The Jerk Twins: 11

Jangan lupa komen dan pencet lambang bintang disebelah kiri bawah.

H A P P Y READING!
.
.
.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. SMA Garuda memang hanya mulai masuk kelas jam tujuh pagi dan memulangkan peserta didik mereka jam dua belas siang, tidak belajar hingga sore tetapi oara staf dan guru masih ada di sekolah hingga menjelang sore untuk merekap tugas dan nilai anak didik mereka.

Seperti saat ini. Dion dan Lion tidak langsung pulang ke rumah setelah pulang sekolah. Bukan nongkrong tidak jelas apalagi tawuran, si kembar sedang duduk di atas bangku yang ada di bengkel menunggu motor Dion selesai dipoles.

"Udah beres dari kemarin sore sebenernya, cuma lem stikernya belum rekat jadi saya baru kasih tau sekarang." Laki-laki dengan baju bangke berwarna biru tua yang hampir penuh dengan bercak oli datang sembari mengelap tangannya yang kotor.

"Iya, bang. Tapi ban udah beres semua 'kan?" kata Lion berdiri diikuti Dion.

Setelah mengurus pembayaran biaya memodifikasi motor ninja kesayangannya, Dion membawa motor itu keluar dari bengkel untuk sekedar melihat tampilan baru motornya yang nampak sangat mengkilat dan gagah rasanya dia tidak tega menggunakan motornya jika berjalan di atas jalanan yang becek.

"Langsung pulang?" tanya Lion yang sudah naik ke atas motornya.

"Lo pulang duluan aja, gue mau cari makan dulu."

"Bunda pasti masak, nggak usah beli."

"Nyari jajanan, bocah pada mau main ke rumah nanti."

Mengiyakan perkataan kakaknya, Lion menyalakan mesin motor lalu pergi dari hadapan Dion.

Dion pun menyalakan mesin motornya, menarik gas dengan kencang seperti balapan membelah jalanan kota yang lumayan ramai oleh pengendara lainnya. Rindu sekali bertarung di atas motor ini, menatap tajam jalanan lurus yang mulai terlihat sepi karena berada di dalam komplek perumahan Dion semakin jadi menarik gas motornya. Dipertigaan jalanan Dion menerobos begitu saja tanpa mengurangi kecepatan motornya, tanpa dia sadari ada pengendara yang datang dari arah samping hampir menabrak dirinya. Karena panik pengendara itu membanting stang motornya ke samping, membuat dia dan motornya terjatuh namun tidak dengan Dion.

Teriakan terdengar dari bibir pengendara itu. Melepas helm yang dia gunakan, berniat memaki Dion si pengendara motor ugal-ugalan.

"Untung gue nggak mati!" kata pengendara itu yang nyatanya seorang wanita. Tanpa melihat wajah Dion, wanita itu memukul jok motor bagian belakang.

"Eh, motor gue baru keluar dari bengkel!" Dion yang tidak terima jika ada satu orang pun menyentuh motor kesayangannya merasa kesal. Melepas helm full face yang dia gunakan, Dion segera turun memandang wanita itu.

"Lo Permata, 'kan?"

"Hm. Lo Dion 'kan? Yang bikin semua orang tergila-gila, kecuali gue," jawab Permata. Menatap Dion penuh rasa kesal, wanita itu menunjuk motor matic-nya yang tergeletak di pinggir jalan.

"Ganti rugi!" Permata mengadakan tangan kanannya di depan Dion. "Motor gue pasti lecet."

"Iya, iya. Gue minta maaf." Dion bergerak mengambil dompet yang ada di saku celana sekolahnya. Mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribu lalu memberikannya pada Permata.

"Kalo semua orang kaya lo, mau deh gue tiap hari nyusruk biar dapet duit," ucap Permata, memasukan uang pemberian Dion ke dalam saku celananya dengan senyum sumringah.

"Lo temennya Lina, ya?"

Permata menganggukan kepalanya. "Iya. Anak baru itu baik banget, karena dia baik gue juga harus jadi temen yang baik."

Dion menghembuskan napasnya lega. Setidaknya ada teman yang menemani Lina hingga mereka lulus sekolah, lagipula mereka akan lulus kurang dari tujuh bulan lagi.

"Bisa cerita dikit tentang Lina?"

"Bisa!" jawab Permata semangat membuat Dion tersenyum, senyum manis yang mampu meluluhkan hati wanita manapun kecuali Permata. "Nggak ngomong disini juga 'kan? Nggak enak di jalanan gini. Lagian gue juga butuh tenaga pendorong buat cerita tentang Lina."

"Ya, ya. Bawa motor lo itu, kita ke minimarket."

------

Permata. Wanita manis dengan lesung pipi yang menghiasi pipi bagian kanannya sibuk mengambil makanan ringan yang ada, katanya kapan lagi dia berbelanja tanpa mengeluarkan banyak uang? Tidak ada salahnya meminta Dion membayarkan semua makanan dan minuman kemasan yang dia ambil, hitung-hitung gantu rugi motornya yang lecet.

"Apa lagi?" tanya Dion malas. Jujur, Dion sangat malas berbelanja bersama wanita karena hal ini. Terlalu banyak mau dan terlalu plin-plan dengan apa yang mereka mau, membuang waktu.

"Itu." Tunjuk Permata pada susu kotak cokelat yang ada di rak bagian paling atas. "Ambilin dong, nggak nyampe."

"Udah minta bayarin, nyusahin lagi. Ambil sendiri, manja banget jadi cewek."

Menghembuskan napasnya kasar, Permata berusaha meraih susu kotak itu sekuat tenaga. Dia tidak boleh nyerah, demi sekitar susu cokelat apalagi kesempatan kali ini dia mendapatkannya dengan gratis.

Melihat tubuh wanita di depannya tidak dapat meraih benda yang diinginkan karena tubuhnya pendek, sampai kapanpun tidak akan bertambah tinggi. Tidak mau membuang waktu, Dion mendekat mengambilkan sekotak susu cokelat berukuran satu liter itu.

Permata beku ditempatnya. Bau parfum aqua axe yang Dion gunakan dapat dia cium dengan jelas, leher laki-laki itu tepat ada di depan matanya sedikit saja maju Permata yakin dia akan mencium leher jenjang Dion.

Dion mengarahkan pandangannya ke bawah. Matanya terkunci dengan sorotan mata hitam legam milik Permata. Mata yang sangat indah menurutnya, lima detik berlalu. Sadar dengan apa yang sedang dia tatap, Dion sontak mundur dengan gugup.

"Buruan!" ajaknya menarik pergelangan tangan Permata yang bebas dari ranjang belanjaan menuju kasir.

Setelah mengantri dan membayar seluruh belanjaan milik Permata dan miliknya, mereka keluar minimarket namun tidak langsung pulang Dion menagih ucapan Permata untuk bercerita tentang Lina. Mereka duduk dikursi yang ada di depan minimarket, Permata pun mulai bercerita.

"Lina itu anak baru. Karena dia cantik, dia sempat jadi omongan beberapa hari yang lalu. Dia baik, cuma sering agak murung kalo Syifa nyeritain kebahagiaan keluarganya. Nggak ngerti juga gue, kalo ditanya selalu jawab baik-baik aja. Udah gitu doang, makasih banyak belanjaan sama uangnya!" Permata berdiri, berlari ke arah motornya yang terparkir.

"Kok gitu doang? Wah, nggak sebanding sama belanjaanya dong!"

"Intinya terima kasih banyak, Mas Dion!" Permata memutarkan motornya lalu menancap gas kencang, pergi meninggalkan Dion yang memberinya sumpah serapah.

"Awas lo nggak bakal gue bikin hidup lo tenang!"

--------

TO BE CONTINUE....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top