2
Hari minggu seharusnya menjadi hari kemerdekaan bagi orang-orang sibuk yang tidak bisa menikmati keindahan dunia, menjadi hari dimana orang-orang sibuk itu merelaksasikan diri mereka di atas lautan kapuk, berkumpul bersama keluarga tercinta atau sekedar jalan-jalan bersama kawan karib mereka. Ekspektasi soal hari minggu harusnya seperti itu.
Tidak seperti ini. Presetan dengan kerjaan yang menumpuk membuat ku tidak bisa bermanja ria bersama guling dan bantal kesayangan dirumah. Tadi pagi kepala bagian menghubungi ku untuk masuk.
Sial!
Ku letakkan kepala diatas meja seraya menghela nafas lelah. Ini masih jam sembilan pagi dan perut ku sudah keroncongan minta disini. Wahai cacing cacing yang bersemayam di usus apakah kalian berdemo dengan meminta ku menggemukkan badan?
Baik lupakan.
Terpaksa aku pergi menuju dapur umum dengan langkah goyah. Suasana kantor tampak sepi, hanya beberapa manusia saja yang berlalu lalang disini. Biasanya orang-orang super sibuk dan penting yang hanya mau menjajaki kaki mereka di tempat ini pada hari minggu. Mengertilah aku hanya karyawan biasa yang tak pantas menjajakan kaki disini bersama kalian wahai orang-orang super sibuk dan penting.
Baik lupakan, keluhan konyol ku juga tak ada gunanya.
Setelah sampai dapur ku periksa lemari es yang tersedia disana. Hanya ada beberapa makanan siap saji dan ringan, tak apa dari pada tidak sama sekali.
Setelah puas memeriksa perhatian ku teralih pada lemari penyimpanan minuman. Ketika ku periksa hanya ada teh dan kopi disana. Tak apa dari pada tidak ada sama sekali.
Setelah kejadian kepergok Zein lusa kemarin membuat ku selalu was was untuk menggunakan kemampuan ku diluar ruangan. Menoleh ke semua arah demi memastikan tidak ada siapapun disini.
Setelah puas memeriksa ku layangkan gelas, sendok beserta serbuk kopi dan mengarahkan nya kearah ku. Sampai sini sukses besar. Ketika ingin mengambil makanan ringan yang tergeletak dua meter disana tiba-tiba seseorang masuk begitu saja.
"Eve!?"
Sial! Buru-buru ku turunkan makanan ringan itu ketempat nya. Zein menatap heran bungkusan makanan kemudian beralih menatap ku.
"Kau yang melakukan nya?" Tanya Zein menatap tatapan ku.
"Ha? Melakukan apa?"
Ia menunjuk kearah bungkus makanan. "Itu, kau yang membuat makanan itu terbang?"
"Sepertinya kau salah lihat. Aku permisi."
《♤●●♤●●♤●●》
Malam tiba, langit telah di dominasi oleh warna hitam. Gemintang serta rembulan bersinar indah diatas sana. Dengan secangkir teh di tangan ku seruput isinya guna menghalau hawa dingin. Angin malam berhembus pelan namun dingin nya mampu menusuk hingga ke tulang, memainkan ujung-ujung rambut ku dengan gemulai.
Zein melihatnya lagi dan mungkin ia tidak akan berfikiran bahwa apa yang dilihatnya barusan hanyalah ilusi atau imajinasi belaka. Aku menghela nafas memikirkan masalah ini. Andai tidak ku gunakan kemampuan itu diluar hal ini tidak akan pernah terjadi.
"Apa besok tidak masuk saja ya?" Gumam ku dengan menatap jalanan kota.
Suara ketukan dari pintu menyadarkan lamunan. Tak lama terdengar suara lembut yang familiar dari baliknya, memanggil nama ku. Dengan cepat ku buka pintu itu dan langsung mendapatkan wajah lembut ibu yang tersenyum pada ku. Dengan piyama dan tatanan rambut yang sedikit berantakan ku rasa ia terbangun dari tidurnya.
"Ada apa ma?"
"Ini ada paket untuk mu. Kau belanja lagi?" Ibu menyerahkan sebuah kotak yang terbungkus dengan kertas coklat.
Ku terima pemberian ibu dengan memeriksa sumber pengiriman nya.
"Aku tidak belanja ma, mungkin salah kirim?"
"Masa? Tapi ada nama mu disitu." Jari ibu menunjuk kearah ujung kotak.
Benar nama ku tertulis disana akan tetapi bentuknya aneh. Biasanya jika pembelian online itu ditulis dengan komputer agar terkesan rapih dan mudah dibaca akan tetapi paket yang ku terima ini memiliki bentuk tulisan yang tercipta dari goresan tangan. Seperti sengaja ditulis oleh pulpen.
"Ah iya terimakasih ya ma."
Ibu mengangguk, "kalau gitu mama tidur lagi ya. Kunci jendela jangan lupa."
"Siap!"
Setelah menutup pintu perhatian ku teralih penuh pada kotak berbungkus kertas coklat ini. Entah siapa yang mengirimnya hingga penulisan nama pun harus menggunakan pulpen.
Tak sabar cepat-cepat ku buka.
Sebuah buku bersampul ungu dengan goresan indah diatasnya tergeletak didalam kotak itu. Ku ambil dengan penuh kehati hatian. Warnanya sudah mulai kusam, wangi khas kertas lama tercium pekat di hidung. Buku bersampul ungu dengan gambar bulan dan bintang di tengahnya ini apa maksudnya? Ada beberapa ukiran tanaman serta hewan yang membuatnya terlihat ramai.
Penasaran ku segera membuka nya.
Buku kusam ini siapa yang mengirimnya? Warna kertas nya kecoklatan dan ada yang mulai rapuh disetiap ujungnya. Tulisan nya juga sudah pudar dan sebagian tidak bisa terbaca sama sekali.
Ku perhatikan lebih teliti lagi tulisan dikertas itu dan tak ada yang bisa ku fahami. Tulisan nya menyambung, tak terbaca dan juga tak bisa ku fahami. Ini seperti bukan bahasa negara ku.
"Apaan sih buku ini?"
Tangan ku menyentuh kertasnya, mencoba membalik halaman demi halaman.
Gerakan tangan ku terhenti pada sebuah halaman yang memiliki gambar lingkaran yang memenuhi satu kertasnya. Di dalam lingkaran itu terdapat gambar sketsa kerajaan dan banyak orang yang sedang bertempur.
"Buku ini menceritakan pertikaian kerajaan?" Pikir ku begitu.
Sketsa itu perlahan ku sentuh dengan ujung jari. Tiba-tiba terdapat rasa sakit pada ujung jari ku, ketika ku lihat darah mengalir keluar hingga menetes keatas buku. Aku mengeluh pelan mencoba meredam rasa sakitnya.
Tak tahan diri ku pergi ke kamar mandi untuk menghentikan pendarahan.
"Kenapa bisa luka sih? Ada yang salah dengan bukunya ya?"
Buku itu tergeletak begitu saja dilantai dengan noda darah yang semakin melebar memenuhi seluruh lingkaran nya.
-Halimah2501-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top