Lost My Way (1)
When the shine slowly dimming...
What are you doing in the dark?
.
.
.
[Bzzz...]
[Aku mulai bosan]
Sebuah suara robotik familiar mengalun di semua speaker baik di dalam mansion ataupun di dalam hutan.
[Padahal sudah ada contohnya bagaimana supaya kalian bisa keluar. Tapi kalian tak melakukannya?]
[Ckckck...sepertinya aku perlu memberi kalian sedikit oleh-oleh]
[BAAMM]
Sebuah suara ledakan memekakkan telinga mengagetkan semua orang yang tengah mencoba mendengar pengumuman.
[Aku menanamkan bom mini di tubuh kalian saat tidur. Jika kalian tak melakukan permainan menyenangkan kalian, katakan saja selamat tinggal kepada dunia ini. Muahahaha]
[Batasnya tiga hari lagi dari sekarang. Jangan mengecewakanku anak-anakku yang imut]
[Bzzzz]
Lalu suara speaker berhenti. Menyisakan wajah pucat semua anak-anak yang mendengarkannya.
=====
Tiga hari telah berlalu.
Pagi ini mereka berdelapan belas duduk di meja makan dengan wajah tegang. Sibuk dengan pikiran khawatir mereka masing-masing. Kata-kata Monokuma tiga hari yang lalu menghantui mereka.
Setelah semua yang mereka lalui, mustahil kan kalau kata-kata boneka beruang itu hanya sebuah candaan ataupun kebohongan.
"Bagaimana ini?" Tanya Yamagatsu memecah keheningan diantara mereka.
Noa menghela nafas panjang. Menatap semua orang di meja makan satu persatu.
"Kita sudah lengkap semua?" Tanyanya
"Umm..." Fuwa ikut menghitung orang di meja makan. "...sepertinya sudah...mungkin?" katanya.
Weiss meneguk ludah. Menggigit jarinya khawatir. Apa hanya membunuh pilihan mereka sekarang?
"..."
Haruskah ada yang mati lagi dalam permainan maut ini? Weiss tak mau.
"Cih ga ada yang membunuh tho? Membosankan" kontras sekali dengan semua orang, Asuka malah menopang dagu dengan begitu cueknya. Benar-benar tak peduli dengan hidup semua orang.
Willow menyipit menatap gadis surai putih kuncir kuda itu.
"Kenapa tak anda saja yang memulai lagi, Nona Asuka?" Katanya tergurat nada sinis walaupun masih terdengar monoton. Lagi-lagi orang ini begitu pikirnya.
Asuka mencibir. "Buat apa? Kan ada kalian" Katanya angkat bahu.
"Sayang sekali" kata Willow hanya. membuang muka. Sementara yang lain menyipit. Akhirnya memutuskan untuk mengabaikan gadis bermasalah ini.
"Jadi bagaimana?" Kata Willow memilih membuka diskusi "Apa yang akan kita lakukan? Tetap akan membunuh atau tidak?"
"..."
Hening kembali memenuhi seisi ruang makan. Pertanyaan ini benar-benar sebuah pertanyaan sulit di situasi mereka sekarang.
"...Fuwa tak mau...membunuh" cicit Fuwa akhirnya.
Julius menelan ludah. "Kurasa Monokuma tak serius dengan kata-katanya. Kita dikumpulkan disini, kalau memang mau membuat kita semua mati harusnya sudah dilakukan dari awal" katanya menggeleng
"Lagipula ada peraturan Monokuma tak bisa ikut campur dalam permainan. Kalau dia akan meledakkan kita karena tak melanjutkan ini sama saja dengan ikut campur...kan?" Katanya mencoba beropini.
"...Kita tak tahu apa kata-katanya soal tidak akan ikut campur itu bisa dipercaya, Julius" kata Soran menggeleng.
"Aku sih tak ingin membunuh. Tapi aku juga tak ingin ada pembunuhan" Soran hanya melipat tangannya.
"Sejujurnya aku tak masalah kalau pada akhirnya kita semua mati meledak" katanya akhirnya.
Bagi Soran kalau memang itu akhir mereka ia sudah tak keberatan. Hidupnya selama ini sudah dipenuhi dengan bom. Mati karena ledakan bukan lagi hal menakutkan baginya. Anggap saja ia mati sebagai Fisabilillah. Mati syahid.
"AKU YANG KEBERATAN!"
Tiba-tiba saja seseorang menggebrak meja dengan keras. Di ujung meja, tampak Weiss menatap tajam Soran dengan wajah menahan marah seperti class trial sebelumnya. Namun sesaat kemudian ia menggenggam tangan kirinya yang sebelumnya ia pakai memukul meja yang terasa nyut-nyutan. Sebelumnya disana ia tak sengaja memotong tangannya karena melamun saat memasak sarapan.
"Hmm... Mati bersama kurasa tak buruk... Terdengar hangat" kata Mahtee mengangguk malah setuju dengan Soran.
Weiss menelan ludah mendengar orang-orang yang memilih mati bersama ini. Sejak kemarin kenapa selalu saja orang-orang ini...
"...Hangat ya?" Pemuda itu menghela nafas panjang.
"Aku lebih memilih opsi ketiga daripada harus membunuh ataupun harus mati semua" katanya akhirnya muram.
"Opsi ketiga ya..." Noa memegangi dagu. "Aku punya tapi aku juga tak begitu ingin mengambil pilihan ini" katanya menatap Weiss.
"Ada yang bersedia mengorbankan diri untuk orang-orang yang takut mati. Setidaknya itu terdengar lebih terhormat" kata Wardress itu melipat tangannya.
"..."
Semuanya kembali hening. Tetap saja pilihan itu menuntut seseorang untuk mati. Tetap bukan pilihan yang ingin mereka ambil.
"A-ano..."
"Bagaimana kalau kita cari pemicunya dulu? Mungkin...mungkin Monokuma menyimpannya di suatu tempat" cicit Fuwa berusaha mencari solusi.
Semuanya tertegun. Kenapa baru kepikiran soal itu ya sekarang?
"Kayaknya satu-satunya cara kita harus grebek beruang itu ya. Tapi darimana kita memulainya?" Kata Noa tampak berpikir.
"Pffft..."
Suara tawa kecil memecah pikiran mereka. Tampak Asuka hanya menopang dagu dengan santai menatap mereka satu persatu.
"Kenapa ketawa tho Asuka?" Tanya Haha heran. Mereka lagi serius bukan waktunya tertawa. Dia yang Ultimate Pelawak saja paham hal itu.
Asuka hanya senyum miring.
"Aku punya kabar bagus untuk kalian" katanya berdiri. Mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Tampak sebuah tombol aneh dia lempar di udara.
"Aku pegang pemicunya"
Semuanya tersentak.
=======
"Dimana kau mendapatkannya?" Tanya Aelri tak sabar.
Beberapa murid lain tampak menelan ludah. Seharusnya mereka harus bersyukur telah menemukan pemicunya, berarti sisa menghancurkan pemicunya saja.
Tapi masalahnya...
"Oh aku tak sengaja menemukannya waktu patroli" katanya santai.
"Sini pemicunya. Kita harus menghancurkannya" pinta Aelri mencoba mengambil tombol pemicu.
"Eitss" namun sebelum sempat Aelri mengambilnya, Asuka langsung menyembunyikannya.
"Bukannya membosankan kalau aku menyerahkannya semudah itu" katanya kembali senyum miring. Semuanya seketika menatap geram gadis menyebalkan ini.
"Hayolah, Monokuma bilang dia butuh hiburan kan? Ini tidak menarik kalau aku langsung menyerahkannya begitu saja pada kalian" dia pun beranjak dari meja makan.
"Kalau kalian bisa menangkapku, aku akan menyerahkannya pada kalian. Yaah itu takkan kubiarkan berakhir mudah sih" katanya melambaikan tangan malas. Mengambil pedang kayunya, lalu meninggalkan semua orang di meja makan. Memutuskan keluar dari Mansion.
"Kau!!" Seru Aelri marah.
"Jangan kabur kau Asuka" kejarnya.
"Ba-bagaimana...ini?" Seru Sylvia panik. Mengingat bagaimana Asuka sebelumnya bisa-bisa mereka meledak sebelum waktunya.
"Kita harus menangkapnya segera. Kita berpencar" Kata Noa cepat menyusul Aelri. Yang lain dengan cepat mulai mengikuti satu persatu.
=====
Sebuah pengumuman mengalun seatreo hutan. Sebuah pengumuman yang diharapkan namun disatu sisi juga tidak diharapkan oleh mereka.
[Pim pom pim pom...]
[Oh akhirnya kalian melakukannya juga. Selamat aku sudah mematikan bomnya untuk kalian]
[Mayat telah ditemukan. Class Trial akan segera dimulai]
[Upupupupu...]
Di tengah pengumuman itu, seseorang yang dipenuhi darah tengah menatap nanar orang-orang yang menemukannya.
"....Tidak"
"...Sungguh bukan aku" katanya dengan begitu panik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top