Part 1

Hari ini perayaan pengangkatan Nio menggantikan posisi Xander, menjadi pemimpin di Crystal Pack dan Silvermoon Pack. Sayangnya, pengangkatan tersebut hanya ia sendiri, tanpa ada wanita yang mendampingi.

Bella memasuki kamar Nio yang serba hitam, entah kenapa suami dan anaknya gemar sekali dengan warna gelap. "Nio," panggil Bella.

"Mom," rengek Nio, kemudian memeluk Bella seperti anak kecil. Ia terkekeh, laki-laki itu tak ubah seperti anak lima tahun, padahal umurnya sudah menginjak dua puluh satu.

"Hai, Sayang. Bagaimana para gadis di luar sana jika melihat kelakuanmu yang seperti ini? Image-mu akan jatuh dan mereka akan ilfeel," ujar Bella.

"Biar saja, aku tak peduli," balas Nio acuh.

Pintu terbuka menampakkan tubuh tegap Xander meskipun sudah berumur, wajah tegasnya sama sekali tak berubah meski memiliki tiga anak yang sudah dewasa.

"Bella, ayo keluar!" ajak Xander.

Nio semakin memeluk tubuh mommy-nya dengan erat, tak mau melepaskan atau merenggangkannya sedikit pun. "Dad sudah memonopoli mommy, hari ini giliranku!"

"Oh, ayolah. Kau sewaktu bayi juga memonopoli mommy-mu. Seharusnya hari ini kau bersanding dengan mate-mu," tutur Xander.

Dengan sangat terpaksa Nio melepaskan pelukan dari Bella, dia sangat tahu kisah Xander ketika dirinya lahir. Lelaki itu sangat sibuk dengan urusan dua pack yang baru disatukan, untuk keluarga saja harus melarikan diri sejenak kemudian kembali bekerja ketika Bella dan Nio bayi sudah terlelap.

"Aku mengalah," pasrah Nio dengan mengangkat kedua tangannya.

Elusan di kepalanya membuat Nio kembali menatap sang mommy, tatapan sendu dilemparkan pada wanita yang sudah melahirkannya itu. "Semoga di acara ini kau menemukan mate-mu," harap Bella.

"Ya, semoga saja."

🐺🐺🐺🐺

"Karin, kau mau jadi apa? Sudah siang tapi masih belum bangun," teriak wanita paruh baya sambil menggedor pintu kamar putrinya.

Ketika pintu terbuka, gadis dengan muka bantal menampakkan diri. "Oh, God, Mom! aku baru tidur satu jam. Setidaknya, berikan aku waktu tujuh jam lagi untuk tidur," protes Karin.

"Apa? Kau bukan manusia yang harus tidur selama delapan jam, lagi pula mana ada gadis manusia pemalas sepertimu."

"Setidaknya aku berusaha menjadi gadis manusia pada umumya, meskipun aku bukan salah satu makhluk mortal itu," gumam Karin, lalu kembali menutup pintu kamar. Tak lupa menguncinya agar tidak ada yang mengganggu acara tidur yang tertunda tadi.

Ketokan kembali terdengar ketika Karin merebahkan tubuhnya lagi, ia benci saat seperti ini. Dengan perasaan kesal yang memuncak, Karin membuka pintu kamar.

"Apa lagi?"

"Apa kau lupa hari ini?" tanya pria paruh baya yang berada di depan kamar Karin.

Dahi Karin mengernyit bingung, memangnya hari ini apa? Perasaan tak ada yang spesial di setiap harinya. "Hari ini usiamu delapan belas tahun, yang artinya--"

"Aku bebas, jadi aku sudah boleh keluar? Aku tak akan di sini lagi?"

Karin langsung menutup pintu kamarnya dan bersiap-siap, rasa kantuknya hilang seketika mendengar hari yang dinantikannya dari dulu telah tiba.

Gaun hitam yang panjangnya sampai semata kaki dan berlengan pendek itu membalut tubuh Karin, ditambah rambutnya yang sedikit kecoklatan membuat Karin semakin cantik.

Gadis itu dengan riang menuju ruang tamu dan mendudukan dirinya di sana. "Aku mau berterima kasih pada kalian yang telah merawatku, aku tak akan melupakan kalian, Dad, Mom. Aku sadar, aku tak bisa menjadi apa-apa kalau bukan karena kalian. Tapi pada hari ini, aku bebas. Aku bukan lagi putri kalian, aku Karin Rebecca. Sekali lagi terima kasih dan maaf sudah merepotkan."

Di sinilah awal mula perjalanan Karin, setiap gadis yang sudah berumur delapan belas tahun maka ia bukan lagi anak. Bangsa mereka tidak membentuk keluarga yang utuh, para wanita hanya melahirkan dan membesarkan kemudian jika sang anak telah dewasa maka dia bukan bagian keluarga lagi tapi sudah orang asing.

Karin menembus dimensi yang selama ini hanya dipandangnya dari kejauhan, sekarang ia bisa pergi ke sini, dunia immortal.

🐺🐺🐺🐺

Nio hanya duduk di singgasananya dan menatap para tamu undangan dengan pandangan yang cukup membosankan, tak ada yang menarik baginya.

Di sampingnya sudah ada Liam yang kini menjabat sebagai betanya, laki-laki yang merupakan sahabatnya sedari kecil itu juga tampak bosan dengan acara seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, namanya juga formalitas.

Tak jarang beberapa Alpha memperkenalkan putri mereka kepada Nio, mereka pikir itu akan membuat Nio tertarik malah menjadi sebaliknya. Nio tak ingin mempunyai selir, sama seperti daddy-nya yang hanya setia pada satu wanita.

Itu menjadi alasan Nio setiap Xander mengajaknya untuk berkeliling, sekadar berkenalan dengan Alpha-Alpha dari pack lain.

"Ayo, Nio!" ajak Xander untuk kesekian kalinya.

"Aku tidak mau Dad, mereka menyebalkan. Mereka pikir putri mereka itu cantik? Malah membuatku jijik melihatnya," tolak Nio.

Xander terkekeh pelan, anaknya ini kalau berbicara memang langsung ngena. "Ya sudah kalau begitu, Dad cari mommy-mu dulu."

Bau hujan bercampur dengan kayu manis menyeruak penciuman Nio, di dalam sana Geri meneriakkan mate. "Liam, aku pergi dulu." Nio melesat pergi dari sana, ia tak ingin kehilangan jejak mate yang selama ini dicarinya.

"Ayo, Nio! Kita harus menemukannya, aku tak ingin hidupku tanpa mate. Bahkan kita menjadi bahan olokan adik-adikmu itu," desak Geri.

Secepat mungkin Nio melesat dengan mengandalkan penciumannya yang tajam, hingga sampailah ia di tepi jurang. Bau itu menghilang seketika, pikiran negatif mulai memasuki dirinya. Ini tak mungkin mate-nya bunuh diri, kan?

Nio melihat ke dalam jurang, dasarnya saja tak kelihatan. Rasa putus asa kembali menyerangnya, ia dianugrahi kemampuan untuk merasakan kehadiran mate-nya sudah lahir atau belum, tetapi sampai sekarang ia belum menemukannya.

Jarak mereka hanya terpaut tiga tahun, Nio tahu itu. Karena saat Nio berumur tiga tahun dia merasakan kelahiran mate-nya, demi Moon Godness Nio benci seperti ini.

Hingga ia mendudukkan dirinya di tepi jurang, mengayunkan kaki di sana. Dari sini, pack-nya terlihat sangat indah.

Tepukan di bahunya membuat Nio tersadar dari alam yang dibuatnya sendiri, ia menoleh ke belakang dan melihat ada Xander di sana. "Kenapa?" tanya Xander.

"Aku baru saja mengejar mate-ku, tapi dia sudah menghilang lagi. Baunya sangat membuatku tergila-gila, hujan yang bercampur kayu manis."

Xander menarik Nio agar berdiri di hadapannya lalu merangkul anak sulungnya itu. "Bersabarlah, suatu saat kau pasti akan menemukannya. Dad saja bertemu dengan mommy-mu ketika berumur dua puluh empat, kau bahkan baru menginjak umur dua satu tahun."

"Mungkin Moon Godness ingin kau fokus dengan pack kita dulu," sambung Xander.

Nio mengangguk membenarkan perkataan daddy-nya. "Iya. Terima kasih, Dad."

"Ayo kembali!"

***

Oke maaf, aku pikir kemaren bisa update tapi ternyata enggak. Malah jauh dari perkiraan, uhhh sorry teman-teman.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top