan dan minuman setelah Hudas diperiksa."

"Tidak, berikan dulu, aku haus."

Ally paham maksud Renato, lelaki itu meminimalisir kemungkinan mereka akan diracuni. Ia segera menerjemahkan dengan alasan paling masuk akal. "Dia tidak dapat tidur dan sangat kehausan, suaraku juga hampir habis, jika tidak minum, aku khawatir kesulitan menerjemahkan maksud kalian pada suamiku."

Mereka sempat berdebat meski kemudian terdengar suara permintaan air.

"Berikan pada suamiku dahulu," kata Ally, jika Renato tahu ada hal yang tidak beres pasti lelaki itu akan memperingatkannya.

Ally mendengar suara kucuran air, suara tegukan beberapa kali, lalu terasa gerakan beralih dan sebuah gelas didekatkan ke bibir, terbuat dari tembikar, pinggirannya tidak begitu rata, rasa airnya mentah, namun bersih, sedikit berbau tanah karena gelasnya. Ia meneguk tiga kali sampai isi gelas habis.

Selanjutnya Ally diminta berdiri, ikatan rantainya dilepaskan dan mereka diminta ikut berjalan. Kali kedua membuka mata untuk merawat luka-luka Hudas, Ally bisa sedikit mencuri pandang ke sekitarnya, perabotannya cukup modern meski karpet-karpetnya lusuh. Tanda-tanda kesukuan cukup terlihat, mengonfirmasi penilaian pribadi dalam benaknya.

"Katakan aku akan menyuntikkan antibiotik," kata Renato.

Ally menerjemahkannya, menunggu mereka kembali membawa persediaan medis. Ally mencuci tangan sembari memperhatikan stok kasa yang berkurang, begitu juga dengan morfin yang kemarin masih tersisa sedikit, sekarang botolnya hilang. Ia mencoba mengulur waktu sembari mengamati, mencari antibiotik yang dimaksud dan memeriksa stok apa saja yang berkurang.

Ally sudah meraih obat yang dimaksud sebelum mendapatkan protes, selanjutnya ia menunggu Renato memberikan suntikan. Lelaki itu juga meminta pereda demam, bukan untuk ditempatkan ke kening, melainkan ditempel ke bagian kulit dekat bebatan perban yang ketat.

"Itu bisa mengurangi peradangan, meski tidak sebagus jika menggunakan es batu."

Ally menerjemahkannya lalu mereka menunggu hingga tabib perempuan kembali, memperhatikan tabib itu memeriksa dan mengangguk, berkata bahwa denyut nadi Hudas membaik. Diam-diam Ally mengembuskan napas lega, sekarang ia harus berpikir caranya mendapatkan akses negosiasi dengan orang yang cukup berwenang.

***

"Apa yang kira-kira terjadi jika seseorang mengambil dua roll perban, sisa persediaan morfin, gunting dan benang jahit?" tanya Ally setelah mereka ditempatkan ke dalam bunker lagi.

Tadinya Renato berniat untuk bungkam, tapi tampaknya Ally menyadari sesuatu. "Ada orang selain Hudas yang terluka."

"Mereka pasti akan memintamu memeriksanya jika benar begitu."

"Orang ini tidak cukup penting untuk segera diselamatkan."

"Aku ingat, ada satu obat dalam daftar permintaan dan kulihat segel perekat di kemasannya sudah terbuka tadi."

"Obat apa?"

"Misoprostol, 200mcg, obat apa itu?"

"Kau yakin itu obatnya?"

"Ya, obat apa itu? Karena hanya ada satu kemasan, aku mengingatnya dari daftar."

"Bisa digunakan untuk induksi, ada bayi yang harus dilahirkan lebih cepat."

"Atau dibunuh lebih cepat."

"Apa maksudmu?" Renato curiga karena tiba-tiba mendengar suara kekehan pelan.

"Kita berharap saja itu kelahiran yang sulit, kau bisa menanganinya bukan? Masalah persalinan?"

"Aku benci bayi."

"Kau benci semua hal yang lucu, manis dan menggemaskan," sahut Ally tanpa ragu dan menanyakan apa yang dipikirkannya, "Tapi mereka tahu dari mana tentang misoprostol?"

Renato tahu Ally tidak dapat melihatnya, tapi ia tetap menggeleng. "Kau sendiri tahu dari mana tentang bayi yang akan dibunuh lebih cepat?"

"Feeling, siapapun yang mengambil ke dalam kotak persediaan, dia tergesa-gesa, susunan obatnya berbeda dari terakhir kali aku menatanya... dan perempuan yang tadi membawakan air untuk membasuh tanganku terlihat sangat gugup, dia terus melirik ke kotak obat."

Perempuan? Renato tidak terlalu memperhatikan, tapi tidak lama kemudian terdengar suara derit pintu bunker terbuka, suara langkahnya lebih ringan meski cepat. Renato berusaha tetap tenang ketika satu suara mengungkapkan permohonan lirih.

"Aku diberitahu, kalian dokter, kalian bisa mengurus persalinan?" suara perempuan.

Renato mendengar suara Ally begitu optimis menyahuti, "Ya, apa yang terjadi?"

"Istri Hudas harus melahirkan, sekarang juga."

Suara itu terdengar takut-takut, tapi tampaknya bukan hanya Renato yang menyadarinya, Ally juga langsung bertanya. "Apa ada masalah?"

"Y...ya... bayinya baru berumur seratus lima puluh hari."

Sikutan pelan dari Ally menyadarkan Renato bahwa perempuan itu sedang memamerkan kemampuan berpikirnya tadi. Dengan usia bayi yang disebutkan memang sudah jelas, itu bukan rencana kelahiran, melainkan pembunuhan.

"Suamiku akan mengurusnya, tapi dengan satu syarat..." Ally mengajukan negosiasi.

"Dayn akan memberi kalian makan, juga memindahkan ruang tahanan kalian bersama yang lain."

"Bukan, syaratnya jika kami menyelamatkan bayinya, dia akan dibiarkan hidup."

"Tidak, tidak, tidak, dia dilarang hidup, jangan!"

Kepanikan itu membuat Renato tahu ada hal yang semakin tidak beres. Sebelum Ally semakin bersemangat, Renato memilih mengingatkan, "Jika mereka salah mengatur dosis obat, bayinya beresiko mati di dalam... jadi sebelum kau meminta hal yang tidak masuk akal, minta saja hal-hal yang berguna untuk kita."

Suara si perempuan terdengar bingung, Ally segera menerjemahkannya, "Suamiku hanya memperkirakan apa yang terjadi pada ibu dan bayi dengan usia kehamilan itu, dia khawatir si ibu sudah sangat kesakitan."

"Ya, ya, dia mulai berdarah... aku akan mengambil kunci dan meminta pengawal untuk membawa kalian pada Dayn," kata si perempuan lalu bergegas pergi.

Begitu suara menghening, Renato menyuarakan isi pikirannya, "Misoprostol akan bereaksi penuh dalam satu jam, kita tunggu saja sampai bayinya mati, akan lebih mudah untuk mengeluarkannya."

"Menurutmu dengan siapa istri Hudas berselingkuh?" tanya Ally.

Renato menarik alisnya, penilaian perempuan ini memang tajam, rata-rata perempuan akan bersikap emosional mendengar apa yang diucapkannya, menuduh kejam dan tidak berperasaan. Tapi Ally tetap fokus, menyelidiki kemungkinan yang terjadi.

"Dengan seseorang yang meminta Misoprostol," kata Renato.

"Atau dengan seseorang yang memberitahunya tentang obat itu." Suara Ally terdengar bersemangat kemudian, "Aku tidak sabar mengetahui bagaimana rupa bayinya, tapi tebakanku dia pasti setengah kaukasia."

"Sulit menutupi perbedaan ras pada bayi baru lahir," kata Renato.

"Sayang sekali jika bayinya terbunuh, tapi aku harap dia bisa dilahirkan secara utuh."

"Apa rencanamu?"

"Banyak, tapi sementara... kita lihat bagaimana bayi ini dulu."

Renato menenangkan diri, ia tidak bercanda ketika berkata membenci bayi, baginya makhluk lemah, berliur itu lebih mengerikan dibanding penjahat manapun. Dia tidak suka menyentuh apalagi harus mengurusnya.

"Tenang, begitu bayinya keluar, itu jadi urusanku," kata Ally.

"Kau urus saja dirimu sendiri, dan buat rencana agar kita bisa keluar dari tempat ini."

Ally terkekeh, suaranya terdengar penuh godaan, "Kenapa? Sudah tidak sabar menikmati dunia modern bersamaku?"

"Kali kedua aku mencekikmu, aku tidak akan melonggarkannya."

"Kali kedua kau melakukan itu, aku pasti mendesah dibawahmu."

Renato diam, Alicia Wajendra jelas sudah tidak bisa diancam lagi! Keparat!

[ to be continued . . . ]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top