The Jerk Twins: 6
Membuktikan perkataannya tadi mereka—Lion, Slamet, Altas, Fandi, dan seluruh anak SMA Garuda dan Cakra duduk di belakang gedung sekolah SMA Elang. Duduk mengampar di atas aspal berteman kopi dan kacang, di tambah obrolan ringan yang terdengar.
Jika bukan karena Lion, karena siapa lagi? Ia meminta semuanya untuk tenang, membiarkan Dion mengambil alih seluruh tanggung jawab untuk menjemput siswi yang disandera Alga. Dari pada sibuk berjaga di balik tembok lebih baik mereka semua ngopi, Dion akan baik-baik saja.
"Gue khawatir sama Dion di dalem," ucapan Altas tiba-tiba. Memakan kacang kulit yang sudah ia kupas, mengunyahnya. "Lo tau dari mana Dion baik-baik aja?"
"Feeling."
Satu kata yang keluar dari mulut Lion membuat Altas dan Slamet menahan napas. Bisa-bisanya ia santai sedangkan mereka semua tidak tahu bahaya apa yang akan Dion hadapi di dalam sana.
"Sinting ini anak." Fandi sontak berdiri. Tidak bisa dipungkiri ia juga terlibat, bagaimana pun caranya Dion harus keluar dengan keadaan baik-baik saja.
"Anak Cakra!" intruksi Fandi. Membuat anak laki-laki berseragam putih dengan celana batik sedikit kecoklatan mengarahkan pandangannya. "Barikade! Kalo kedengeran suara gaduh dari dalem langsung serbu!"
"Serba dua ribu?" jawab Lion santai. Memakan kacang kulit yang ada di tangannya, Lion mendapatkan satu jitakan dari Slamet.
"Bercanda mulu anjing!"
"Slamet." Lion mengarahkan atensinya pada Slamet. "Hidup itu butuh candaan, nggak semua hal harus lo anggap serius. Cuma bikin emosi dan bikin kehilangan tawa di bibir lo."
Di dalam. Tepatnya di dalam gudang yang sudah sangat kotor. Gedung paling belakang dan terpojok dari SMA Elang terdapat lima orang laki-laki beserta satu wanita yang duduk di atas kursi kayu dalam keadaan tangan diikat dan mulut yang dibungkam menggunakan lakban hitam.
Pantas saja Alga membawa gadis ini ke dalam sekolah, ternyata tempat penyekapan gadis ini memang sangat kotor terlihat jarang sekali ada siswa atau siswi yang datang kesini. Terlebih lagi, jalan menuju ke gudang ini penuh bangku dan meja yang sudah tidak terpakai membuat sjapapun enggan memasuki gudang apa pun itu alasannya.
"Berapa hari?" tanya Danial menatap gadis yang sudah nampak sangat pucat. Entah dia tertidur atau pingsan. "Barang kali lo lupa gue ingetin lagi, Ayah gue polisi. Dan gue dengan senang hati bisa laporin lo ke bokap gue, kalo lo minat."
Dion menghembuskan napasnya kasar. Ia tidak bisa lebih lama lagi melihat gadis yang mungkin tidak berdosa harus menjadi tahanan hanya karena tradisi sialan yang ada di SMA Elang.
"Polisi mana yang bisa nangkap pelajar?" kata Alga santai. Laki-laki itu jalan mendekati gadis itu. Disentuh pipi gadis itu, hingga mengusap pucuk kepala membuat gadis itu terusik.
"Alga Antonio Bardika. Laki-laki yang memiliki keturunan bangsa Eropa. Dua kalo tinggal kelas, memiliki banyak catatan di kepolisian. Kalo bukan miras, ya palingan balapan liar," kata Danial berusaha memancing amarah Alga dengan semua informasi yang ia tahu. "Sama kaya Dion yang suka balapan, bedanya Dion nggak pernah masuk kantor polisi."
"Bangsat!" umpat Alga.
Gadis yang sudah merasa terusik langsung menggerakan tubuhnya random. Mengerang keras namun mulutnya ditutup dengan lakban. Dengan sekuat tenaga dia terus menggerakkan tubuhnya.
Bukan hal yang sulit untuk mengalahkan Alga dan kawannya saat ini. Tapi, Dion memikirkan dampak jika ia menghabisi Alga disini. Bisa jadi ia tidak akan selamat mengingat banyak pasukan Alga yang berjaga di luar. Walaupun ia selamat dan membawa gadis ini keluar bersamanya dan Danial, Dion masih memikirkan siswi cantik yang ada di sekolahnya. Itu semua tidak menutup kemungkinan jika Alga akan menyandera siswi sekolahnya juga.
"Lepasin itu cewek. Kita bikin kesepakatan yang saling menguntungkan." Final Dion pada akhirnya setelah lama berdiam diri berusaha meredam emosinya.
"Lepasin? Kaya gini?" Alga menarik paksa lakban yang ada di bibir gadis itu membuat rintisan keluar dari mulut korban yang ia sandera.
"Brengsek! Biadab!" Gadis itu berteriak, meludahi Alga yang berdiri di depannya.
Satu tamparan Alga layangkan begitu saja, mendarat dengan sempurna di pipi gadis itu.
Dion naik pitam. Darahnya mendidih melihat perilaku tidak bermoral yang Alga perlihatkan tadi.
"Gue ngomong baik lo balah ngelunjak! Ngajak perang?" Dion meraih kerah baju Alga. Memukuli laki-laki yang menjadi rivalnya sejak sejak beberapa tahun yang lalu. Semenjak kematian Andini tepatnya.
Kevin---satu teman Alga ikut membantu Alga melawan Dion. Sedangkan Alex---menyerang Danial. Perkelahian tidak bisa dihindari. Terdengar ketukan paksa dari luar gudang meminta untuk segera membuka pintu. Inilah rencana Dion, ia meminta Alga mengunci pintu gudang dari dalam untuk memperkuas ruang untuk menyerang Alga.
Berhasil melumpuhkan Alex, Danial bangkit kesempatan dalam waktu sempit ini tidak boleh terbuang begitu saja. Ia berlari, membuka ikatan kaki dan tangan pada gadis yang menjadi sandera.
"Vani," ucap Danial melihat nametag yang gadis itu gunakan di seragam sekolahnya. "Gimanapun caranya jangan sampe pintu gudang kebuka!"
Vani mengangguk patuh. Dengan langkah yang masih lemas ia nerusaha menggeser meja untuk menghalangi pintu. Sedangkan Danial membantu Dion untuk menyerang Alga dan Kevin yang belum juga tumbang.
Danial menarik Kevin untuk beradu otot dengannya. Membiarkan Dion membereskan Alga dengan caranya sendiri.
"Andini emang pantes mati. Bidadari kaya dia nggak pantes buat iblis kaya lo!" ucap Alga berusaha merusak konsentrasi Dion.
Tedangan Dion berikan tepat di perut Alga membuat laki-laki jatuh tersungkur ke lantai. Mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya, Dion mendekat berdiri di depan Alga yang masih tersungkur di lantai.
"Iblis lo bilang? Hari ini lo bakal liat seberapa iblis nya gue!" Dion menarik kerah Alga memaksa laki-laki itu untuk berdiri.
Disela berdiri tanpa diketahui oleh Dion, Alga mencari sesuatu di saku belakang celananya. Di keluarkan pisau lipat yang nampak sangat berkilau seakan berteriak untuk segera diselimuti oleh darah segar.
Alga berusaha menikam pisau tepat diarea jantung Dion. Namun lengannya mampu ditahan oleh Dion.
"Lo nggak bakal tau gimana nikmatnya tubuh Andini kala itu, karena yang lo tau Andini dalam kondisi udah mati 'kan?"
Ucapan Alga mampu merusak konsentrasinya. Alga berhasil membuat otak Dion kembali mengingat kenangan hitam yang sangat ingin ia lupakan. Namun, sekeras apapun ia berusaha untuk melupakan tapi kenangan itu tidak bisa pergi dari otaknya.
"Jangan dengerin Dion!" teriak Danial dari sudut ruangan. Bersamanya dengan itu Dion membalikan posisi tangannya berusaha mengambil alih pisau yang Alga pegang, karena kecepatan tangannya sendiri pisau itu berhasil menggores lengan tangannya.
Tiba-tiba saja kaca jendela pecah. Vani berteriak ketakutan sambil menutup kedua telinganya menggunakan tangan.
Lion masuk lewat jendela, setelah ia masuk Slamet pun ikut masuk dan berlari membantu Dion. Berbeda dengan Lion yang malah berjalan dengan tak acuh mendekati Vina. Digeser meja yang menghalangi pintu gudang, lalu ia buka pintu gudang dengan lebar memperlihatkan keadaan anak SMA Cakra yang sedang beradu otot dengan anak SMA Elang.
"Wih, pada berantem." Lion menyandarkan tubuhnya pada ambang pintu. Ia melirik Vina yang duduk ketakutan di bawah meja sambil menutup kedua telinganya. "Pahlawan datang, sayang!"
Mendekati Vina. Lion menyentuh tangan gadis itu seolah meyakinkan bahwa mereka semua akan baik-baik saja.
"Keluar bareng gue. Cowok lo udah nungguin di belakang gedung. Jangan takut, cowok emang gitu kalo bercanda taruhannya nyawa."
------
TO BE CONTINUE....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top