First Clue

[Ahem~ selamat pagi murid-murid kesayanganku, upupupu...]

[Pertunjukan pertama yang kalian suguhkan sangat bagus. Sebagai hadiah sebuah kotak harta karun telah dibuka]

[Selamat menikmati~]

Pagi hari dua hari setelah eksekusi Mike. Sebuah pengumuman membangunkan murid-murid pada pagi itu. Memberitahu tentang harta karun uang telah dibuka. Sebuah pengumuman yang tak begitu jelas untuk mereka.

"Menurut kalian apa maksud dari kotak harta karun itu?" Tanya Soran pagi itu membuka diskusi mereka di meja makan.

Tak banyak orang yang ada di meja makan pagi itu. Kebanyakan murid sepertinya masih ingin mengurung diri. Di meja makan hanya ada Soran, Willow, Fuwa, Silvia, dan...oh Chimi yang baru datang.

Tentunya di seberang meja makan, di pelantaran dapur, Weiss sibuk memasak mendengar pembicaraan ini.

"Sebuah kotak harta karun telah dibuka. Bukan memberikan harta karun. Berarti sejak awal kotak harta karun yang dimaksud sudah kita ketahui. Berarti...ini riddle? Kata Silvia memiringkan kepalanya.

"Um...tadi aku lihat di monopad ada update terbaru. Tapi aku belum lihat...itu apa" kata Fuwa pelan. Menikmati susu stroberi di atas meja.

"Update?"

Semuanya langsung mencari monopad mereka. Memang ada pemberitahuan terbaru. Tampak salah satu gedung yang harusnya tertulis terkunci sekarang sudah bisa diakses.

"Sepertinya ini ya?" Kata Willow

"Aku akan mengeceknya. Ada yang mau ikut?" Tawar Soran cepat. Dia merasa tak bisa berlama-lama meninggalkan petunjuk untuk keluar.

"Mau mau~ aku ikut Kak Ran~" kata Chimi cepat memeluk lengan kekar di sebelahnya. Seketika membuat Soran kaget.

"Saya ikut" kata Willow pendek.

"Um...aku juga ingin lihat" cicit Fuwa tampak  kikuk.

"Aku penasaran jadi aku akan ikut" kata Silvia santai.

Mendengar para perempuan ini pada mau ikut semua bukannya senang, Soran malah jadi was-was. Bukan apa-apa, namun dikelilingi bukan mukhrim itu tak begitu bikin ia tenang.

"Mau kutemani?" Tawar Weiss meletakkan sandwitch di depan mereka. Tertawa kecil seolah tahu apa yang di khawatirkan Soran. Walau sebenarnya dia hanya ingin menggagalkan harem laki-laki itu.

"Fuuh...save" Soran hanya menghela nafas lega. Peka banget teman ubannya ini. Sejujurnya itu membuat Soran sedikit terharu.

"Baiklah habis makan ini kita pergi" kata Soran akhirnya dengan bersemangat.

=====

Selesai sarapan, mereka mulai pergi ke lokasi yang dibuka dalam monopad. Tampak sebuah gedung  terbengkalai di depan mereka. Terasa begitu suram sama seperti hutan ini.

"Oh gembok pagarnya sudah dibuka. Terakhir waktu ku patroli masih belum" kata pemuda berkulit gelap itu membuka pagar berkarat yang tak dikunci. Mereka berenam saling pandang saat sampai di depan pintu.

"Aku buka" kata Soran lalu mulai membuka pintu.

Di depan mereka hanya ada kegelapan. Tak ada penerangan di dalam ruangan itu. Sekali lagi keenamnya saling pandang. Tampak ragu untuk masuk.

"Oh apakah kita bakal menemukan mayat lagi" sindir Fuwa blak-blakan. Tak seperti biasanya yang seolah mencoba selalu seperti anak baik.

"Ih ternyata seorang Fuwa bisa ngomong seram juga ya" kekeh Chimi

"Eh? Ah....ha-habis" Fuwa reflek menutup mulutnya. Keceplosan bersikap tak baik.

"Ah...tolong jangan lagi" kata Weiss hanya menggeleng saja mendengar pembicaraan para gadis itu.

"Mungkin kita bisa menemukan penerangan di sekitar sini" kata Willow sambil meraba tembok. Mencoba mempelajari ruangan ini.

Klik

Willow merasa dia tengah menyentuh sesuatu. Dan bersamaan ruangan gelap tadi seketika terang benderang. Di dalamnya rupanya berjejer banyak lemari dengan sandang dan bahan pangan menumpuk memenuhi ruangan.

"Gudang stok?" Kata Weiss tampak terkejut dengan isi dalamnya. Sedikit diluar dugaannya karena penampilan dari luar gedung ini mirip rumah reot yang cocok jadi tkp pembunuhan.

"Waah...gudangnya bersih banget" kata Fuwa mengecek debu di lemari. Tak ada debu sedikitpun yang ia temukan. Seolah tempat ini sering dibersihkan alih-alih terbengkalai.

"Stok disini banyak sekali. Ini bisa untuk dua tiga tahun" kata Silvia mengecek barang-barang di dekatnya.  Semuanya bahan bagus dan baru. Terlalu bagus untuk dibiarkan terbengkalai di tengah hutan. Benar-benar kontras sekali dengan penampilan luarnya.

"Sepertinya baru di stok kepala sekolah kita baru-baru ini?" Gumam Willow memperhatikan sekitarnya. Matanya kemudian tertuju pada papan tulis di sebelahnya.

Tertulis jadwal shift gudang disana. Dengan pembagian seminggu. Kalau dihitung ada sepuluh nama yang tertera di dalamnya....tidak sebelas?

Willow menyipit melihat beberapa jadwal ada nama yang tercoret hingga tak bisa dibaca.

"Willow lagi lihat apa?" Tanya Silvia mendekat.

"Gudang ini sampai ada shiftnya" kata Willow memegang dagunya.

"Ah ada meja disini" seru Fuwa menghampiri sebuah meja di dekat mereka. Semakin aneh untuk sebuah gudang yang terbengkalai sampai ada meja kerjanya juga.

"Ada lacinya" gadis stroberi itu pun mencoba membuka laci meja. Tidak terkunci. Namun di dalamnya tak ada apa-apa selain sebuah buku.

"Nemu sesuatu?" Tanya Weiss menghampiri Fuwa.

"Hum...ada buku" katanya membuka halamannya.

"Buku?"

Yang lain segera berkumpul penasaran dengan isi buku yang mereka temukan. Fuwa meletakkannya di atas meja biar semuanya bisa lihat.

"Hmm...isinya pembukuan isi stok gudang? Sampai ada pembukuannya segala berarti ini memang dibuat jadi gudang logistik?" komentar Silvia saat halaman awal dibuka.

"Soal logistik hmm...tentara juga ada kan?" Tanyanya melirik Soran.

Soran hanya menggeleng. "Walau ku Ultimate Soldier tapi aku tak mengurus bagian logistik. Aku lebih sering di lapangan" katanya kalem.

Fuwa terus membalikkan halaman sampai memasuki pertengahan halaman buku, terlihat banyak sekali halaman yang disobek.

"Eh?"

"Kenapa banyak sekali halaman yang disobek?" Protes Chimi.

Halaman yang tersobek banyak sekali sampai tahu-tahu hanya menyisakan satu halaman terakhir di belakang. Ada sebuah catatan yang anehnya sama sekali tak berhubungan dengan pembukuan logistik di halaman-halaman awal.

Namun ada banyak sekali coretan pada catatan itu. Sebagian besar sampai tak bisa dibaca. Yang tersisa hanyalah beberapa potong kalimat :

Pengiriman ke 9 : 17 orang + 1 orang spesial

Penanggung jawab :

***** [Informan]
***** [Doctor]
***** [Doctor]
***** [Doctor]
***** [Hypnoterapist]
***** [Logistic]
***** [Logistic]
***** [Mechanic]
***** [Soldier]
***** [Soldier]
***** [Soldier]

"Pengiriman...ke sembilan" gumam Fuwa. "Ada yang paham?" Tanyanya menatap yang lain.

"Pengiriman ke sembilan. Tujuh belas orang dan satu spesial... Yang dikirim orang?" Kata Weiss tampak berpikir.

"Tapi apa maksudnya orang spesial?" Tanyanya bingung.

"Melihat list penanggung jawabnya, apa mungkin dulu disini adalah markas militer? Atau kelompok khusus? Lalu orang spesial ini semacam presiden? Walikota? Orang penting sepertinya" Silvia mencoba menduga-duga.

"Umm...pengiriman ke sembilan berarti sudah ada delapan kali pengiriman" Fuwa ikut mengeluarkan pendapatnya. "Tapi kemana mereka semua? Dan orang-orang dalam list ini?" Tanyanya bingung. Pikirannya tak sampai.

"Tujuh belas orang dan satu orang spesial. Tidak mungkin... kita kan? Soalnya kita berdua puluh" kata Soran mengangkat bahu.

"Menurutmu begitu?"

Sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka berenam. Tanpa peringatan sama sekali Monokuma muncul ikut bergabung melihat isi buku yang mereka temukan.

"Monokuma..."

"Apa maksudnya 'menurutmu begitu'...eh anda datang darimana?" Tanya Silvia kaget.

Ia melihat pintu gudang di depan masih tertutup seperti yang terakhir kali ia lihat. Dan tak ada hawa-hawa kedatang orang lain sebelumnya. Apa mereka terlalu fokus dengan buku?

"Waah...Mochi here~" berkebalikan dengan yang lain, Chimi malah memasang wajah senang melihat keberadaan yang menurutnya imut itu.

"Sini peluk" katanya mencoba mendekat.

"Wait- Nona Chimi No" seru Willow mencoba mencegah gadis itu untuk melakukan hal yang bisa saja bakal jadi mimpi buruk itu.

Namun Chimi tak mendengarkan. Dia malah benar-benar mencoba menerjang robot beruang itu. Namun sang kepala sekolah menghindar dengan santai hingga Chimi nyungsep menyentuh lantai.

"Aku bisa datang dari mana saja upupupu~" kata Monokuma melompat ke meja di antara mereka.

"Lalu apa maksud anda 'menurutmu begitu'? Apa maksud dari buku ini" Tanya Willow menyipit.

"Ah itu..." Dia hanya terkekeh.

"Pengiriman kesembilan itu ya kalian~" katanya mengetuk buku yang dipegang Willow.

Keenam murid itu tertegun mendengar pernyataan yang keluar dari mulut robot beruang itu. Apa maksudnya mereka pengiriman ke sembilan. Bukannya mereka datang kesini karena acara summer camp?

Lagipula...

"Bagaimana mungkin kami yang pengiriman kesembilan kalau kami berduapuluh?" Tanya Soran.

"Upupupupu~" Monokuma hanya tertawa.

"Nah bagaimana menurut kalian? Kenapa kalian kusebut sebagai pengiriman kesembilan sementara disana hanya delapan belas orang? Kemana dua orang lainnya? Siapa orang spesial yang dimaksud? Bukannya itu tugas kalian mencari tau?" Katanya melompat turun dari meja. Berjalan membuka pintu gudang.

"Aiya~ kusarankan kalian untuk kembali. Kalian tak ingin kan mendapatkan apa dibalik aturan empat jam" katanya melambaikan tangan.

"Ja na~" lalu menghilang.

Keenam murid yang ditinggalkan hanya saling pandang menatap kepergian kepala sekolah mereka. Masih mempertanyakan beberapa fakta yang baru saja mereka temukan.

Weiss tiba-tiba terdiam. Menyadari sesuatu.

"Sebentar...kita sudah berapa lama disini?" Tanyanya tampak panik.

"Eh?"

"Aku ingat kita pergi setelah sarapan, jam delapan. Sekarang jam..." Sylvia mengecek monopadnya.

"Waduh sudah mau jam dua belas" seru Sylvia panik

"Kita balik saja... Tadi Monokuma bilang sesuatu soal empat jam. Aku takut kita akan dihukum" kata Fuwa khawatir.

========

Mereka akhirnya berhasil kembali ke mansion tepat waktu. Begitu sampai di ruang tamu, keenam siswa itu seketika terkapar dengan nafas ngos-ngosan akibat terlalu tegang.

"Apa rencana kita sekarang?" Tanya Sylvia begitu mereka cukup tenang.

"Hmm..."

"Saya rasa sebaiknya apa yang kita temukan jadi rahasia kita berenam saja" kata Willow melipat tangannya.

"Aku khawatir informasi yang kita temukan jika dibagi ke semua orang akan ada yang memamfaatkan dengan tak benar. Atau semacam pengkhianat..." Gelengnya. Teringat class trial sebelumnya saja bahkan ada beberapa orang yang sepertinya malah ada yang ingin mencoba membuat mereka semua mati.

Soran menghela nafas panjang. Menggaruk kepalanya sakit kepala dengan penemuan mereka hari ini.

"Aku sebenarnya lebih suka transparan dan berbagi dengan semua orang. Tapi kurasa untuk kali ini Willow benar. Aku setuju" katanya akhirnya.

"Umm...aku juga sebenarnya lebih suka transparan" kata Weiss menggaruk pipinya.

"Tapi kalau ini keputusan yang terbaik aku ikut saja. Aku percaya kalian" katanya lagi.

"Um...lalu kita harus bagaimana...dengan buku ini?" Cicit Fuwa menyodorkan buku besar gudang yang rupanya ia bawa kembali ke mansion.

"Heee...kau membawanya? Tak apa nih?" Seru Sylvia panik. Bagaimana kalau itu jebakan semacamnya.

"Monokuma tak mengatakan sesuatu... semacam tak boleh membawa. Jadi kurasa...gapapa bawa" kata gadis stroberi itu gugup.

Kelima anak yang lain tampak saling pandang. Memikirkan apa langkah mereka dengan buku besar ini sekarang.

"Bagaimana kalau Sylvia yang pegang?" Usul Weiss. "Seorang novelis pasti paling tahu bagaimana menjaga buku"

Sylvia seketika gelagapan.

"Se-sebentar. Aku? Isinya terlalu berat aku tak yakin aku bisa menjaganya dengan benar. Bukannya lebih baik Soran saja yang pegang. Dia bisa jaga diri kalau terjadi apa-apa" katanya menggeleng tidak setuju.

"Aku tak masalah sih" kata Soran mengangguk. "Tapi menurutku lebih baik kita membawanya bergantian. Bagaimana?" Usulnya. Ia tak ingin memegang informasi berat sendirian.

"Bergantian sepertinya bagus juga" angguk Willow setuju. Yang lain sepertinya memikirkan hal yang sama.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top