It's Time
Bandara Internasional Narita, Jepang. Tahun 20XX. Musim Panas.
Sebuah pemberitahuan pesawat akhirnya membangunkan pemuda berambut putih itu dari lelapnya. Akhirnya perjalanan Berlin-Tokyo ini selesai juga.
Ia turun dari pesawat. Mengambil barangnya. Sekarang ia harus menunggu jemputan dari sebuah sekolah paling bergengsi di seluruh dunia.
Akademi Kibougamine cabang Tokyo. Alias Kibougamine cabang pusat.
Dirinya, Weiss Cavas datang ke negara ini karena menerima rekomendasi dari sekolahnya, Akademi Kibougamine cabang Jerman sebagai wakil dalam acara kemping musim panas Akademi Kibougamine dari seluruh dunia. Sebuah keberuntungan juga untuknya mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung asal sekolah paling bergengsi itu.
Akademi Kibougamine sendiri adalah sebuah sekolah super elit yang melahirkan banyak sekali murid-murid super duper bertalenta dari berbagai aspek dan berkontribusi banyak sekali untuk negara. Sekolah yang paling banyak dibanggakan oleh orang tua ketika anaknya masuk ke sekolah itu dan sekolah yang paling menjanjikan masa depan penuh harapan seperti nama sekolahnya. Sekolah tersebut berpusat di Tokyo, Jepang dan sekarang memiliki banyak sekali cabang di seluruh dunia.
Setiap murid di akademi itu diberi title Ultimate sesuai dengan bakatnya. Sebuah kebanggaan yang akan terus melekat sampai akhir begitu lulus. Weiss sendiri bersyukur bisa menjadi murid di akademi ini dengan bakat masaknya yang masakannya takkan bisa ditolak siapapun. Ya, dia adalah Ultimate Chef di sekolahnya.
Menunggu jemputan rasanya lama sekali. Ia penasaran jemputannya akan seperti apa. Manik mata ruby nya tampak mencari-cari dimana orang yang mungkin perwakilan sekolah.
Namun di tengah pencariannya, ia tak sengaja menabrak seseorang.
"Ah maafkan sa-ouch" belum selesai ia meminta maaf, sesuatu menghantam kakinya. Reflek membuatnya jongkok memegangi kakinya. Sebuah tas kotak yang sepertinya set make up lengkap jatuh ke kakinya.
"Es tut mir leid, geht es dir gut?"
Weiss mengangkat wajahnya ketika mendengar kosa kata yang sangat familiar di telinganya. Tampak seorang perempuan pirang dengan masker di wajahnya tampak khawatir. Dilihat dari posturnya mereka seumuran? Atau mungkin gadis itu lebih muda.
"oh mir geht es gut. Aku tak apa" kata pemuda itu mengambil kotak rias itu dan menyerahkannya kepada gadis itu. Sejujurnya kakinya nyut-nyutan sekarang tapi dia tahan demi tak ingin membuat khawatir orang di depannya.
Gadis itu tertegun sejenak menerima kotak riasnya.
"Oh orang Jerman juga" katanya akhirnya.
Krik krik
Canggung momen terjadi diantara mereka. Ya sejujurnya Weiss tak begitu bagus dalam membuka pembicaraan. Begitu juga gadis pirang di depannya sepertinya juga bukan pembicara yang baik.
"Ke Jepang mau liburan ya" tanya Weiss akhirnya membuka pembicaraan.
Gadis itu tampak ragu namun akhirnya ia menggeleng pelan.
"Ada acara yang harus saya ikuti"
"Acara?"
Pandangan Weiss tiba-tiba tertuju pada seseorang yang tengah mengangkat papan nama tampak mencari seseorang. Manik mata merahnya menyipit membaca tulisan. Sepertinya ia menemukan jemputannya.
"Ah...sepertinya jemputan saya sudah datang" kata perempuan itu menunjuk orang yang sama yang tengah dilihat Weiss.
"Eh?" Ia reflek menoleh kepada gadis itu.
"Kenapa?" Tanya gadis itu memiringkan kepalanya heran.
"Kau dari Kibougamine?" Tanya Weiss cukup kaget. Memang saat ia membaca papan nama yang diangkat, tertulis nama dua orang.
Dirinya, dan sebuah nama lain bernama Willow Hart.
Gadis itu tertegun lama. Lalu ikut melihat ke arah pemegang papan. Lalu kembali menatap pemuda berambut putih itu.
"Kalau begitu...anda Weiss Cavas?" Tanyanya dengan wajah datar.
**********
"Kupikir wakil Jerman untuk Summer Camp hanya aku" kekeh Weiss menggaruk pipinya kikuk begitu mereka masuk kedalam mobil jemputan dari sekolah yang sejujurnya mewah.
"Saya juga berpikir begitu" angguk gadis bernama Willow Hart itu.
"Tapi aku bersyukur bertemu teman senegara disini. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Kamu kelas dua? Satu? Aku kelas tiga" Tanyanya sedikit excited dengan pertemuan ini.
"Kelas dua. Saya Ultimate Emblamer" katanya menunduk menatap peralatan riasnya.
Weiss hanya membulatkan mulutnya. Ia salah kira mengira gadis itu Ultimate Make Up Artist. Ya dia jelas-jelas buta soal make up walau sejujurnya dia sering jadi korban make up orang-orang karena wajahnya yang terlalu manis untuk ukuran laki-laki. Nyaris seperti perempuan. Walau sifapnya untungnya tidak kemayu.
"Ah aku lupa bilang, aku Ultimate Chef" katanya akhirnya hanya senyum kecil.
Lalu pembicaraan mereka krik-krik lagi sampai akhirnya mobil yang mereka tumpangi sampai ke sebuah gedung sekolah yang tampak cukup mewah juga. Tampak logo besar yang sangat Weiss kenal terukir di dindingnya. Logo Akademi Kibougamine. Kemudian mobil itu berhenti.
Di aula sudah ada beberapa orang berbagai macam ras dan negara berkumpul menunggu pengumuman untuk penjelasan acara berikutnya. Sepanjang acara pembukaan hanya diisi oleh ceramah kepala sekolah akademi cabang Tokyo sebagai pembukaan acara yang akan dimulai besok hari.
Ya, besok hari karena katanya hari ini semua orang-orang dari berbagai negara ini diizinkan istirahat dulu di asrama yang telah disiapkan untuk mereka. Dan besok mereka harus berangkat dengan bus ke sebuah hutan pribadi mewah akademi tersebut untuk memulai acara Summer Camp nya.
Semoga besok acaranya menyenangkan. Hanya itu keinginannya.
********
Weiss telah mempersiapkan barangnya. Tinggal mempersiapkan bekal untuk perjalanan dan makan siang. Walau kabarnya, begitu sampai mereka akan masak bersama.
Ia keluar asrama dengan tasnya mencari kantin sekolah. Sekolah ini sama luasnya dengan yang di Jerman. Membuatnya harus sedikit berputar karena tak tahu jalan.
Sampai akhirnya ia sampai di kantin sekolah. Tak ada siapapun disana. Sepertinya tak masalah kalau ia mulai memasak saja.
Mumpung di Jepang berarti membuat makanan yang identik dengan tempat itu. Hmm... Tamagoyaki?
Ditengah keasikannya dengan kegiatan masaknya, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Rupanya seorang anak laki-laki masuk ke dapur dengan ekspresi tampak kebingungan. Dari postur wajah dan badannya sepertinya dia sama seperti dirinya, bukan dari sekolah ini juga.
Anak laki-laki itu memiliki kulit gelap, rambut hitam arang dengan sepasang bola mata kehijauan. Kontur mukanya tak tampak seperti orang Jepang, tidak pula Eropa seperti dirinya. Dia cukup tinggi. Standar tinggi orang Eropa?
إذن هذه هي الكافتيريا؟
'iidhan hadhih hi alkaftirya? (Jadi disini kantin?)
Bahasanya cukup asing. Bukan orang Eropa sepertinya. Bahasa ini sedikit mengingatkannya pada penjaga restoran Arab. Orang Timur Tengah?
"Selamat pagi" sapa Weiss akhirnya dengan bahasa Inggris. Seharusnya orang ini paham kan kalau jadi perwakilan juga?
Pemuda berkulit gelap itu sedikit kaget. Lalu tampak canggung.
"Selamat pagi. Apa aku mengganggumu?" Tanyanya mencari sesuatu. Sepertinya dia berniat sama seperti dirinya. Hendak menyiapkan bekal untuk keberangkatan mereka nanti siang.
"Tidak. Tidak masalah" Weiss menggeleng pelan. Lalu tersenyum tipis.
"Ada yang bisa kubantu?" Tawarnya.
Pemuda berkulit gelap itu tampak ragu. Tapi dari raut wajahnya terlihat sekali dia butuh bantuan.
"Hmm...mau ku bantu menyiapkan makan siang?" Tanya Weiss mencoba menebak.
Tampak wajah pemuda berkulit gelap itu seketika cerah, seperti menemukan solusi. Ah sepertinya benar. Dia tampak tertawa kikuk.
"Ahaha...apa boleh?" Tanyanya ragu.
"Sebagai Chef tentu saja bagiku itu tak masalah" kata Weiss hanya memasang senyum.
"Kau Ultimate Chef?"
Weiss mengangguk. "Weiss Cavas salam kenal" katanya memperkenalkan dirinya mengulurkan tangan.
"Ah...aku Soran. Ultimate Soldier" Kata pemuda berkulit gelap itu menerima uluran tangannya.
Oh rupanya seorang tentara. Kelihatan sih dari postur tubuhnya yang tampak terbentuk dengan baik dan tampak kuat. Sejujurnya Weiss sedikit iri. Dia juga ingin seperti itu. Tidak seperti dirinya yang sekarang tampak jadi sasaran empuk sekali untuk jadi bahan crossdressing.
"Ngomong-ngomong Soran, kau ada pantangan soal makanan? Alergi atau...hanya pantangan karena keyakinan?" Tanya Weiss tak lama kemudian.
Ia akhirnya selesai dengan makan siangnya. Sekarang ia hendak membantu orang disebelahnya membuat makan siang. Karena Soran sepertinya orang timur tengah berarti cukup besar kemungkinan dia tak bisa dengan beberapa bahan makanan.
"Ah...itu. Ya aku tak bisa babi sama alkohol sih"
Sudah ku duga
Weiss hanya tersenyum. Sepertinya ia akan membuat kare dan onigiri saja untuk pemuda i-
"DOR"
Weiss dan Soran seketika kaget mendengar suara itu. Terutama Soran, dia reflek mencari tempat perlindungan. Namun bukan suara tembakan atau bom yang mereka dapatkan, melainkan sosok seorang anak laki-laki berambut sedikit gondrong tengah tertawa terbahak-bahak dengan balon pecah di tangannya.
"Ahahahahaha....reaksi kalian lucu sekali" katanya dengan bahasa asing.
Weiss tak paham artinya, tapi jelas pemuda itu tengah mentertawakan mereka. Tapi sepertinya pemuda itu sama dengan mereka. Perwakilan dari luar negeri juga.
"Sialan jangan membuat kaget dong" Sungut Soran mencengkeram kerah baju pemuda itu terlihat sangat kesal. Apa pengaruh karena ia tentara ya, hal seperti itu jadi membuatnya sedikit sensitif.
"Oh...sowry. aku hanya mencoba sedikit melakukan lelucon...aww aww ampun bro" seru pemuda gondrong itu panik akhirnya menggunakan bahasa yang lebih dimengerti mereka.
"Udah...udah. Jangan berkelahi oke" kata Weiss menepuk pundak Soran mencoba menenangkan. Melerai mereka berdua.
"Huhu...ampun" kata pemuda itu dengan muka sepertinya sengaja dibuat jenaka.
Kalau diperhatikan dia bertubuh kecil untuk ukuran standar Eropa. Tidak berkulit putih bertampang kaukasian. Kemungkinan orang Asia. Kulit sawo matang. Kemungkinan bukan orang Jepang atau Asia Timur lainnya. India? Asia Tenggara?
"Kalian sedang apa?" Tanya pemuda itu mengintip isi dapur. Sesaat kemudian wajahnya seketika berbinar meraih tangan Weiss.
"Apa aku bisa makan Ramen disini? Apa kau bisa bikin ramen? Aku mau makan ramen disini mumpung ada di Jepang. Plis plis..." Katanya tampak begitu berharap.
"Ramen...ya"
Seingat Weiss itu mie kuah Jepang sih. Ya, dia bisa membuatnya.
"Humm...akan kubuat kalau kau mau" angguknya kalem.
"Yayyy...kau dewiku" dia tampak senang bahkan sampai memeluk pemuda berambut putih itu.
"De-dewi?"
Weiss hanya bisa spechless dengan kelakuan serampangan pemuda ini.
************
"Kepada semua murid perwakilan, bus akan segera berangkat..."
Akhirnya bus datang juga. Satu persatu anak perwakilan luar negeri pun masuk ke dalam bus. Begitu pula Weiss yang tampak bingung hendak duduk dimana. Pada akhirnya ia memilih duduk di dekat jendela. Memutuskan membaca novel misteri yang ia bawa sembari menunggu bus jalan.
"Permisi aku boleh duduk disini?"
Sebuah suara mengagetkannya. Weiss mendongak kepala melihat siapa. Ah perempuan dengan masker di wajah yang dia kenal.
"Tentu, Willow" katanya tersenyum tipis.
"Oh Tuan Weiss ya halo lagi" katanya akhirnya duduk di sebelahnya tanpa bicara lagi.
"Oh dewiku di depan. Haii"
Sebuah suara di belakang mengagetkan Weiss. Mendapati pria gondrong tampak bersemangat sekali berdiri di belakangnya.
"Berapa kali kubilang aku bukan dewi, Haha" dengus pemuda bersurai putih itu.
"Wah ada cewe. Halo... Aku Hakim Hamka. Ultimate Clown. Panggil ku Haha" katanya mengulurkan tangannya kepada Willow. Malah mengabaikan protesnya Weiss
Namun Willow hanya mengangguk saja sembari menerima uluran tangan pemuda itu.
"Willow Hart. Ultimate Emblamer. Salam kenal Tuan Haha" katanya datar.
Tampak di wajah Haha sedikit kecewa dengan balasan Willow yang cenderung datar. Namun Weiss hanya menepuk lengannya.
"Dia memang seperti itu" katanya sedikit menghibur.
"Yaah...sayang" sungut Haha hanya menggembungkan pipinya.
Akhirnya semua siswa masuk ke dalam bus. Perjalanan pun akhirnya dimulai. Beberapa orang mulai bernyanyi-nyanyi. Ada yang memilih tidur, ada juga yang mengobrol dengan orang di sebelahnya.
Weiss? Dia hanya menatap jendela. Karena Willow di sebelahnya pun juga hanya diam memeluk kotak riasnya.
Namun perjalanan mereka yang menyenangkan itu sepertinya tak selamanya akan seperti itu. Di tengah lamunannya, Weiss kaget karena tiba-tiba saja bus mereka oleng. Ia bisa mendengar teriakan siswa-siswa pada panik.
Lalu...
Braakk!!!
Sebuah dentuman keras menghantam bus mereka. Membuat bus seketika terbalik. Segalanya terjadi begitu saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top