Chapter 4 (Pelangi di Matamu)

“Aku harap, aku tidak salah,
karena sudah menyelamatkanmu,
Woo Hyu-ssi.”

(Kim Sae Ron)

***

***

Tok tok

Pintu diketuk pelan, lalu terbuka. Sae Ron menyembul dari balik pintu dan menemukan Woo Hyun sedang berdiri mematung sambil memperhatikan anjing serta kucing yang ada di dalam kandang. Sesekali laki-laki itu tertawa. Namun tiba-tiba, wajahnya berubah sendu. Sae Ron dapat melihat kesedihan dari binar matanya, meski hanya dari samping.

“Apa kau sudah baikan?” suara Sae Ron membuyarkan lamunan Woo Hyun. Laki-laki itu lantas tersenyum dingin dan mengangguk, sedikit terkejut dengan kedatangan Sae Ron.

Sae Ron meletakkan sebuah nampan berisikan makanan, minuman juga obat-obatan serta kain kasa. “Kemarilah, aku ingin memeriksa lukamu,” ujarnya.

Woo Hyun tak berkomentar. Ia memilih diam dan menghampiri Sae Ron yang sudah terlebih dulu duduk di atas kursi dekat ranjang yang tadi ia tiduri.

“Duduklah di situ,” titah Sae Ron sambil menunjuk ke arah ranjang dengan dagunya. Tangannya sibuk mengenakan sarung tangan karet.

Sae Ron sama sekali tidak canggung, saat ia mengangkat sedikit kaos yang menutupi area perut Woo Hyun yang ber-abs. Gadis itu terlihat serius. Lain hal dengan Woo Hyun yang tampak canggung juga geli, saat gadis itu perlahan membuka perban di perutnya. “Apa masih sakit?” Pandangan Sae Ron kini berpindah ke wajah Woo Hyun yang saat itu sedang menunduk memperhatikannya. Kedua pasang netra itu kini saling bertubrukan. Woo Hyun menggeleng cepat. Ia makin kikuk.

Sae Ron mengangguk paham, lalu mulai mengolesi sekitaran luka dengan cairan antiseptik perlahan.

Akh!” Woo Hyun meringis perih. Lukanya masih terasa sakit saat tersentuh dan itu sukses membuat Sae Ron kaget.

Wae? Kau bilang sudah tidak sakit! Mengagetkan saja!” dengus Sae, sambil kembali mengolesi sekitaran luka itu dengan cairan antiseptik.

Ya! Kenapa kau malah memarahiku? Luka ini benar-benar sakit. Kau mau merasakannya?”

Sae Ron kembali fokus pada luka di perut Woo Hyun. “Cih, dasar laki-laki cengeng!”

“Aku bisa mendengarmu!” celetuk Woo Hyun acuh.

“Kau tahu? Aku sempat ketakutan saat pertama kali melihatmu datang. Tubuhmu basah karena hujan, juga karena darah. Kukira kau orang jahat, atau pembunuh, karena pakaianmu yang serba hitam,” oceh Sae Ron. Mengajak Woo Hyun berbincang, agar ia tidak merasakan perih saat krim luka itu dibubuhkan di sana. “Kau, terlalu misterius, kupikir.”

Woo Hyun terdiam. Apa identitasnya sebagai pembunuh bisa dengan mudah ditebak oleh gadis itu?

“Tapi, setelah melihatmu cengeng seperti ini karena luka kecil, pikiran itu hilang. Kau tidak seseram itu ternyata,” lanjutnya.

“Apa aku benar-benar terlihat baik di matamu?” Woo Hyun akhirnya membuka suara.

Setelah Sae Ron selesai membalut luka itu dengan kain kasa yang baru, pandangannya kini menatap ke arah Woo Hyun yang sudah sangat menantikan jawaban dari pertanyaannya itu. “Eoh! Menurutku, kau laki-laki yang baik. Apa aku salah?” Sae Ron tersenyum cerah. Woo Hyun bahkan bisa melihat pelangi dari pancaran mata gadis itu yang ikut melengkung. Perasaannya mendadak aneh. Ia tidak pernah melihat keindahan itu sebelumnya, karena yang ia tatap selalu saja raut kesedihan dari sang kakak, sekalipun gadis itu mencoba untuk tersenyum, bahkan tertawa.

Woo hyun lalu mengakhiri kontak mata itu. Meski sejenak, ia sudah tenggelam di dalam sana. Namun ia tak ingin jatuh lebih dalam lagi dan berakhir melukai gadis itu. “Jangan menilai orang dari luarnya saja. Belum tentu aku sebaik yang kau pikirkan,” timpalnya acuh, lalu kembali membenarkan kaosnya.

Wae? Apa aku salah? Apa kau memang benar-benar pembunuh?”

“Hentikan!” bentak Woo Hyun keras. Membuat Sae Ron diam seketika. “Sejak kapan kita mulai berbicara informal? Aku bahkan tidak mengenalmu!”

Ya! Kau duluan yang berbicara informal kepadaku saat pertama kali bertemu. Kau bahkan berani mengomeliku karena sudah mengganti pakaianmu yang basah dan kotor tanpa izin. Kau tidak ingat?”

Woo Hyun membuang wajah, lalu tersenyum. Entah mengapa, saat bersama gadis itu, ia seakan lupa dengan dunia gelapnya. Melihat wajah itu marah, terlihat menggemaskan di matanya. Ia lalu meraih semangkuk bubur dan memakannya.

“Woo Hyun!” ujar Woo Hyun sambil memasukkan satu sendok penuh bubur ke dalam mulutnya, lalu berbalik melihat ke arah Sae Ron yang terlihat bingung. “Nam Woo Hyun, namaku.”

Sae Ron masih bungkam.

“Terima kasih karena sudah menyelamatkanku waktu itu, Sae Ron-ssi. Meski kau tidak tahu siapa aku, kau dengan berani mau merawatku. Aku sangat berterimakasih kepadamu,” ujarnya, lalu menandaskan bubur itu sampai benar-benar bersih dari dalam mangkuk.

Aku harap, aku tidak salah, karena sudah menyelamatkanmu, Woo Hyu-ssi.” Sae Ron membatin.

***

TBC

***

Kamus Mini

Wae: kenapa (informal)

Eoh: Iya (informal)

-ssi: Akhiran –ssi digunakan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya atau kepada orang yang kita hormati.

***

Salam,
Aurelia
04 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top