Extra Chapter III - Conceive
nas's notes: haaaai semuaa! kalian apa kabar? semoga kabar kalian baik yaaa! sebenarnya dibandingkan extra chapter sebelumnya, di extra chapter ini aku enggak ada informasi yang mau aku sampaikan. oiya, the inheritance sudah achieve di angka 300k views dan sudah masuk ulasan wattpadhunters di ig! kalian bisa cek aja dan react, ya. supaya adminnya lebih semangat lagi untuk review :")) terus juga semoga bisa achieve angka yang lebih besar lagi dan mendapat jangkauan pembaca baru yang lebih luas.
oiya, aku juga revisi beberapa hal dari cerita ini, entah besar atau kecil, tapi revisinya akan membantuku dan teman-teman juga supaya bisa membaca cerita ini dengan jauh lebih nyaman.
btw ini juga jadi extra chapter terakhir dariku untuk nicholas dan giandra. aku ada proyek cerita lainnya, ada rayan tanisha di all in good time, silas anindya di thoughtfully yours, dan iya aku akan menulis ulang fabian sura-nya the great chances. kalau ada apa-apa, boleh pantengin x/ig @ gemeinschweft, ya. wish me luck, okkk.
terima kasih sebelumnya dan happy reading <33
✮⋆˙
Jakarta, Indonesia
Mid-July 2027
Setelah menikmati weekends di kediaman Keluarga Wiradikarta yang berada di Pondok Indah, Nicholas dan Giandra kembali ke Permata Hijau untuk melanjutkan weekdays mereka selama lima hari ke depan.
Kamar tidur utama sudah dibersihkan sebelum pasangan suami istri ini sampai ke rumah, sehingga mereka sudah lebih santai untuk melanjutkan tiga jam terakhir sebelum pergantian hari. Kegiatan mereka sebelum menyiapkan diri untuk terlelap pun tidak menentu. Biasanya mereka akan membaca buku (entah sama-sama baca buku atau Nicholas yang membacakannya untuk Giandra), nonton film dan series terbaru, hingga mengobrol bersama.
Giandra yang sudah mengenakan pakaian tidurnya tampak menaruh tas di samping ranjang. Ia merebahkan tubuhnya sembari menyentuh lembut perutnya dengan kedua tangannya. Tanpa sadar, Giandra juga memainkan bibirnya sembari memikirkan ucapannya terhadap bunda saat kunjungan terakhir Giandra di Inggris bulan lalu.
"Aku hamil. Aku belum memberitahu Nicholas soal kehamilanku. Awalnya aku ingin menyimpannya sendiri sampai aku dan baby siap di bulan keempat, tetapi Sura tahu soal kehamilanku."
Ingrid menghela napas setelah mendengarkan penjelasan Giandra. Iris hijau kebiruan itu hanya memandangi Giandra yang masih duduk di atas ranjang setelah selesai diperiksa oleh dokter yang ia panggil ke rumah. Dokter itu memberitahu bahwa Giandra memang hamil dan Giandra mengiyakan.
Dibandingkan merespon dengan ragam siraman rohani, Ingrid langsung duduk di pinggir ranjang dan mendekap tubuh Giandra dengan hangat. Tangan dari Ingrid pun menepuk punggung Giandra dengan lembut dan merasakan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Congratulations, Liebe."
"Aku bisa mengerti situasimu, Gi. Wajar jika kamu ingin lebih yakin soal kehamilanmu." Ingrid melanjutkan. "Pikirkan kesehatanmu dan baby, Giandra. Bunda tidak akan memberitahu Nicholas. Biar kamu saja yang memberitahunya sendiri."
Melihat Nicholas yang mengenakan celana panjang sembari bertelanjang dada, Giandra tersenyum miring.
"Enjoy your view?" goda Nicholas sembari membawa kaus dari lemari.
Giandra hanya tersenyum jahil. "Lagi flu saja masih nantangin," ucap Giandra sembari menepuk samping kasurnya dengan sedikit hentakan, "pakai bajumu dan tidur sampingku."
Saatnya aku memberitahu Nicholas. Giandra membatin pelan sembari memandangi wajah suaminya dengan binaran dari iris kecokelatannya.
Wanita muda itu langsung menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya yang baru saja ikut merebahkan tubuh di atas ranjang.
"Ada apa, Liebling?" tanya Nicholas lembut.
"Saat aku menghabiskan waktu kosong di Kensington, bunda memperlihatkan foto kecilmu." Giandra membuka pembicaraan. "Kamu lucu sekali waktu kecil."
Nicholas menampilkan wajah antusias sembari mengusap lembut kepala istrinya. "Bunda memperlihatkan kamu foto bayiku?"
Giandra mengangguk. Jemarinya langsung mengambil sebuah amplop dari dalam tas. Amplop berwarna cokelat muda itu hanya berisi foto-foto yang ia bawa. "Bahkan bunda memberikanku beberapa lembar untuk kusimpan."
"Pasti bunda memberikanmu koleksi terbaiknya."
"This is my favorite."
Mereka berdua tampak asik melihat foto Nicholas saat masih kecil. Lelaki itu beruntung karena, meskipun ia anak tengah, orangtuanya juga mengambil banyak foto kecilnya untuk menandakan momentum perkembangan atau pencapaian sederhana. Mereka berdua tampak asik bereaksi dan mengobrol soal foto-foto lama itu.
Begitu Nicholas ingin melihat lembar foto paling belakang, ia menyadari bahwa itu bukan fotonya, tetapi itulah selembar kertas foto yang berisi USG.
"Bentar, sepertinya ini baru," ucap Nicholas saat ia melihat USG tersebut. Lelaki itu tampak menoleh untuk melihat Giandra. Ia melihat mata Giandra yang begitu berbinar dan ekspresi wajah yang tampak menantikan tanggapan dari Nicholas.
Lelaki itu tidak membutuhkan waktu lama untuk berpikir."Liebling, kamu .... "
Reaksi lelaki itu tampak murni. Kilauan matanya terlihat jelas dan Nicholas menarik garis bibirnya untuk memperlihatkan senyumannya. Sementara Giandra mengiyakan dan memandangi perut yang sedari tadi ia sentuh.
"Aku masih ingin menjaganya sampai ia terlihat," ucap Giandra lembut, "tetapi aku tidak ingin keep kabar baik ini sendirian. Aku ingin memberitahu kamu juga."
"Bayiku punya bayi." Nicholas berujar sembari memandangi Giandra dengan matanya yang berkaca-kaca. Lelaki itu langsung memeluk Giandra dengan perasaan senang. "Liebling, thank you."
Wanita muda itu tampak mendekap tubuh suaminya dengan erat. Hidungnya menangkap kacapiring wangi dan sabun yang mendominasi pada tubuh Nicholas.
Sementara tangan Nicholas mendekap punggung dan mengusap helaian rambut bergelombang yang telah tersisir rapi. Matanya menahan diri dari menangis bahagia. "I love you, Gi."
"I love you, Nicky, and sorry," balas Giandra dengan perlahan. Tangan wanita muda itu juga mendekap bagian dada hingga telapak tangannya menyentuh punggung Nicholas.
"Sorry for what?" tanya Nicholas agak sedikit bingung.
"For didn't tell you in the first place."
"I know," ucap Nicholas lembut. Memori lelaki itu teringat bagaimana bisa ia tahu Giandra hamil tanpa memberitahunya, "aku mengerti kenapa kamu tidak ingin membagikan berita bahagia ini sampai kamu dan baby siap. Aku tahu karena kamu menghindari banyak hal yang kamu suka."
Sentuhan hangat menyentuh tubuh, tetapi kata-kata yang hangat pun menyentuh hati. Tanggapan Nicholas terdengar melegakan untuk Giandra, yang awalnya belum yakin untuk mengabari kehamilannya dan tersadar kalau lambat laun semua orang akan tahu. Giandra sendiri menaikkan sudut bibirnya secara spontan. Kini tangan Nicholas mencapai bahu tegak istrinya, meremas bahu dan memberikannya kekuatan.
Kemudian mereka melepas pelukan dengan perlahan. Sorot pandang wanita muda itu menatap perutnya yang sedikit menonjol. "Sayang, ayo sapa dia!"
Mendengar ajakan Giandra, Nicholas masih memberikan reaksi penuh pertanyaan. Kemudian tangan Giandra langsung meraih tangan suaminya untuk menyentuh bagian bawah perutnya.
Sentuhan pertama lelaki itu terasa seperti rasa tak percaya yang mengejutkannya, tetapi saat menyentuh untuk kali kedua, Nicholas mulai tersenyum bahagia. "Hi baby, it's Ayah. Sorry, I didn't notice you hiding on my baby's belly."
"Really? You already want to be called Ayah?" tanya Giandra lembut sembari tertawa kecil.
Nicholas mengangguk senang.
"Sayang, ini Ayah kamu." Giandra melanjutkan perkataannya.
"Can I have a little chit chat with baby?"
"Yes, please."
Nicholas langsung mengubah posisinya agar ia bisa dekat dengan perut Giandra. Selama ini ia tidak menyadari bahwa Giandra memiliki perut yang berisi jiwa kecil. Tangan Nicholas langsung mengusap perut Giandra dengan perlahan.
"Baby, ini Ayah. Nantinya kamu boleh ganti panggilan untukku, tapi untuk sementara, aku Ayah. Sekarang kamu di perut istriku dan istriku yang cantik ini ingin sekali memilikimu. Ia sudah menghindari banyak hal yang ia suka sembari menunggumu untuk diumumkan ke kita semua, termasuk Ayah. Jadi Ayah minta tolong agar kamu lebih baik sedikit sama istriku, ya. Ayah harap kamu mengerti. Mohon kerjasamanya. Terima kasih, Sayang."
"Terima kasih, Ayah Nicky," balas Giandra dengan suara pelan seperti anak kecil.
Iris hijau kebiruan itu kembali memandangi mata Giandra. Mereka tertawa pelan sembari berciuman dengan hangat. "Terima kasih, Mom Gi. Apakah kamu berencana untuk mengumumkan kehamilanmu?"
Giandra hanya menggeleng pelan. "Aku tidak ingin mengumumkannya ke orang banyak. Lagipula aku lebih ingin istirahat sembari memikirkan rencana kehamilanku. Aku ingin diskusi denganmu."
"Ayo kita diskusi lebih lanjut." Nicholas berujar sembari mengangguk pasti. "Kapan baby akan datang?"
"Akhir tahun!"
"End of December? December baby?"
"Kenapa, Liefje?" Giandra bertanya dengan menampilkan raut wajah bingung.
Ekspresi wajah Nicholas mudah ditebak. Beberapa hari yang lalu, Nicholas mengabarinya soal penempatannya di Australia. Bisa dikatakan, itulah penempatan Luar Negeri pertama Nicholas dan mendapatkan jabatan yang bagus. Menarik jika ada dugaan Menlu sekarang berperan dalam menaruh Nicholas di Australia dan ada pengaruh dari ayahnya juga.
"Berhubung aku akan mendapat penempatan ke Australia," ucap Nicholas perlahan dan terputus. Menghela napas untuk menjeda ucapannya, "kamu mau ikut aku, enggak? Kita akan ketemu baby di sana akhir tahun nanti. Menurutmu gimana?"
Kini giliran pikiran Giandra yang terpaksa memproses lebih kompleks terkait dengan penempatan suaminya dan rencana kelahiran anaknya kelak. Akan tetapi, untuk Australia, Giandra tidak perlu menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempertimbangkannya. "Boleh!"
"Boleh?" Nicholas mencoba menyakinkan Giandra.
Giandra mengangguk yakin. "Aku sudah merencanakan banyak hal sebelum mengumumkan. Seharusnya tidak begitu sulit. Aku pernah tinggal lama di Australia dan aku masih PR."
Lelaki muda itu tersenyum manis. Tangannya terlihat mengusap punggung tangan istrinya dengan perlahan, kemudian ia menarik punggung tangan itu untuk dikecup oleh bibirnya. Ia tahu bahwa Giandra-nya selalu siap untuk banyak hal.
"My Dear," panggil Giandra yang membuyarkan tatapan Nicholas yang tak berkedip, "bagaimana kalau kamu kabarin ayah dan bunda? Bilang ayah bunda untuk mengosongkan jadwal mereka di akhir tahun dan pergi ke Australia."
Lelaki muda itu melirik aplikasi jam yang ada di ponselnya. Ia melihat jam lokal London, tempat orang tua Nicholas saat ini, dan menaikkan alisnya dengan yakin. "Mereka sedang menikmati sorenya di London." Nicholas berujar sembari menaruh ponselnya di nakas samping ranjang. Ia pun langsung mengubah posisinya untuk mendekap istrinya. "Ayo sini tidur."
Dengan perlahan, Giandra mengubah posisinya untuk didekap dalam tubuh Nicholas. Tangan lelaki itu langsung menarik selimut tebal untuk menyelimuti tubuh mereka berdua. Tak ketinggalan, Nicholas juga menepuk bahunya dengan lembut.
"Kamu melakukannya dengan baik. Sangat baik." Nicholas memuji dengan tatapan yang tak lepas dari iris cokelat milik Giandra. "Setelah ini, aku harap kamu lebih sering menyuruhku apa saja, ya."
Giandra tertawa lembut. Ia tahu bahwa Nicholas sudah meluangkan waktu untuk melakukan pekerjaan bebersih yang tidak bisa dijangkau oleh Mbak Yaya atau ART mamanya.
"Aku sudah menyuruhmu banyak hal yang seharusnya bisa aku lakukan sendiri. Sekarang aku hanya mengamati agar aku tahu progress-nya sampai di mana atau untuk mengetahui keputusan apa yang selanjutnya bisa aku ambil." Giandra menjawab dengan nada yang terasa ingin cepat terlelap. "Peluk aku."
Nicholas mengiyakan dan langsung mendekap Giandra dalam pelukan eratnya. Mengajaknya untuk terlelap bersama sebelum bertemu dengan weekdays.
✮⋆˙
"Bunda."
Saat Giandra masih terlelap dan berada dalam mimpinya, Nicholas terbangun dan langsung menghubungi orangtuanya. Tanpa menunggu lama, Ingrid langsung mengangkat telepon dari anak lelakinya itu.
"Ya, Nicholas?" tanya Ingrid setelah mendengar panggilan telepon dari Nicholas.
"Aku akan jadi ayah. Giandra hamil."
"Congratulations!" Ingrid langsung memberikan selamat melalui sambungan telepon. "Tunggu sebentar!"
Permintaan Nicholas untuk menunggu itulah memberikan jeda untuk Nicholas mendengarkan percakapan bernada antusias antara bunda dengan ayahnya yang terdengar sekilas. "Dear, Giandra hamil! Nicholas meneleponku untuk mengabari ini!"
"Akhirnya! Apakah masih tersambung?" tanya Remus dengan nada antusias.
"Ya. Kamu mau memberikan selamat?"
"Tentu. Berikan aku ponselmu." Remus berujar pada Ingrid dengan suara yang terdengar pada sambungan telepon."Hi Nicholas, ini Ayah. Selamat untukmu dan Giandra. Tolong perhatikan Gi untuk kita, ya. Perhatikan Gi lebih banyak dari biasanya."
Nicholas hanya mengiyakan dengan nada pelan.
"Ayah sungguh-sungguh."
"Iya, Ayah. Aku memperhatikan Giandra lebih banyak." Nicholas menegaskan perkataannya.
"Kalau kamu butuh—"
"Tidak," potong Nicholas dengan cepat sebelum ayahnya menyelesaikan ucapannya.
"Nicholas Wiradikarta," panggil Remus dengan penekanan dari sambungan telepon, "tentu saja kamu bertanggungjawab untuk kebutuhan hidup keluargamu, tetapi Giandra, putriku, bawa cucu pertama Ayah dan bunda, jadi kamu harus berikan Giandra yang terbaik. Ayah akan mengirimkan kalian uang saku lebih banyak dari biasanya."
"Jadi anak Ayah aku atau Giandra?" Nicholas bertanya sembari terkekeh.
"Mulai." Remus enggan untuk menanggapi celotehan anak lelakinya itu. "Kalian semua anak Ayah—Hanneli, kamu, Giandra, Sura, bahkan Fabian. Hanya saja yang sekarang hamil itu, 'kan, Giandra. Bukan kamu."
"Menarik." Nicholas menanggapi dengan singkat. Ia teringat dengan ucapan Giandra. "Hampir lupa! Kata anak Ayah, HPL-nya Desember akhir dan Giandra akan melahirkan di Australia."
"Thanks!" Remus merespon singkat dan menjeda sambungan telepon. Tampaknya Remus langsung memberitahu Ingrid. "Ingrid, Giandra akan melahirkan di Australia akhir tahun nanti."
"Canberra, Perth, Melbourne, or Sydney?" Kini Ingrid yang bertanya sembari menyebutkan kota dengan kantor perwakilan Indonesia di Australia.
"Melbourne."
THE END
Published on May 13, 2025
nas's notes:
1. untuk seumuran nicholas (sesuai timeline, 30), dia sudah mencapai jabatan fungsional diplomat muda (ahli muda) dan mulai ditugaskan di perwakilan ri. bisa jadi atase atau sekretaris dua/satu. apalagi nicholas sendiri anak menlu sebelumnya dan dekat sama menlu sekarang, makanya akses promosinya bisa lebih cepat
2. giandra bisa dapat visa former resident visa (subclass 151) karena lahir dan tinggal lama di australia, tetapi dia melepas wn australianya di usia legal. status pemegangnya setara dengan penduduk tetap australia, jadi bukan visa sementara. ada kemungkinan anaknya gi bakal jadi wn australia.
3. kedutaan besar republik indonesia untuk australia ada di canberra. kalau konsulat jenderal republik indonesia untuk australia ada di sydney, melbourne, dan perth.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top