The Jerk Twins: 10
Jangan lupa bintang dan komennya.
Happy reading guys.
.
.
.
"Lo kenal Lina nggak, sih? Anak kelas dua belas IPA D katanya dia lagi deket sama anak SMA Elang. Mungkin karena dia anak baru jadi dia nggak tahu seberapa brengseknya anak Elang," kata salah satu siswi yang ikut mengantri di belakang Lion.
"Heh! Kalo ngomong pikir dulu, gue nggak suka ya ada anak SMA Garuda yang deket sama anak SMA Elang sekali pun mereka saudaraan!" sergah Lion membalikan tubuhnya ke arah dua siswi yang berbicara dibelakangnya.
"Itu, Lion gu---"
Belum selesai siswi itu berbicara Lion segera memotongnya. "Lion sang pemberani garis keras." Lion mengingatkan kedua siswi tersebut agar tidak lupa menggunakan titel namanya.
"Lion sang pemberani garis keras," ucap salah satu siswi itu lancar. "Tapi Lina beneran deket sama Kevin, gue liat sendiri dia turun dari motor Kevin tadi pagi."
"Wah, sialan!" Lion mengangkat kakinya menjauhi antrian menuju meja teman-teman dan kakaknya. Datang-datang langsung menggebrak meja membuat kegaduhan di kantin sekolah semakin lengkap. Satu detik setelah itu semuanya hening, menatap Lion dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa?! Mau gue colokin mata lo satu-satu pake tusuk cimol?!" teriak Lion menatap seluruh siswa siswi yang memperhatikannya karena menggebrak meja.
"Gawat banget sumpah!" kata Lion. "Lo pada kenal Lina nggak? Katanya dia deket sama anak Elang. Sumpah minta gue benyekin itu anak!"
"Kok bisa anjir? Dia nggak tau kalo kita musuh bebuyutan banget sama anak Elang?" ucapan Fandi menatap Lion serius.
"Gimana pun caranya kita harus bikin mereka ngejauh, biarin disebut perusak hubungan orang yang penting hubungan gue aman!" Slamet menarik lengan bajunya hingga memperlihatkan otot-ototnya.
"Bener?" Dion yang sejak tadi diam mulai berbicara. "Lo nggak lagi ngarang bebas, 'kan?"
Lion menggelengkan kepala. Dengan posisi yang masih berdiri tanpa berniat untuk duduk, Lion kembali menggebrak meja kali ini lebih pelan. "Lo kira pelajaran Bahasa Indonesia segala ngarang bebas?"
"Hidup lo 'kan banyak karangan Yon. Pamer titel nama aja segala pake 'sang pemberani' pemberani apaan? Tidur sendiri aja nggak berani." Danial terkekeh. Membagi pandangannya antara Dion dan Lion sambil mengangkat kedua alisnya.
"Lo semua tunggu sini, biar gue yang ngomong sama itu anak baru biar cepet-cepet cerai sama anak Elang." Lion jalan meninggalkan Slamet yang memanggil namanya.
"Lo semua makan aja, biar gue sama Lion aja." Dion lari menyusul tubuh adiknya yang sudah tidak terlihat karena belok ke arah kanan.
"Minta diusir dari rumah emang itu anak!" cibir Lion memperlebar langkahnya untuk menuju kelas Lina.
Sampai di depan kelas Lina. Lion langsung masuk bersama dengan Dion yang berlari menyusulnya di belakang. Semua senyap seperti tidak menunjukan adanya kehidupan di dalam kelas. Bahkan beberapa siswi yang tadi sibuk berkerumun menahan napas melihat keberadaan dua pangeran tampan yang tiba-tiba memasuki kelas mereka.
"Ikut gue," kata Lion datar.
"Siapa?" Lina mengerutkan keningnya. "Ada aku, Permata sama Syifa. Siapa yang harus ikut kamu?"
"Ya, lo! Polos sama goblok emang beda tipis tapi kalo ini emang beneran goblok," ucap Lion cepat. Ucapannya mendapatkan pukulan dari Dion, enak saja main seenaknya mengatakan Lina goblok. Padahal Lina jadi sedikit goblok karena sering Lion goblok-goblokin.
"Ikut gue," kata Dion tidak kalah dingin. Dengan wajah tanpa ekspresi sedikitpun membuat seluruh siswi itu hampir mati melihat ketampanan Dion.
"Yeh, buruan!" kesal Lion. "Jangan sampe gue naik darah."
"Mau jalan sendiri apa gue gendong?" tanya Dion membuat seluruh semua siswi yang ada di kelas histeris. "Gue gendong terus gue buang lo dari lantai tiga, mau?"
Lina menggeleng. Dia segera bangkit sembari membenarkan posisi rok yang sedikit terlihat tidak beraturan.
"Aku harus kemana?"
"Belakang sekolah!" jawab Dion dan Lion bersamaan.
-----
Dion menatap mata Lina dalam, mencari kebohongan dari sepupunya itu tapi hasilnya nihil. Lina terlihat tidak berbohong. Dion memang tidak bisa membaca pikiran seseorang apalagi memahami kondisi seseorang lewat gerakan, Dion tidak sepintar itu. Tapi lewat buku psikologis yang dia baca seseorang akan sering mengedipkan matanya jika dalam kondisi tidak nyaman atau sedang berbohong. Itu semua tidak Dion temukan pada Lina, wanita itu nampak jujur.
"Gue tegasin sama lo jangan pernah deket sama siapapun terutama anak SMA Elang." Dion membuang pandangannya. "Jangan pernah bilang kalo kita sepupu, paham?"
Lina mengangguk. "Kalo aku nggak boleh deket sama siapapun, seharusnya kakak izinin aku buat deket sama kakak biar ada yang jagain aku."
Dion telak dibuat bungkam. Dia tidak bisa menyangkal perkataan Lina, seharusnya dia melindungi sepupu perempuannya terlebih lagi Lina sudah tidak mempunyai Ayah yang menjaganya.
"Udah buruan putus. Anak cecunguk itu nggak pantes buat lo."
"Turun setan!" teriak Dion mengadahkan kepalanya ke atas pohon tempat dimana adiknya berada.
Di atas sana. Disalah satu tangkai pohon mangga yang besar Lion dengan sikap kalemnya duduk sambil mengupas mangga yang dia colong dengan pisau. Pisau yang selalu tertancap di atas batang pohon karena memang Lion yang meletakannya sejak lama. Pohon mangga yang dianggap keramat oleh seluruh warga sekolahan sebab penunggunya lebih seram dari pada sebangsa setan, Lion.
"Lo mau mangga?" katanya. Mengabaikan ucapan Dion, dia masih sibuk mengupas mangga setengah matang dengan pisau kecil, membiarkan kulit buah tersebut berjatuhan ke bawah.
"Nggak. Turun cepet!"
"Kak Lion kalo diliat-liat mirip makhluk hidup yang terpintar itu." Senyum Lion mengembangkan mendengar ucapan Lina, baru ingin berterima kasih sudah dipuji Lina kembali melanjutkan ucapannya. "Mirip itu lho, Sipanse yang di kebun binatang."
"Pergi lo cepet! Pergi!" marah Lion melemparkan beberapa daun mangga ke arah Lina namun tidak mengenai wanita itu, daunnya terbawa oleh angin. Bisa-bisanya Lina memuji dirinya hingga terbang ke langit ketujuh lalu menghempasnya begitu saja ke tanah.
"Dadah, Kak Dion aku ke kelas. Jam istirahat juga mau habis."
"Inget ucapan gue. Jauhin, jauhin, jauhin."
"Ngucap jauhin aja sampe tiga kali, udah kaya baca mantera," cibir Lion. Masih dengan wajah kesal dan darah yang ingin mendidih akibat sindiran halus Lina, Lion perlahan turun dari pohon.
Melihat Lion yang ingin turun, Lina mengambil langkah aman. Dia pergi dari sana setelah melambaikan tangan pada Dion, dari pada kena marah lebih baik balik ke kelas.
"Kita temuin Kevin malam ini. Sekali kasih peringatan buat dia, kalo masih ngeyel bisa ajak adu jumlah kemampuan," ucap Lion yang baru menapaki kaki ke tanah. Bagaimanapun sikap menjengkelkan Lina, dia tetap bagian dari keluarga yang harus mereka lindungi.
-------
TO BE CONTINUE.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top