16 | Suami yang baik
16 | Suami yang baik
Ally tidak menyangka bahwa Renato akan peduli ketika melihatnya mendapatkan pelecehan. Bukan berarti Ally tidak keberatan, tapi memangnya apa yang bisa dia lakukan? Untuk mendapatkan kepercayaan orang-orang ini, Ally dan Renato harus dipastikan bersih dari senjata dan pelacak tersembunyi.
"Kau dengar apa kataku," kata Renato karena Ally masih diam saja.
Seorang yang menodong Ally terusik dan bertanya, apa masalahnya?
"Suamiku terganggu melihat cara anak buahmu memeriksaku, dia menawarkan untuk memberitahu letak semua pelacak di dalam muatan, asalkan kalian melepasku, kami bersih dan tidak bersenjata, tugasku hanya sebagai penerjemah," jawab Ally, berimprovisasi agar lebih meyakinkan.
Kembali terjadi perdebatan, salah satu dari mereka bersikukuh untuk mengikuti rencana semula. Satu orang lain menggeleng, adanya dokter akan menolong mereka. Akhirnya orang yang menodong Renato berseru, menghendaki tentang pelacak yang ditanam dalam muatan.
"Mereka ingin ditunjukkan tentang pelacaknya," kata Ally.
"Aku akan melakukannya setelah kita berada di dalam, dan kau harus kembali ke sisiku selama proses itu terjadi," kata Renato.
Ally memandang orang yang menodongnya, menerjemahkan permintaan Renato, "Kita bisa melepaskan pelacaknya sembari melanjutkan perjalanan, aku harus berada di sisi suamiku selama proses itu terjadi."
Ketika kemudian mereka didorong memasuki kendaraan dan dirinya dibiarkan bergeser ke sisi Renato, Ally mendapatkan seratus persen keyakinan bahwa misi ini akan sukses.
***
Karena harus membongkar dan memastikan setiap muatan bebas dari pelacak, mereka beralih dari jalan utama, memasuki wilayah sabana dengan beberapa pohon akasia yang terlihat di kejauhan. Rumputnya cukup tinggi di pinggiran dan memendek seiring mobil berlalu melewatinya.
Mereka membongkar satu per satu muatan, mengeluarkan pelacak yang ditanam, membiarkan separatis itu menghancurkannya. Berdasarkan apa yang Ally dengar dari obrolan empat orang yang menangani mereka, pertukaran sudah dilaksanakan, tiga orang sudah dikembalikan ke markas.
Hari beranjak sore ketika muatan terakhir berhasil dibersihkan dari pelacak, Ally cukup kaget mendapati Renato diam-diam menyelipkan sebuah pisau bedah ke balik jaket. Pisau itu tipis, sekaligus amat tajam, bahkan bagian ujungnya diberi penutup khusus.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Ally dengan suara lirih.
Renato tidak menjawab, memegangi Ally ketika mereka kembali diarahkan untuk masuk ke dalam kendaraan. Seperti yang sudah Renato duga, mereka diberi penutup mata. Ally memakai lebih dulu, mencoba bersikap tenang ketika Renato merangkulnya lagi, lengan lelaki itu beralih dari pundak menuju area pinggangnya.
Dua orang yang mengawasi mereka berkomentar, setelah Renato berhasil menyelamatkan Hudas, ia akan dibunuh dan Ally akan dijadikan istri berikutnya. Mendengar itu, Ally berpura-pura meringkuk, menempelkan dirinya di tubuh Renato.
"Mungkin sebagai ucapan terima kasih, Hudas akan memberi mereka kesempatan bersama untuk terakhir kalinya."
Ucapan itu diikuti hinaan cabul yang cukup mengerikan didengar pasangan suami-istri. Ally yakin ketenangan Renato ini bukan karena lelaki itu mahir berpura-pura tidak memahami ucapan yang terdengar, Renato sudah kembali menjadi sosok yang tidak peduli. Setelah beberapa saat Ally bahkan merasakan tubuh Renato melemah, lelaki ini pasti mengambil kesempatan untuk beristirahat.
Selama perjalanan suasana begitu hening, jalanan yang mereka lalui juga cukup terjal. Membuat keadaan terasa begitu membosankan sampai Ally tiba-tiba merasakan ada tangan meraba pergelangan kaki menuju pahanya. Ia mengerutkan kening, berpikir apakah sebaiknya ia berpura-pura tidur atau merengek pada suami palsunya.
Rabaan itu semakin berani, menangkup ke selangkangan selama beberapa detik sebelum tangan Renato beralih dari pinggang Ally dan terdengar suara kesiap. Ally merasakan tubuh Renato bergerak, bersamaan dengan guncangan kendaraan karena jalanan terjal, ada suara pukulan terdengar dan mendadak suasana kembali hening.
"Apa yang terjadi?" tanya Ally namun tidak mendapati sahutan apapun.
Karena penasaran, Ally menurunkan penutup matanya, memperhatikan Renato mendudukkan dua penjaga di dinding kendaraan. Mereka tidak sadarkan diri sehingga Renato menahan posisi duduk itu dengan AK47 yang keduanya pegang.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Ally lirih
Renato menurunkan kembali penutup mata perempuan itu, kemudian mengambil sebuah tali, "Diam, sebentar lagi kita akan sampai."
Ally menyadari kendaraan yang mereka tumpangi melambat, "Kenapa kau mengikatku?"
"Agar mereka punya alasan untuk tidur," kata Renato sembari menyelesaikan ikatan tali itu. Ia menurunkan penutup matanya sendiri sebelum mengikat tangannya tanpa kesulitan.
"Mereka tidak mati bukan?" tanya Ally, tadi tidak mendapati gerakan tubuh bernapas.
Renato diam saja, ia kembali ke posisi duduknya, "Sandarkan kepalamu ke dadaku."
"Jawab pertanyaanku," tuntut Ally dengan suara lirih yang serius.
"Jika orang lain berhati-hati membangunkannya, mereka mungkin selamat." Renato kemudian mengulang perintahnya, "Sandarkan kepalamu ke dadaku, sekarang."
Ally berdecih sebelum melakukan perintah itu, "Aku benci suami posesif, asal kau tahu."
"Aku benci padamu," desis Renato.
"Kau jelas kelainan, menjadikan orang yang kau benci sebagai istrimu."
"Aku menyesal tak menyumpalmu dengan sesuatu."
Ally tertawa kecil sebelum memastikan pendengarannya dan bergerak cepat, hidungnya sempat bertumbukan dengan dagu sebelum bibirnya menemukan bibir dengan tekstur kering dan terkesiap milik Renato. Ally yang mendesak, mendongak untuk mempertahankan ciuman mereka, saling mengulum sebelum sadar dirinya butuh bernapas dan mulai mengambil jarak.
Sebelum benar-benar menjauhkan diri, Ally menyodorkan lidahnya, menjilat sudut bibir Renato, "Sepertinya aku yang berhasil menyumpalmu dengan sesuatu, Suamiku."
Ally memang tidak bisa melihat untuk memastikan betapa kesal lelaki di sampingnya ini, tapi dari geraman sekaligus makian kasar yang terlontar dengan bahasa Italia, Ally yakin dalam pertarungan pribadi antara dirinya dan Renato... ia baru memenangkan babak pertamanya.
***
Alicia Wajendra jelas bukan tipe perempuan yang bisa diprovokasi, juga bukan jenis yang bisa dikendalikan dengan satu atau dua perintah langsung. Perempuan ini dengan segala keanehan, kenekatan, sekaligus hal mencurigakan yang tampak dalam perilaku atau pola pikirnya, adalah kawan sekaligus lawan yang wajib Renato waspadai.
Renato sudah yakin pada detik ia mengajukan pengakuan Ally sebagai istrinya, perempuan itu akan berpikir mendapatkan celah untuk masuk dalam pikirannya. Tugasnya memang hanya mengawal dan memastikan Ally tetap hidup. Pelecehan bahkan pemerkosaan bukan hal baru dalam dunianya, atau bahkan di dunia yang Ally hadapi selama menjadi negosiator. Renato yakin, Ally mungkin menerima pelatihan juga untuk mengatasi tindakan kurang ajar semacam itu, bagaimana menahan diri, tidak menunjukkan ketertarikan hingga perlakuan itu tidak berlanjut semakin jauh.
Tapi ada hal yang aneh, karena wajah Ally sedatar pasien yang terbiasa menerima pemeriksaan rutin dari dokter pribadi. Tidak ada raut keberatan, tidak ada tatapan benci atau yang mengarah pada niat perlawanan, dan tidak ada gestur ketakutan, meski tangan-tangan kasar itu menyelinap ke balik pakaiannya.
Fuck! Renato memaki tindakan impulsifnya tadi, yang membuatnya jadi terjebak dalam skenario mengerikan ini.
"Kapan kau punya kesempatan merokok? Dan yang mengherankan dari mana kau dapat rokok ganja?" tanya Ally setelah mereka merasakan kendaraan berhenti sesaat, ada suara-suara di luar sana, mungkin pemeriksaan khusus.
Renato mencoba tidak terkejut karena Ally bisa mengidentifikasi rokok ganja, hanya dengan beberapa detik menciumnya.
"Kau sakit?" tanya Ally.
"Aku melihat Mamba merokoknya dan dia berbagi."
"Aku pernah mencobanya ketika pertama kali ke Washington, pikiranku bukannya tenang, justru semakin liar..." Ally kemudian terkekeh, "Rokok itu mungkin faktor utama yang membuatmu mengajukan omong kosong, mengaku sebagai suamiku."
Renato yakin pikirannya masih waras, meski menghabiskan sebungkus rokok ganja sekalipun. Ia pernah dicekoki dengan jenis yang lebih keras dan tetap baik-baik saja.
"Aku bukannya tidak takut terhadap apapun, Nate... tapi aku menyadari bahwa hal itu harus dilakukan untuk mencapai apa yang kuinginkan, karena itu aku bisa menerima atau membiarkannya." Ally kemudian menegakkan tubuh dan Renato merasakan hangat napas berembus kembali di dekat pipinya. "Tapi terima kasih, karena peduli... aku tahu kau mulai menyesali tindakan impulsifmu tadi, tapi aku senang kau melakukannya."
"Aku hanya memperbesar peluangmu tetap utuh ketika kembali ke Jakarta," kata Renato, menyuarakan alasan paling masuk akal dibalik tindakan impulsifnya tadi.
"Baik sekali." Ally terkekeh sampai helaan napasnya terasa hingga ke leher Renato. "Kalau ada hal yang paling kutakuti di dunia ini, itu adalah saat aku melakukan kebodohan... tapi aku rasa berpura-pura sebagai istrimu sementara ini merupakan kebodohan yang menyenangkan... pemilik mataku pasti bahagia menyadari bisa bersama—"
"Diam," sela Renato dengan geraman.
"Right, kita sampai," kata Ally menyadari kendaraan benar-benar berhenti, meski ia tetap mendekatkan bibirnya dan mencium pipi Renato. "Berusahalah untuk tidak membunuh, aku menyukai suami yang baik."
[ to be continued. . . ]
MAAF KOK UDAH NATURAL AJA YA? SUAMI-ISTRI, SUAMI-ISTRI, PERASAAN SAYA TYDA DIANGGAP ATAU BAGAIMANA? AshaFabianWedantaHarisAldern menuntut keadilan!
Our love surely contain the secret joy,
and the mysterious pain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top