Part 12
Suara gesekan daun yang diakibatkan oleh angin mengalun merdu, burung-burung juga ikut meramaikan suasana dengan bernyanyi. Walaupun begitu, satu kata untuk mendeskripsikan tempat ini, menyeramkan.
Kedua kakak beradik itu terus berhati-hati dalam melangkah, mata mereka menatap waspada ke seluruh arah.
"Kak, apa benar ini tempatnya?" tanya Jessy.
Tak ada sahutan yang keluar dari mulut Nio, laki-laki itu memfokuskan diri dengan menajamkan pendengarannya. Sejak tadi, setiap langkah mereka seperti diikuti sesuatu.
Hanya saja, Nio tidak bisa mendeteksi seseorang yang membuntutinya. Indra pencium laki-laki itu mendadak seperti manusia biasa sejak menginjakkan kaki di tempat ini.
Untuk mengandalkan telinga saja sepertinya tidak mungkin, sangat sulit mendeteksi suara gerakan dengan menggunakan indra pendengar itu jika dalam jarak jauh.
Kali ini Jessy yang memimpin jalan, tapi tangan gadis itu tetap menggenggam lengan Nio dengan erat. Jantungnya berdetak bertalu-talu, keringat dingin mulai menyucur dari pelipis gadis bersurai hitam pekat itu.
Langkah mereka terhenti kala Nio menarik Jessy mundur dari posisinya, sebuah anak panah menancap ke pohon tak jauh dari posisi dua saudara itu.
Napas Nio memburu, jika saja ia telat menarik Jessy mundur dari tempatnya, maka gadis itu mungkin sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
Panah yang tertancap di pohon itu meneteskan racun yang mematikan. Jika diamati ketika tetesan terkena di rumput sekitar, tanaman hijau itu tiba-tiba menjadi kering seperti terbakar.
"Kak Nio," gumam Jessy, gadis itu masih shock dengan kejadian yang baru saja dialaminya.
Beruntung suara angin yang diakibatkan oleh pergerakan anak panah itu tertanggap di pendengaran Nio. Tak ingin membuang waktu lagi, sulung Wilkinson langsung menarik tangan adiknya untuk segera pergi dari sana.
Setelah agak jauh, mereka memberhentikan langkah untuk mengambil napas sejenak. Nio juga kembali memfokuskan diri agar bisa merasakan sesuatu yang membuntutinya sedari tadi.
Sebelum melanjutkan perjalanan, laki-laki itu memerintahkan pada Jessy agar masuk ke dalam jubah yang digunakannya. Semua itu tentu saja untuk menghindari kejadian seperti tadi, ia sedikit trauma membiarkan adiknya berjalan terlebih dahulu.
Nio merangkul pinggang Jessy agar merapat dengan tubuhnya, sedangkan gadis itu ia perintahkan untuk memegang ujung jubah untuk menutupi diri kecuali kepala.
"Pergunakan sihir yang kau pelajari jika ada serangan mendadak seperti tadi, fokuskan dirimu, Jessy!" perintah Nio.
"Baiklah."
Keduanya melangkah sesuai dengan insting, tempat ini rasanya seperti sama saja. Pohon-pohon rimbun berdiri menjulang dengan kokoh, menutupi sinar matahari yang ingin menyelusup sehingga keadaan sekitar agak gelap.
Bahkan mereka tidak menjumpai satu binatang pun ketika semakin masuk ke dalam hutan ini, semuanya tampak sepi hingga terkesan angker.
Hanya suara langkah mereka yang kembali mengisi keheningan, rasanya Jessy ingin menyerah saja untuk mencari burung phoenix itu.
Berbanding terbalik dengan Nio, laki-laki itu terus memupuk semangatnya agar tidak menyerah. Kesembuhan Karin adalah satu hal yang sangat setara dengan perjuangannya saat ini.
Meski tidak berbekal petunjuk apa pun selain hutan antah berantah yang mereka masuki ini, Nio yakin jika dirinya bisa menemukan burung phoenix.
"Kak, aku merasakan ada sungai di dekat sini," lapor Jessy.
Gery menunjukkan reaksi dari dalam tubuh Nio, serigala itu memaksakan diri untuk berganti shift saat ini. "Jessy, pakai jubah itu untuk melindungimu," ucap Nio.
Retakan suara tulang membuat Jessy yang sibuk memakai jubah yang kebesaran di tubuhnya itu segera mengalihkan pandangan, ia tidak menyangka jika Nio ingin berganti shift di saat seperti ini.
"Gery, ada apa?" tanya Jessy tatkala mendengar suara geraman yang dikeluarkan Gery seperti sedang menahan sesuatu.
"Naik ke punggungku sekarang!" perintah Gery.
Tanpa mengeluarkan pertanyaan yang bisa mengobati rasa penasarannya, Jessy langsung melompat naik. Kedua tangannya memeluk erat leher Gery ketika serigala berbulu putih itu berlari kencang, bahkan pepohonan tampak seperti bayangan saja.
Serigala itu menghentikan larinya ketika mendapati sungai di depan mata, lalu ia mendongak ke atas untuk memastikan sesuatu.
"Kau sudah boleh turun, Jessy," katanya.
Jessy paham jika saat ini Gery ingin kembali bertukar dengan Nio, tanpa diperintah ia segera mengulurkan jubah tadi untuk menutupi badan Gery.
Gadis itu masih belum mengerti maksud Gery membawanya ke sini, ia masih mengamati sekitar dengan tatapan waspada. Takutannya serangan mendadak seperti tadi terjadi kembali saat Nio sibuk berganti shift.
"Kenapa?" tanya Jessy ketika Nio memegang pundaknya.
Laki-laki itu tersenyum lebar, kedua matanya memancarkan kebahagiaan tiada tara. "Lihat ke atas, di tebing depan kita," ujar Nio.
Jessy ingin berteriak bahagia, tujuannya ke tempat ini sudah ditemukan. Di atas tebing, entah berapa ekor burung phoenix berada di sana. Penglihatan Jessy bahkan menangkap lebih dari sepuluh ekor, tapi entah berapa ekor yang sedang bersembunyi di tempat itu.
Namun rasa gembira itu lenyap tatkala tubuh Nio ambruk seketika, laki-laki itu jatuh tidak sadarkan diri. Kepanikan yang menyerang Jessy membuat gadis itu tidak bisa berpikir jernih, ia menggigiti kukunya sampai memendek.
Entah mendapat ide dari mana, Jessy langsung berlari untuk mencari wadah. Sangat sulit menemukannya jika mengingat tempat ini hampir tidak pernah disentuh oleh makhluk hidup bernama manusia.
Akhirnya Jessy memutuskan untuk mencari daun yang lebar saja, setidaknya bisa dipakai menampung air. Gadis itu segera berlari menuju sungai lalu mencelupkan daun itu di sana, ia berupaya agar airnya tidak tumpah sebelum sampai di tempat Nio pingsan.
"Kak Nio!" panggil Jessy sambil memercikkan air ke wajah Nio.
Sampai akhirnya mata Jessy menangkap betis Nio yang terdapat anak panah persis seperti tadi, netra gadis itu membulat sempurna. "Tidak mungkin!" teriaknya.
Ketika ia merasakan napas Nio mulai berhembus tidak beraturan, air mata Jessy mengalir dengan deras. Berulang kali gadis itu mengeluarkan kekuatan sihirnya, tapi tidak ada reaksi apa pun dari kedua telapak tangan itu.
"Tidak berguna!" Jessy merutuki dirinya yang tidak bisa membantu Nio saat ini.
Berkali-kali ia mencoba mengeluarkan sihir dari kekuatan kecil hingga terbesar, tapi satu pun tidak bisa bekerja semestinya.
Dengan tangan yang bergetar, Jessy mencoba menarik anak panah itu dari betis Nio. Walaupun tidak tertancap dalam, racun itu sepertinya dengan cepat menyebar ke seluruh badan Nio.
Gadis itu sudah jatuh terduduk, tubuhnya melemas seketika saat merasakan pukulan dari arah belakang. Belum sempat Jessy menoleh untuk melihat sang pelaku, ia terlebih dahulu ambruk di samping tubuh Nio.
Kedua saudara Wilkinson itu jatuh tak sadarkan diri dalam waktu bersamaan, hal itu menimbulkan seringaian kecil dari seseorang bertudung hitam yang berlindung di balik pohon.
*****
Hola
Gimana kabarnya?
Masih nungguin aku update kan?
Masih setia sama cerita ini kan?
Kangen gak sama aku?
Atau kalian kangen sama pasangan Nio-Karin aja?
Aku nepatin janji buat balik lagi ke sini di bulan September dan ini dia hasilnya🙄
Setelah sebulan lebih gak nulis sama sekali, hari ini aku coba buat mulai lagi.
Besok giliran cerita Jessy yang update, adakah pembaca The Queen di sini?
Btewe, ada yang mau gabung di grup chat pembaca Wilkinson series?
See you👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top