14 | Darkness
14 | Darkness
"Jadi ini bukan gurun?" tanya Ally ketika memeriksa kembali peta terbaru Hasnaba, ia menanyakan karena merasa heran dengan kontrasnya perbedaan dengan peta wilayah pada tahun-tahun sebelumnya.
"Bukan, semula ini adalah ngarai, lembah hijau dan di sekitarnya ada beberapa desa. Sepuluh tahun lalu pertempuran perbatasan terjadi, serangan udara, daerah ini luluh lantak... dan setelah semua teratasi, pemerintah fokus memulihkan kota-kota besar, sehingga daerah ini kemudian ditinggalkan."
Ally mengamati area peta yang ditunjuk Snake, kemudian memeriksa dengan peta digital di tangannya. "Pantas masih ada area hijau disekitar sini."
"Ya, ada cukup area hijau, sungai kecil... kami akan berkemah di sekitar sini." Snake menunjuk sebuah area, tidak jauh dari zona yang dilingkari sebagai markas Dawlad Khabib.
Melirik skala peta yang terlihat, Ally rasa itu tidak terlalu jauh. "Jika benar markasnya ada di sana, kalian akan cukup cepat menjangkau kami."
"Ya, ada dua kemungkinan kenapa satelit tidak menemukan visual markas tertentu."
Ally mengangguk, mudah menebaknya, "Gua atau persembunyian bawah tanah."
"Benar, kami memperkirakan mereka tidak lebih dari lima puluh orang, tapi kelompok sekecil apapun harus tetap diwaspadai... pertukaran pertama selesai dengan sangat bersih."
"Harus diakui, mereka disiplin."
"Para sandera tidak dibiarkan melihat selama penyekapan, ketika kembali mereka dalam keadaan dehidrasi dan sensitif terhadap cahaya... ada luka fisik, penyiksaan dengan alat listrik. Jenis pengikat yang digunakan adalah rantai." Snake menunjukkan laporan yang baru dirilis.
Ally mengangguk, menerima semua informasi tambahan itu.
"Masih sekitar dua jam sampai pendaratan, kita bisa istirahat dulu," kata Snake, mengamati anak buahnya yang juga tertidur lelap.
"Duluan saja, aku harus baca ini."
"Kita butuh istirahat, Ally."
"Aku tahu, tapi aku akan baik-baik saja."
Ally menunduk pada komputer tabletnya, sesekali menggeser atau memperbesar tampilan gambar. Snake memperhatikan beberapa saat lalu memilih kembali ke posisi duduknya semula. Hingga setengah jam kemudian, Ally masih tidak terlihat ingin menyudahi kegiatannya. Snake menoleh pada Renato yang sejak keberangkatan langsung memejamkan mata.
"Aku tidak akan melakukan hal konyol seperti menerjunkan diri sendiri, atau mengacaukan penerbangan ini... jadi santai saja," kata Ally menyadari kenapa Snake tidak kunjung tidur, lelaki itu pasti cemas membiarkannya sendirian.
"Tentu saja, aku hanya berpikir mungkin Renato bisa bergantian menemanimu."
"Dia tidak benar-benar tidur, dia akan mengamankanku kalau terjadi sesuatu."
Snake mengangguk lalu melemaskan diri sebelum memejamkan mata dan terlelap tidur.
***
Ally mengenakan kacamata hitamnya kembali, tidak peduli sekitarnya masih gelap gulita. Mereka sampai di markas pasukan perdamaian, mobil perbekalan sudah disiapkan untuk pertukaran besok. Mereka menyerahkan urusan itu pada tim back up untuk memasang pengaman dan pelacak yang dibutuhkan. Renato tidak tampak peduli, hanya terus mengikuti kemana Ally beranjak, bahkan ketika ke kamar mandi.
"Kau tahu aku butuh privasi untuk hal-hal semacam ini, kau bisa memeriksa ke dalam dan kemudian meninggalkanku, aku tidak mungkin kabur," kata Ally.
"Aku akan menunggu di depan pintu."
"Sekalipun kau mampu menangani baunya, aku tidak nyaman."
"Anggap saja aku tidak ada."
Ally mendengkus, membiarkan Renato masuk dan memeriksa salah satu bilik, setelah merasa aman, lelaki itu mundur.
"Jangan berkomentar apapun! Terutama jika pipisku bersuara," kata Ally saat beralih memasuki bilik.
Renato diam saja, menunggu selama sepuluh menit sampai pintu bilik terbuka lagi. Ally mengambil ransel dari gantungan, menggendong tasnya sembari melangkah ke wastafel untuk mencuci tangan.
"Jika tidak ada bilik semacam ini, bagaimana aku harus buang air?" tanya Ally karena tampaknya urusan privasi ini benar-benar bukan hal penting bagi Renato.
"Perempuan biasanya berjongkok."
"Maksudku, sejauh apa kau akan mengambil jarak dariku? Tidak mungkin aku buang air di depanmu."
"Aku tidak akan lebih jauh dari tiga langkah darimu."
Ally melongo, benar-benar mengerikan. "Tapi setidaknya kau akan balik badan bukan."
"Ya."
"Lalu bagaimana jika kau yang butuh buang air?"
"Aku akan mengurusnya sendiri."
Selesai mencuci tangan, Ally membetulkan posisi kacamata hitamnya. Renato mengikutinya dengan langkah tenang, mereka kembali bergabung dengan tim yang akan mengatur pertukaran.
"Masih ada sembilan puluh menit sebelum matahari terbit," kata Snake.
Ally mengangguk, "Aku akan tidur."
"Ada ruang istirahat di sini, silakan." Seorang petugas berseragam militer membukakan sebuah ruangan, memang ada ruang duduk yang nyaman dan sofabed.
Renato mengikuti Ally masuk, berkeliling memeriksa jendela, memastikan sesuatu selama beberapa saat lalu duduk di kursi terdekat dengan Ally membaringkan diri.
"Tidak perlu ditutup pintunya," kata Ally saat akan ditinggalkan.
Petugas tersebut mengangguk dan berlalu begitu saja, dari ruang duduk masih terdengar beberapa percakapan tentang aksi-aksi berbahaya yang dilakukan Dawlad Khabib. Ally melirik ke sebelah, mendapati Renato duduk tenang.
"Jawab pertanyaanku, di dunia ini hal apa yang paling kau takuti?"
"Dean mati lebih dulu dibanding aku."
Ally mendengkus, "Selain itu."
"Dean terluka lebih parah dibanding aku."
"Sebutkan hal yang tidak ada hubungannya dengan saudara kembarmu."
"Tidak ada."
"Kau yakin?"
Renato tidak menjawab sehingga Ally mengubah posisi berbaring menjadi menyamping dan mereka berpandangan. "Kenapa Dean yang menjadi alasanmu hidup?"
"Kenapa tidak?"
"Aku bertanya dan kau menjawab."
"Bukankah kau harus tidur?"
Ally menghela napas, "Jawab pertanyaanku dan setelahnya aku akan tidur."
"Tadi itu adalah jawabanku."
Ally seharusnya sadar, sepayah apa manusia di hadapannya ini dalam menanggapi obrolan. "Kau harus belajar berkomunikasi dengan baik dan benar, Nate."
Ally kembali merebahkan tubuhnya, menguap sejenak lalu bersedekap dan memejamkan mata. Namun, baru lima belas menit memejamkan mata, ia kembali menoleh ke tempat Renato duduk, "Apa yang akan kau lakukan selama aku tidur?"
"Berjaga."
"Apa kedepannya nanti kita akan bergantian berjaga? Setiap dua jam?"
"Aku bisa berjaga sendirian."
"Serius? Lalu kalau kau mengantuk?"
Renato menggelengkan kepala, "Bisakah kau diam dan tidur?"
"Aku selalu mencari tahu ketika penasaran, jawab sajalah."
"Aku sudah terlalu banyak tidur selama enam tahun terakhir, terjaga selama beberapa hari bukan masalah untukku."
Ally tertawa, "Memangnya kau robot? Jangan mengada-ada, kita bergantian berjaga saja nanti, kalaupun aku tidak bisa menggunakan senjata, aku bisa mengulur waktu jika ada musuh."
Renato tidak menanggapi, membiarkan keheningan membentang dan hanya diisi helaan napas teratur Ally. Setelah beberapa menit, perempuan itu mengubah arah tidur, kacamata yang semula bertengger di hidungnya juga tergeser hingga pipi.
Memikirkan ujung kacamata yang bisa saja menusuk pemakainya, Renato mendekat, mengulurkan tangan untuk melepas benda itu. Tangan Ally cepat menahan sebelum Renato bisa menyentuh apapun.
"Sudah kukatakan bukan? Mataku sangat menyukai kegelapan..." Ally melepas tangan Renato untuk memperbaiki posisi kacamatanya. "Jangan coba-coba melepas kacamataku."
Renato tetap berdiri di tempatnya selama beberapa saat.
"Ada pose tertentu yang ingin kau lihat?" tanya Ally karena Renato tidak segera menyingkir atau kembali duduk di tempat semula.
"Matamu menyukai kegelapan bukan karena sifat bawaan pendonor... matamu menyukai kegelapan, karena disanalah selama ini kau tinggal," kata Renato.
Ally tersenyum lebar, memolorotkan sedikit ujung kacamatanya untuk memandang Renato secara langsung, "I don't live in darkness, Nate... darkness choose to lives in me."
Renato memilih mundur dan membiarkan Ally kembali tidur.
[ to be continued . . . ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top