Part 11

Matahari dan bulan silih berganti menjalani tugasnya, begitu pula dengan cuaca yang semakin tak menentu. Sudah tiga hari Karin belum juga sadar, gadis itu masih asyik dengan alam bawah sadar yang diciptakannya sendiri.

Selama itu pula, Nio tidak beranjak dari kemarnya. Bahkan, makan dan segala kerjaan dibawa ke kamar. Rasa khawatir yang mendesak masuk ke dalam hati laki-laki itu membuatnya tidak karuan, apalagi mereka baru saja bertemu.

"Karin, kumohon, bangunlah!" bisik Nio untuk yang kesekian kalinya.

Nio tidak tega melihat Karin yang semakin pucat, gadis itu menolak apa pun yang masuk ke tubuhnya. Bahkan, Freta sendiri sudah angkat tangan, tidak mengerti lagi bagaimana cara untuk mengobati Karin.

Lamunan Nio langsung buyar kala pintu kamarnya dibuka secara paksa, di sana ada Orben dan Pety yang baru saja kembali dari Crystal pack.

"Kakek, kenapa? Kalian terlihat sangat buru-buru." Nio segera berdiri dan mempersilakan dua tetua pack itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu.

"Nio, kami sudah mencari tahu tentang hal ini beberapa waktu yang lalu," ucap Orben yang tidak langsung menyinggung pertanyaan dari Nio.

"Mencari tahu apa?"

"Cara menyembuhkan Karin secara total."

Tubuh Nio langsung tegap, laki-laki itu menyorot dengan tatapan tidak sabar kepada pasangan suami istri di depannya. "Apa? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Nio.

Pety menatap Orben sebentar, ia ragu untuk mengatakan hal yang mereka ketahui. "Kau harus mencari burung phoenix yang belum memiliki tuan, bawa burung itu, dan buat dia menjadi peliharaan Karin."

"Yang benar saja? Di mana aku bisa menemukan burung phoenix?"

"Itulah yang harus kau cari, Nio. Hanya itu satu-satunya cara yang kami ketahui," jawab Orben yang sama sekali tidak membantu.

"Kalau begitu, kami permisi."

Selepas kepergian Orben dan Pety, Nio termenung. Laki-laki itu menggerakkan kaki dengan tak beraturan, begitu juga dengan tangannya yang bertautan.

"Apa aku harus bertanya pada mommy?"

Tak ingin berpikir terlalu lama lagi, Nio segera melesat menuju ruang kerja Xander. Ia sangat yakin bahwa kedua orang tuanya sedang berada di sana.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Nio langsung menerobos masuk. Namun, pemandangan di depannya membuat laki-laki itu mematung, lalu kembali menutup pintu.

"Kalau begini, kapan aku bisa menanyai mommy?" gerutu Nio.

Sebelum beranjak pergi, Nio mengunci pintu ruangan Xander dengan kekuatan sihir yang pernah ia pelajari.

Dengan langkah pasrah, laki-laki itu kembali menunju kamarnya. Ia menatap Karin yang terbaring lemah, menggenggam jemari gadis itu dengan erat.

"Aku harus apa, Karin?"

Perlahan, air mata Nio mulai keluar. Laki-laki itu mulai terisak, meratapi kesedihan yang selama ini ditanggungnya. "Aku mohon, sadarlah!" pintanya.

Pintu kamarnya diketuk, lalu muncullah Liam. "Hormat saya, King." Laki-laki itu menunduk dengan hormat, bersikap formal dengan Nio.

"Ada apa, Liam?"

"Beberapa Alpha datang mengunjungi pack, mereka ingin melihat Queen." Liam melirik Karin yang masih terpejam, lalu laki-laki itu menghela napas pelan.

"Tolong bilang kepada mereka jika sekarang Karin tidak bisa dijenguk, dan berikan pelayanan dengan menjamu makan besar. Aku tak ingin mereka merasa tidak dihargai ketika berada di sini," jawab Nio.

"Perintahkan kepada para omega untuk memasak menu utama pack!"

***

"Jadi, aku harus apa?" Jessy menatap Nio yang berada di depannya, jarak mereka hanya terhalang meja kerja laki-laki itu.

"Ikut aku mencari burung phoenix!" perintah Nio.

Mata Jessy melotot, tak percaya dengan apa yang Nio ucapkan. "Kak, yang benar saja? Tempat tinggal burung phoenix saja kita tidak tahu, mereka hidup jauh dari manusia. Sungguh konyol sekali," gerutu Jessy.

"Tapi, hanya itu satu-satunya cara agar Karin bisa sadar, Jessy. Kau ingin melihat Kakak menderita terus, ya?"

Mendengar perkataan Nio, Jessy langsung bungkam. Tentu saja ia tidak tega melihat kakaknya menderita karena mate laki-laki itu tergeletak sakit, tapi untuk membantu mencari burung phoenix, Jessy juga merasa tidak yakin.

"Kenapa Kakak tidak meminta bantu mommy?" tanya Jessy.

"Tidak mungkin Kakak akan membawa mommy, kan? Nanti Kakak akan meminta petunjuk dari mommy. Lagi pula, kekuatan sihir yang kau miliki akan lebih membantu," jawab Nio.

Meskipun merasa kesal karena tahu alasan Nio mengajak dirinya, Jessy tetap menangguk. Memang tidak memungkinkan jika Jeslyn yang diajak pergi, selain karena sedang hamil, kekuatan sihir Jeslyn sangat lemah dibandingkan Jessy.

"Jadi, kapan kita akan berangkat?"

"Malam ini."

Jessy menangguk paham, lalu ia berdiri. "Kalau begitu, aku istirahat dahulu," pamitnya.

"Ya, Kakak juga ingin menemui mommy dan daddy."

Keduanya berpisah setelah keluar dari ruang kerja Nio. Laki-laki itu mengambil lorong kiri yang menuju ke ruang kerja Xander, sedangkan Jessy mengambil lorong kanan yang mengarah ke kamarnya.

Saat sampai di depan pintu ruangan Xander, Nio mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelah mendapat sahutan yang menyuruhnya untuk masuk, barulah tangan laki-laki itu tergerak membuka handle pintu.

"Nio, tumben sekali mengetuk pintu," ucap Xander.

Nio tampak salah tingkah, ia langsung duduk di depan Xander dan Bella. "Aku mau meminta izin pergi," balas Nio.

"Pergi ke mana?"

"Bersama siapa?"

Laki-laki itu menatap kedua orang tuanya yang melotarkan pertanyaan secara bersamaan. "Aku ingin mencari burung phoenix, dan pergi bersama Jessy," jawab Nio.

"Untuk apa? Bukankah Mommy-mu sudah memiliki burung phoenix?" tanya Xander.

"Kakek Orben bilang, untuk menyembuhkan Karin, aku harus mencari burung phoenix yang belum memiliki tuan dan membuat burung itu menjadi peliharaannya."

"Kapan kalian akan pergi?" tanya Bella.

"Nanti malam."

"Aku meminta tolong kepada Daddy untuk menjadi pack ini dan Mommy menjaga Karin selama aku pergi," sambung Nio.

Xander dan Bella langsung mengangguk. Tanpa Nio pinta, mereka tetap akan menjaga dua hal yang berharga untuk anak laki-laki di keluarga Wilkinson itu.

"Kau tenang saja, Daddy dan Mommy akan menjaga Karin dan pack. Fokus terhadap tujuanmu selama pergi, dan selalu jaga diri agar tetap baik-baik saja," pesan Xander.

"Kalian berdua harus kembali dengan selamat, tanpa ada cacat sedikit pun. Selain itu, selama masa pencarian kalian tidak boleh mem-blok mindlink." Bella berpindah tempat duduk menjadi di samping Nio, wanita itu memeluk anaknya.

Kali ini, Xander menatap pasrah pada dua orang di depannya. Meskipun sebenarnya laki-laki itu ingin sekali menarik Bella agar tidak memeluk Nio, kecemburuannya masih ada sedari dulu.

"Bella, sudah!" lerai Xander.

"Nio, lihatlah Daddy-mu! Selalu saja cemburu kepada kita," ucap Bella.

"Ya, Mommy. Daddy tidak pernah berubah sedari dulu." Kedua orang itu tertawa lepas ketika melihat wajah Xander yang berubah masam, laki-laki itu merajuk.

*****

Halo🤣
.
Ada yang kangen?
.
Ada yang masih nunggu cerita ini?
.
Mau lanjut kapan?
.
Secepatnya?
.
Aku kasih tantangan 300 vote dan 100 komen!
.
Bukan berarti ngemis voment, ya. Cuma pengen lihat aja seantusias apa kalian, suer deh.
.
Oke?
.
Aku tunggu!
.
Kalau udah, aku janji langsung update😊
.
See you👋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top