Part 6

"Tentu saja untuk menjemput matenya," ujar Xander sangat santai.

Nio tersentak kaget, tangannya meraba telinga untuk memeriksa apakah masih ada atau tidak. "Dad, maksudnya apa?" tanya Nio bingung.

"Sudah lah, biar dad yang mengurusnya. Duduk dan tenang!" perintah Xander, Nio menurut saja karena otaknya masih perlu berproses.

Robert tak kalah bingung dengan Nio, matanya mengerjab sebentar. "Mate? Siapa?" tanyanya.

"Anakmu," jawab Xander.

"Karin? Bagaimana kau bisa tahu? Bukankah seharusnya hanya anakmu yang bisa menemukannya? Dengan cara kalian, mencium aroma. Iya kan?" Robert bertanya beruntun, ia masih penasaran dengan semua ini.

Xander terkekeh sebentar, lala ia melanjutkan ucapannya. "Dia baru saja kembali dari dunia manusia, kalian menjemputnya ke sana. Dia pergi ke dunia mortal melalui portal, warnanya merah pekat. Jelas sekali itu aura kalian, para iblis. Aku juga mendengar Nio berkata dia baru saja merasakan kehadiran matenya saat itu, sangat terhubung sekali. Lalu saat putrimu kesakitan, Nio juga merasakannya."

"Kenapa kau tidak menolongnya?" geram Robert, meskipun hubungannya dengan Karin sebagai orang tua sudah terputus tapi dia tetap menyayangi gadis itu.

"Aku tidak bisa melacak keberadaannya, lagi pula saat itu aku langsung pingsan," terang Nio.

"Ah, baiklah. Ayo aku antar ke kamarnya! Dia belum sadar dari pingsannya," ajak Robert.

Kaki Nio melangkah mengikuti Robert, langkah mereka terhenti di depan pintu bercat merah itu. Tanpa basa-basi, Robert langsung mendorong pintunya. Tampak gadis cantik yang masih terlelap, bajunya sudah terganti dengan gaun yang sangat elegan. Jika seperti ini, ia mirip dengan putri tidur.

"Mate," gumam Nio ketika bau hujan bercampur bunga lily memenuhi penciumannya.

"Aku tinggal dulu." Robert menepuk bahu Nio sebentar, lalu ia pergi dari sana.

Kini tinggallah Nio bersama Karin di ruangan itu, tanpa kata ia langsung mendekat ke arah matenya. Nio menatap wajah Karin lekat, parasnya sangat cantik.

"Ah, kalungnya." Nio teringat kalung yang diberikan oleh Moongodness, kalung bermata kepala serigala itu selalu bawanya ke mana-mana.

Sekarang Nio mendadak bingung, antara memakaikannya sekarang atau saat Karin sudah bangun nanti. Tapi setelah mengingat kembali ucapan Moongodness di mimpinya, Nio langsung memakaikan kalung tersebut ke leher jenjang Karin.

Jerit kesakitan langsung terdengar, tubuh Karin bergerak gelisah. Nio mulai panik, ia bergerak akan melepaskan kalung itu tapi langsung dicegah oleh Xander yang baru saja masuk.

"Biarkan saja," cegah Xander.

"Tapi Dad, dia kesakitan!" ucap Nio cemas.

Robert memegang bahu Nio, menenangkan laki-laki itu. "Tidak apa-apa, reaksinya memang begitu." Meskipun begitu, Nio tetap merasa tidak tenang. Selama Karin bergerak gelisah dan berteriak, ia tak bisa melepas pandangannya dari gadis itu.

Cukup lama menunggu reaksi dari kalung itu, akhirnya Karin kembali tenang. Matanya mengerjap pelan, terlihatlah warna abu-abu dari mata yang baru saja terbuka itu.

"Kenapa?" tanya Karin pada tiga laki-laki yang berdiri di samping ranjangnya.

Robert langsung duduk di tepi ranjang, ia mengelus rambut Karin sebentar. "Aku pernah menceritakan tentang klan yang ada di dunia immortal kan?" tanya Robert.

Karin mengangguk sebentar, tapi ia masih tidak paham. "Lalu?"

"Mereka dari klan werewolf."

"Aku masih tidak mengerti," rengut Karin.

"Kau adalah mate dari The King Alpha," celetuk Xander, ia lelah dengan penjelasan Robert yang lelet.

Ekspresi Karin tak terbaca, responnya hanya diam. Nio sendiri sudah ketar-ketir sendiri, takut tak bisa membawa matenya. "Kau adalah mateku," jelas Nio.

Mata Karin berpindah melihat laki-laki itu, sekilas saja dia bisa menilai bahwa laki-laki itu sangat sempurna. Tubuhnya tegap, rahang yang tegas, mata tajam, dan jangan lupakan dengan jabatannya di dunia immortal itu.

"Perfect," batin Karin.

"Sekarang aku harus apa?"

Xander menoleh ke arah Nio dan mengangguk sekilas, menyakinkan apa yang ada di dalam benak anaknya itu. "Ikut aku ke dunia immortal dan tinggal di sana, menjadi ratu serta ibu dari anakku kelak."

Ah, Karin merasa melayang mendengar ucapana Nio. Batinnya mengelak, ia pikir seharusnya dia yang menggoda Nio. Sayangnya, laki-laki itu bukan manusia yang bisa tergoda darinya.

"Berikan aku waktu untuk berbicara dengannya!" ujar Karin.

Selepas peninggalan Robert dan Xander, Nio mencoba mendekat. Tak ada pergerakan dari Karin, gadis itu tidak melarang dan tidak juga mempersilakan. "Ada apa?" tanya Nio.

"Jika aku menolak, bagaimana?"

Mata Nio menatap tajam ke arah Karin, ia mengeram dengan suara rendahnya. Bahkan sekarang sebagian tubuhnya sudah diambil alih oleh Gery, serigala itu memberontak untuk keluar.

"Aku akan memaksamu," jawab Gery.

Mata yang berwarna amber itu berubah menjadi perak, geraman terus keluar dari mulut Gery. "Kau tidak akan bisa lari dari ku, Mate."

Tubuh itu berubah menjadi serigala putih yang besar dan bersih, ia langsung menindih tubuh Karin. Gadis itu langsung terkesima, dirabanya bulu-bulu halus dari binatang besar itu. "Aku ikut denganmu."

Gery tersenyum senang, ia berjalan keluar untuk menemui Xander. Tidak mungkin ia bertransformasi menjadi Nio di depan Karin, dirinya membutuhkan pakaian.

Setelah selesai, Nio kembali menemui Karin. Ia menyuruh gadis itu untuk segera berkemas diri, bersiap untuk ikut ke dunianya.

🐺🐺🐺

Portal langsung menghilang ketika dua laki-laki yang sangat disegani dan seorang gadis keluar dari sana, kini tak ada warna merah yang terpancar dari sana.

"Bawa Karin pulang, dad masih ada urusan. Kalau mommy-mu bertanya, bilang saja jika ini sangat penting," pesan Xander.

Nio mengangguk, hanya dalam gitungan detik Xander sudah tidak berada lagi di dekatnya. Tautan tangan Nio dan Karin sedari tadi tidak terlepas, malah semakin erat.

Karin risih ditatap sedemikiaan rupa, ia rasa penampilannya juga tidak terlalu buruk. "Jangan hiraukan mereka!" ujar Nio.

Ditariknya tubuh Karin agar merapat, tangannya kini sudah berpindah pada pinggang ramping gadis itu. Nio langsung melesat, rasanya tak sabar sekali untuk menemui mommy-nya.

Pintu gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka lebar ketika Nio menijakkan kakinya, semua warior atau maid yang dijumpainya langsung menunduk hormat. Ada pula yang menatap ke arah Karin, tentunya mereka memiliki asumsi masing-masing.

"Di mana mommy?" tanya Nio pada Liam.

"Aula."

"Adikku?"

"Di sana juga."

Nio kembali melesat ke arah aula dengan Karin yang masih menempel kepadanya, di belakang mereka ada Liam yang mengikuti. "Mommy," panggil Nio.

Di singgasana mewah itu, ada Bella yang duduk di kursinya dan Jeslyn yang juga duduk di kursinya. "Ah, Nio. Bagaimana?" tanya Bella.

"Lancar, sangat lancar."

"Mana bunga pesananku?" Jeslyn menadahkan tangannya, meminta bunga rosell.

"Mau dibuat apa?"

"Ditanam di belakang," jawab Jeslyn.

"Dia tidak bisa hidup di sana, kecuali kau menanamnya di api abadi," celetuk Karin yang sedari tadi hanya diam.

Baik Bella maupun Jeslyn mengalihkan pandangan mereka, melihat gadis yang berada di samping Nio. "Senang bisa bertemu dengan anda, Ratu," sapa Karin.

"Kau terlalu formal, panggil saja aku mom," rengut Bella.

"Dia ... siapa?" tanya Jeslyn

"Mateku," jawab Nio.

"Seorang iblis?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top