Lullaby(e) (2)
[Siang hari]
[Team 4]
[Soran, Chimi, Julius, Nero]
"Semua tempat di sekitar hutan ini masih terkunci. Sepertinya kita masih akan terus seperti ini"
Laporan yang datang dari para patroli shift awal membuat orang-orang tetap tinggal di mansion kecewa. Namun itu tetap tidak membuat pembagian patroli ini berakhir begitu saja.
"Sayang sekali hhh..." Dengus Soran kecewa. "Tapi kita tetap perlu mengitari sekitar, memastikan semua aman di tempat ini" katanya tetap pada pendiriannya.
"Sekarang shift kita kan? Ayo kita pergi" Kata Soran mulai mengajak rekan setim nya. Julius, Chimi dan Nero.
"Chimi here~" gadis bersurai hijau satu-satunya perempuan di tim mengangkat tangannya.
"Umm...jadi bagaimana kita memulainya?" Tanya Julius canggung.
"Berpencar yuk? Kurasa itu lebih cepat" usul Chimi santai.
"Hee...tidakkah itu berbahaya?" Julius semakin khawatir mendengar usulan itu.
"Memangnya kau tak masalah sendiri?" Tanya Soran sanksi. Masalahnya Chimi ini perempuan biasa. Kalau macam Noa dan Asuka atau setidaknya macam Ringo atau Kanna dia acc saja dengan usul itu.
"Aku bukan anak kecil lagi. Tentu saja aku bisa sendiri, humph" dengus Chimi menggembungkan pipinya. Protes karena dianggap lemah.
Julius masih meragukan permintaan gadis hijau itu. Entah kenapa dimatanya gadis itu mencurigakan. Namun pada akhirnya dia hanya diam.
"Kalau kau segitu inginnya, baiklah" kata Soran akhirnya menatap kawannya satu persatu.
Sebentar, kok kurang satu orang?
"Dimana Nero?"
"Woaa...sori telat" terdengar sebuah langkah kaki mendekat. Tampak pemuda dengan rambut emo ngos-ngosan menghampiri mereka.
"Habis berak" katanya pendek. Dasar perasaan ini anak berak mulu.
"Ya sudahlah. Karena tim tiga sudah duluan, ayo kita juga patroli. Oh sesuai usul Chimi kita berpencar saja" kata Soran memberi instruksi.
"Berpencar ya? Oh oke deh" angguk Nero paham. Ya sejujurnya dia juga lebih suka sendirian daripada bareng-bareng.
=====
[Team 3]
[Noa, Mah Tee, Mary, Haha]
"Kita menyusuri dekat-dekat mansion saja ya. Bagaimana menurut kalian?" Tanya Noa ditengah kegiatan berkelilingnya.
Noa memilih begitu karena melihat timnya sendiri, selain Haha ia merasa yang lain agak diragukan kalau dibawa terlalu jauh. Terutama Mah tee yang sedaritadi tampak gusar.
"Daritadi kamu kenapa? Bukan kesurupan kan?" Tanya Haha khawatir kepada Mah tee. Di matanya, gadis ini walau wajahnya selalu ditutup, dia selalu tampak seperti orang yang bakal kesurupan di tengah hutan, seperti teman mereka yang Ultimate Paranormal itu.
"E...ti-tidak. Aku baik-baik saja" kata Mah tee gugup. Bersembunyi di belakang Mary. Entah sejak kapan mereka akrab.
"Kau yakin tetap ikut patroli?" Tanya Noa mulai ikutan tak yakin membawa gadis ini.
Mah tee mengangguk cepat. Dia masih sanggup. Walau entah kenapa firasatnya mengatakan ada bahaya diluar sana.
"Ya sudahlah kalau begitu. Kalau dirasa mulai lelah, kita balik cepat saja" kata Noa akhirnya. Kayaknya mereka bakal sebentar saja patrolinya.
=======
[Mansion]
[Team 1: Dillon, Hans, Asuka, Ringo]
[Team 2: Mike, Aelri, Silvia, Kanna]
[Sentry: Weiss, Fuwa, Willow, Yama]
"Kalian kembali" kata Weiss menyambut tim satu dan dua yang baru saja kembali. Wajahnya tampak begitu ketara kusutnya, matanya pun memperlihatkan warna gelap dibawahnya. Mengenjap berkali-kali benar-benar ingin sekali tidur sekarang.
Tapi mau bagaimana, musik durjana itu akan terus menghantui tidur mereka.
"Istirahatlah dulu, aku bikin kopi" katanya terseok-seok menuju dapur.
"Biar kubantu" kata Dillon cepat menyusul pemuda berambut putih yang seolah akan pingsan kapan saja itu.
"Ikut juga. Kau butuh banyak tangan kan sekarang" kata Yamagatsu juga ikut ke dapur. Dia ingin membuat coklat panas.
"Ah jadi merepotkan. Tapi terima kasih" kata Weiss mengiyakan saja. Biasanya dia tak ingin merepotkan siapapun. Namun kali ini ia merasa sudah diambang batas ngantuknya.
Mereka pun membuat berbagai minuman hangat untuk mereka yang kembali. Yama dengan rencana ingin membuat coklat panasnya, Weiss memanaskan air, dan Dillon yang sedang mencari kopi di meja dapur.
Begitu menemukan sekantong kopi yang belum terbuka, Dillon hendak mencari pisau. Namun ia mendapati rak pisau kosong. Ia menoleh tampak mencari pisau, namun sepertinya ia tak menemukannya dimanapun.
"Weiss, lihat pisau?" Tanyanya mencolek pundak pemuda surai putih itu.
"Pisau? Di rak kan?" Tanyanya heran menunjuk rak pisau yang biasa ia gunakan. Tapi ia tak melihat pisau yang seharusnya ada disana.
"Aneh, perasaan habis masak tadi aku sudah memastikan dapur rapi dan semuanya sudah di tempatnya?" Gumamnya bingung memegangi dagunya.
"Eh ada apa?" Tanya Yamagatsu baru selesai dengan coklat panasnya.
"Pisau dapur hilang" kata Dillon datar.
"Hee...kalian yakin tidak salah meletakkannya?" Tanya Yama lagi. Weiss menggeleng. Ia ingat sekali tadi pagi pisau masih ada disana.
"Aneh juga" Yama tampak khawatir. "Ah aku coba bertanya pada 'mereka' kalau begitu" katanya berkacak pinggang.
Weiss dan Dillon saling pandang bingung.
"Mereka?"
Yama mulai mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Wahai roh roh hutan disekitar sini. Kalian lihat pisau yang hilang?" Serunya menatap langit-langit.
Dillon hanya menyipit tak mengerti menatap pemuda Jepang di depannya. Weiss hanya menghela nafas panjang heran.
"..."
"Bagaimana?" Tanya Weiss akhirnya.
Yama terdiam cukup lama. Wajahnya seolah menjelaskan kalau ia tak menemukan pencerahan.
"Ah itu..."
"Upupupu..."
Sebuah suara robotik mengagetkan ketiga pemuda itu. Terlihat sesosok robot beruang monokrom tampak mencoba menjangkau gelas coklat yang tengah disiapkan oleh Yama.
"Pak Kepsek..." Kata Yama reflek langsung mundur menjauhi robot itu. Weiss yang melihat Yama mundur pun ikutan mundur, was-was.
"Ah...Monokuma. Selamat siang" kata Dillon tak bereaksi seperti dua orang lainnya.
"Woo...ada coklat panas. Buatku ya" kata robot itu seenaknya saja mengambil segelas coklat panas yang disiapkan dan meminumnya di tempat.
"Kenapa anda ada disini?" Tanya Weiss heran. Sebenarnya menurutnya cukup aneh makhluk ini muncul begitu saja.
Robot monokrom itu menyeringai lebar.
"Menurutmu? Upupupu~" dia hanya tertawa saja berjalan hendak keluar dari pintu belakang.
"Apa anda tahu sesuatu tentang pisau?" Tanya Dillon tiba-tiba. Entah kenapa dia merasa keberadaan robot itu seolah menyiratkan begitu.
"Nah~ apa kau bisa menebaknya? Executor-san? Upupupu~" robot itu menutup pintu belakang. Meninggalkan mereka.
Menyisakan perasaan akan firasat buruk diantara mereka bertiga
"Datang begitu saja dan menghilang begitu saja. Membuat perasaan tak enak saja" kata Yama akhirnya begitu robot itu pergi. Ah sial, gelas coklatnya diambil. Ia harus membuatnya lagi.
"Apa...kita harus memberitahu semua orang soal ini? Tanya Weiss mulai khawatir.
Dillon mengangguk saja mendengar pertanyaan itu. Hal itu memang sebaiknya segera diberitahu.
Mereka pun akhirnya kembali ke ruang tamu dengan beberapa gelas kopi dan coklat panas untuk rekan mereka yang terkapar berusaha untuk tak tidur sekarang.
"Yeyy...coklat. Tengyu~" kata Hans menerima coklat panas. Yang lain pun ikut meminum doping anti tidur mereka masing-masing.
"Aku ke kamar" kata gadis surai putih kuncir kuda,Asuka menguap lebar. Memilih untuk tidak ikut nimbrung bersama yang lainnya. Menolak acara minum-minum mereka.
Sepeninggalan Asuka, Yama mulai menanyakan soal pisau di dapur. Semuanya bilang, mereka tak memegang pisau hari ini.
"Waktu buat smoothie tadi pagi saya ingat masih meletakkan pisau pada tempatnya" Kata Willow mencoba mengingat-ngingat kegiatan apa saja yang ia lakukan tadi pagi.
"Ah...Waktu aku menyiapkan bekal untuk mereka yang patroli pagi... aku masih melihat pisau hum...iya aku masih melihatnya" lapor Fuwa begitu mendengar kabar itu.
"Aku yakin Mas Uban juga melihatnya..." Katanya menunjuk Weiss. Weiss mengangguk. Memang itu terakhir kali ia ke dapur hari ini sebelum membuat kopi.
"Apa orang yang patroli diluar membawa pisau?" gumam Aelri tampak berpikir. Menatap gelas kopi di meja tamu.
"..."
"Siapa nih yang belum kebagian?" Tanyanya. Memang ada dua gelas kopi yang tak tersentuh.
"Kalian ngumpul disini?"
Tiba-tiba saja Mike datang menghampiri meja tamu tempat mereka nongkrong. Dia tampak begitu segar sepertinya habis mandi.
"Umm...boleh buatku?" katanya mengambil segelas kopi yang belum tersentuh itu.
"Kalian sedang bahas apa?" Tanyanya heran.
"Ah itu soal -"
[PIM POM PIM ~]
Suara bel kali ini memenuhi seisi ruangan. Seolah sudah reflek, semua orang tampak saling mencari siapa yang mungkin saja ketiduran lagi untuk kesekian kalinya.
[Selamat kalian tak perlu mendengarkan lagu pengantar tidur lagi, upupupupu~]
"Hah?"
Alih-alih suara musik durjana yang terdengar, mereka malah mendengar pengumuman yang terdengar cukup melegakan. Memang mereka di tempat ini tak ada satupun yang tidur.
"Kita tak perlu mendengar musik lagi? Yeyy~" kata Hans riang menanggapi pengumuman itu. Seketika tepar berbaring. Bersiap untuk tidur.
"Rasanya ada yang salah..." Gumam Willow tampak berpikir.
"... Jangan-jangan-"
[Sesosok mayat telah ditemukan, Class trial akan segera dimulai sesaat lagi]
Pengumuman selanjutnya membuat semua orang terdiam. Weiss malah semaput duluan saking kagetnya. Tak tahu apa itu semaput karena terlalu syok apa karena sudah sampai batas toleran begadangnya. Yang jelas begitu ia semaput, musik itu tak terdengar lagi.
========
[Team 4]
Suasana terasa begitu sunyi sekarang. Julius yang sendirian tampak menatap sekitarnya dengan was-was begitu mereka semua berpisah
Hutan dikala sendirian memang tampak mengerikan.
Krak
Julius terdiam. Ia mendengar suara ranting patah. Namun bukan berasal dari dirinya sendiri. Suara itu berasal dari sisi kirinya.
Pria kemayu itu menelan ludahnya. Apa ada seseorang disana? Atau justru hal lain?
"Siapa disana?"
Tak ada jawaban. Ia semakin menelan ludah pahit. Menoleh kearah sekitarnya. Tak ada siapa-siapa. Ia tak bisa memanggil yang lain. Sepertinya ia tak punya pilihan selain mendekat.
Perjalanannya membawanya ke arah gedung terbengkalai yang mirip gereja. Tak ada siapa-siapa.
Namun ia melihat sesuatu yang tak mengenakkan di tanah.
Tanah di dekatnya tampak basah yang dipenuhi ranting patah dan dedaunan yang dipenuhi cairan merah. Julius membulatkan matanya ketika ia mencium bau besi dari cairan itu.
Bau darah?
"WAAAA"
Ia reflek terduduk melihatnya. Sebentar, kalau diperhatikan lagi jejak darah itu membentuk garis ke arah hutan yang lebih dalam. Seperti terseret.
"A-aku harus kesana" katanya. Perasaannya semakin tak enak. Memutuskan untuk mengikuti jejak darah.
.
.
.
Di lain tempat, Chimi yang mendengar suara teriakan, mencoba berlari ke sumber suara. Namun ia tak mendapati apapun selain jejak merah di depan gedung yang tampak seperti gereja.
"Tak ada siapapun" gumamnya mencoba mengamati jejak merah yang ia temukan.
"..."
"Ah ini pasti cuma cat kan?" Katanya mencoba positif thinking. Iya iya...ini pasti hanya cat-
"AAAAAAAAA"
Chimi terlonjak kaget ketika sekali lagi ia mendengar suara teriakan. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Asalnya sama dengan arah jejak merah yang ia temukan. Dengan cepat ia berlari. Mendapati Julius pucat pasi dengan jejak merah berakhir di dekat pemuda kemayu itu.
"Ada apa?" Tanyanya mendekat dengan khawatir.
Tes
"Ng?"
Sesuatu jatuh mengenai pipi gadis bersurai hijau itu. Ia menyentuhnya. Cairan merah memenuhi tangannya. Chimi mematung, ditambah karena melihat Julius masih mendongak keatas, mau tak mau ia pun ikut menongak ke sumber tetesan merah yang membasahinya.
"!!!"
"UWAAAAAA"
.
.
.
"...Barusan suara Chimi kan?" Soran di tempat lain dengan cepat menyusul ke arah sumber suara.
Sebelumnya ia juga sudah mendengar suara teriakan. Namun Soran berpikir itu hanya suara seseorang yang takut akan serangga. Namun suara teriakan Chimi membuatnya sekarang datang dengan panik.
Mau bagaimanapun ia memang harus memperioritaskan keamanan apalagi perempuan.
Begitu ia sampai ke sumber suara, rupanya Chimi sudah bersama Julius tampak begitu ketakutan masih mendongak keatas. Mau tak mau, Soran pun mengikuti arah pandangan mereka. Membuatnya seketika terbelalak ngeri melihat pemandangan yang ia dapatkan.
Sesosok tubuh yang terbujur kaku tergantung diatas pohon. Tampak digantung seperti boneka marionette meneteskan darah tiada henti. Sosok pemuda yang tergantung itu tampak begitu familiar.
Padahal beberapa menit yang lalu mereka masih bersama membahas patroli mereka...
Bersamaan dengan penemuan mereka, sebuah pengumuman memenuhi seatreo hutan. Pengumuman akan penderitaan mereka seminggu terakhir berakhir.
Atau...pengumuman akan penderitaan baru justru akan dimulai?
========
[Nero was killed]
[19 people left]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top