The Jerk Twins: 13

Jangan lupa untuk tinggalkan komen dan vote nya💜

_____________________________________

Sama seperti pagi-pagi sebelumnya rumah besar keluarga Altas pasti sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, kali ini ada yang sedikit berbeda karena kamar kosong disamping kamar Dion dan Lion sudah ada kehidupan di dalamnya ada Lina serta puluhan poster bahkan boneka berbagai bentuk wajah artis Korea kecintaan wanita itu.

Bunda Vega memasak di dapur ditemani Ayah Altas yang sibuk mengetik kerjaannya di atas komputer. Lirik ke atas, tepat di dalam kamar Dion dan Lion sibuk mempersiapkan peralatan sekolah mereka. Setelah selesai dengan buku dan alat tulis lainnya, Dion bergegas memakai kaus kaki dan segera menggunakan sepatunya.

"Tungguin, dong," ucapan Lion.

"Matahari udah ada, udah terang masa lo takut sendiri di kamar?"

"Bukan gitu, ada yang mau gue ceritain."

Feeling Dion mengatakan jika ada hal yang penting ingin adiknya sampaikan sejak kemarin. Hanya karena kemarin rumahnya ramai dengan teman-temannya yang berkunjung ke rumah, Lion terasa memendam perasaan itu hingga saat ini. Dion memang tidak bisa membaca pikiran atau menebak apa yang akan terjadi beberapa menit bahkan jam kedepan, tapi Dion tahu betul perasaan yang tidak nyaman sejak kemarin pasti berkaitan dengan perasaan tidak nyaman Lion juga. Meski ada perbedaan sifat yang sangat jauh dari mereka berdua tetap saja mereka sudah kenal dari sebelum dilahirkan karena satu rahim, pun mereka kembar banyak anak yang terlahir kembar memiliki perasaan yang lebih peka dengan kembaran nya itu.

Dion duduk dikasur miliknya yang sudah dirapikan oleh Lion sejak tadi, taruhan atas kekalahan balap waktu lalu masih berlaku hingga saat ini dan beberapa hari kedepan.

"Lina emang dianter sama supir kemarin pagi, cuma dia minta diturunin di gang komplek dan nunggu Kevin jemput. Gue rasa dia bakal ngelakuin itu lagi hari ini, kita ikutin dia dari belakang."

"Kalo nunggu dia yang ada kita telat."

"Telat sekolah atau keamanan Lina nggak kepantau?"

Dion menyetujui ucapan adiknya dengan anggukan. Ada benarnya juga apa yang diucapkan oleh Lion. Setidaknya dibalik sifat receh yang Lion miliki, laki-laki itu masih bisa membedakan mana yang harus dianggap serius dan mana yang bisa diajak bercanda.

Setelah selesai menggunakan sepatu, mereka berdua jalan beriringan keluar kamar untuk segera bergabung dengan Bunda Ayahnya yang sudah mengisi meja makan. Dan sudah ada Lina disana, lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Selamat pagi para hadirin semoga selalu dalam lindungan Allah dan semoga bisa mendapatkan hati orang yang selama ini kurang peka," ucapan Lion sambil berjalan. Seperti biasa mengucapkan selamat pagi dengan gaya khas hebohnya.

Menarik kursi untuk dia duduki, Lion sempat melirik Lina sesaat sambil melototkan matanya ke arah wanita itu.

"Nggak jelas," cibir Lina pelan.

"Lo nggak jelas. Mana burik, sirikan, giliran diiming-imingin yogurt aja langsung kegirangan," jawab Lion tidak mau kalah.

"Berantem terus. Kalo di sekolah jangan kebanyakan berantem, harus akur saling jaga," sahut Bunda Vega sambil menyiapkan susu dan roti yang dia buat untuk kedua anaknya.

"Kenapa nggak bawa mobil ke sekolah? 'Kan bisa bareng sama Lina jadinya. Lagian kalian juga bawa motor sendiri-sendiri, ajak Lina sekalian." Ayah Altas yang semula diam mulai angkat bicara. Dengan gaya khas seseorang Ayah dia kembali berbicara. "Lina itu adik kalian. Harus dilindungi jangan sampe ada yang galakin sedikitpun, kalo ada yang galakin langsung kalian pukul aja."

"Ternyata gen suka tawuran itu keturunan dari Ayah, pantesan kita bedua suka nyari masalah. Jangankan sama manusia, sama tikus lewat aja Bang Dion sering berantemin."

"Sehari aja mulut lo ngomong yang berbobot, bisa nggak?"

Lion menggeleng sembari memasukan potongan roti ke dalam mulutnya. "Gak bisa, udah ada keturunan tukang ghibah dari Bunda."

Semuanya terkekeh akibat ucapan Lion. Tidak ada yang boleh merasa punya banyak masalah jika sudah berhadapan dengan laki-laki yang satu ini. Lion ada untuk membuat mereka lupa dengan semua masalah yang sedang mereka pikul, Lion siap membuat mereka tertawa hingga terjungkal dan melupakan rasa sakit yang ada pada diri mereka.

-----

Jelas terlihat di depan mata mereka berdua, Lina turun dari mobil di depan gang. Lion terlihat menajamkan matanya namun tidak dengan Dion yang memperhatikan pergerakan Lina dengan biasa saja. Mungkin mata Dion masih baik-baik saja, sedangkan mata Lion sudah sedikit bermasalah.

"Lo liat sendiri, itu Kevin 'kan?" Lion membagi pandangannya pada Dion disampingnya dan Lina yang ada di depannya dengan jarak beberapa meter.

"Hm."

"Nggak usah sok jadi coolboy kalo aslinya sadboy!" cibir Lion. Menyalakan mesin mobilnya. "Udah 'kan? Sekarang berangkat sekolah gue nggak mau telat."

Dion tidak membuka mulut sama sekali. Tidak berminat adu argumen dengan adiknya tapi pikirannya terus saja was-was khawatir dengan keadaan Lina.

"Mereka nggak tahu 'kan kalo kita saudaraan sama Lina?"

Dion menggeleng. Meletakan tangannya di kepala untuk dijadikan sebagai tumpuan. "Gue rasa nggak."

"Kemarin gue ke toko buku bareng Lina, gue udah kasih tau dia kalo harus hati-hati deket sama anak Elang. Lagian dia juga kaya cewek alay, kenal lewat instagram aja belagu minta sekolah bareng."

"Ayo cibir terus sampe mulut lo berbusa," jawab Dion jengah. Sebenarnya mendengarkan ucapan Lion adalah hal yang paling dia malas, tapi karena ucapan Lion ada informasi yang terselip jadi membuat dia terpaksa untuk mendengarkan.

Tidak lama setelah itu ponsel Lion bergetar. Bergerak untuk mengambil ponsel yang dia letakan di dalam saku celana, lalu mengangkat sambungan telepon.

Air wajah songong Lion seketika berubah menjadi sedikit tegang. Melihat wajah adiknya yang berubah Dion nampak bertanya-tanya dalam diamnya. Hatinya mulai terasa tidak nyaman, sebenarnya apa yang Lion dengar dari panggilan itu? Apakah mengenai Lina atau yang lain?

"Kurang ajar!" umpat Lion, menginjak gas mobilnya lebih kencang membuat Dion sedikit terdorong.

------


TO BE CONTINUE........

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top