71. Benevolence

nas's notes: selamat tahun baru 2025! semoga tahun ini menjadi berkat dan tahun yang baik untuk kita semua untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mencapai banyak hal yang luar biasa!! <33

akhirnya cerita ini mencapai 117k views, terima kasih banyak, dan semoga dimudahkan hingga cerita ini bertemu dengan pembaca baru.

terima kasih banyak untuk dukungannya selama aku menulis ti, dari awal hingga aku mencapai banyak hal yang baik. semoga kalian sehat selalu, ya.

ada kemungkinan juga kalau aku akan melakukan penulisan untuk menambah bonus part atau apapun itu. jadi aku izin kepada para pembaca untuk tag kalian jika aku berencana untuk update part bonus tersebut.

jangan lupa vomments. yang belum vomments part sebelumnya, tolong jangan lupa karena habis ini kalau ga nulis cerita baru ya hilang dulu. yang suka baca offline jangan lupa yaaa vomments. nyalain aja paket data kalian dan matikan lagi jika sudah vomments.

terima kasih banyak dan selamat membaca!!

.





.





.

Jakarta, Indonesia
End of August 2026

Giandra dan Nicholas ingin sekali menikah di salah satu gedung milik keluarganya Aqsad. Gedung dari konglomerasi yang berada di Setiabudi, Jakarta Pusat, terkenal sebagai venue eksklusif impian para calon pengantin. Orang yang memiliki uang yang terlalu banyak dan memiliki pekerjaan yang bagus memang bisa menikah di tempat tersebut, namun keluarga konglomerasi yang terkenal dengan usaha tembakaunya itu pasti melihat siapa saja pasangan yang berencana untuk menikah di sana.

Semua pasangan dan keluarga mereka akan berusaha hingga berdarah-darah untuk menyelenggarakan pernikahan di sana, tetapi semua keputusan kembali ke keluarga—terutama mama dari Aqsad Idris yang bertanggungjawab pada, salah satunya, properti milik perusahaan keluarga.

"Tentu saja kalian diperbolehkan untuk menikah di gedung ini karena mamaku selalu menyukai kalian berdua dan keluarga," ucap Aqsad pada Giandra saat dirinya menyempatkan waktunya untuk melihat venue bersama Giandra dan Nicholas.

Aqsad Idris sengaja mengambil waktu makan siangnya dengan menemani Nicholas dan Giandra berkeliling di gedung milik keluarganya. Meskipun firma hukum tempat Aqsad bekerja berada di kawasan Senayan, tetapi lelaki muda itu dengan senang hati mengatur janji temu dengan pasangan kesukaannya itu.

Iris cokelat muda milik Giandra masih terpesona dengan kaca yang terpasang pada seluruh langit ballroom dan lampu gantung. Sedari tadi ia juga melihat air mancur dan banyaknya tanaman pada ballroom mewah yang menjadi idaman para calon pengantin.

"Kamu bisa berikan harga sewa di angka berapa?" tanya Giandra pada Aqsad.

Aqsad sudah tahu bahwa Giandra akan mulai menanyakan harga—sebuah petanda bahwa Giandra serius untuk menyewa ballroom. "Sebenarnya mama membebaskan biaya untuk sewa gedung—hanya untukmu dan Mas Nicholas."

Mendengar jawaban Aqsad pada Giandra, Nicholas pun langsung mendenyit tak yakin. "Jangan begitu, Aqsad. Sewa gedung ini, 'kan, juga bisnis keluargamu. Kamu berjanji untuk memberikan kami harga yang bagus," ujar Nicholas.

"Ya itu, Kak, Mas. Kalian tidak perlu membayar biaya sewa." Aqsad melanjutkan negosiasi. "Keluarga kalian sudah lama mengenal keluargaku, apalagi mamaku. Mamaku senang sama Kak Gi dan Mas Nicholas karena, menurut beliau, kalian memberikan pengaruh positif untuk karierku."

Wanita muda itu tampak mengerti bahwa Aqsad berusaha untuk mengingatkan perbuatannya saat mengurus kasusnya Raka Purnomo. Aqsad dan Hamdi Hassan benar-benar bekerja keras, akan tetapi Giandra merasa bahwa ia hanya menghubungkan saja. Bahkan Raka Purnomo, Si Sumber Masalah, langsung mati sebelum sempat di sidang dan masuk penjara.

Sebenarnya ada untungnya juga karena Aqsad dan Hamdi mendapatkan sorotan yang pantas atas kerja keras mereka, dan secara mengejutkan, berbuat banyak sekali fakta tentang Raka Purnomo yang terkuak dan mengejutkan masyarakat Indonesia.

Meskipun begitu, bisnis tetaplah bisnis. Giandra dan Nicholas tak bisa membiarkan Aqsad untuk membebaskan segala biaya sewa dari ballroom yang akan mereka sewa untuk pernikahan nanti.

"Aqsad, kita sedang berbisnis di sini. Kalian perlu biaya untuk perawatan gedung. Kami tidak enak jika kami tidak membayar apapun." Giandra menegaskan ucapannya.

"Tidak, Kak, tidak perlu. Kita benar-benar ingin membantu." Aqsad membalas. "Kumohon, Kak, mamaku bisa menggantungku dengan kaki yang terikat di atas jika aku ketahuan menerima uang sewa dari kalian."

Giandra hanya tersenyum pasrah. Ia tak mampu lagi memaksa Aqsad untuk menerima uangnya. Nicholas juga melirik ke arah Giandra—seakan-akan memberikan sinyal agar tidak memaksa Aqsad.

"Baiklah, Aqsad, tetapi kita ingin berkunjung ke rumah dan bertemu dengan mamamu. Kita ingin berterimakasih pada mamamu secara langsung," ucap Nicholas.

"Aku akan mengaturnya dalam waktu dekat!" Aqsad merespon dengan perasaan senang. "Mamaku akan senang sekali bertemu dengan kalian berdua. Pasangan yang manis!"

Setelah mereka bertiga selesai berkeliling dan bernegosiasi, Nicholas dan Aqsad langsung kembali ke kantor masing-masing. Giandra mengantarkan calon suaminya kembali ke Pejambon dan berjanji untuk menjemputnya setelah jam kerja berakhir. Sembari membunuh waktu, Giandra memutuskan untuk pergi ke Plaza Indonesia untuk memperbaiki jam tangan Nicholas yang sempat rusak karena kecelakaan di awal bulan Agustus.

Sebelum sampai ke butik yang menjadi tujuannya, Giandra berhenti sejenak dan membuka ponselnya. Ternyata Nicholas mengirimkan pesan melalui WhatsApp.

Nicholas Wiradikarta:
Sayang, bagaimana jika pulangnya aku menyusul kamu ke PI dengan TJ? Jadi kamu tidak perlu kembali ke kantorku hanya untuk menjemputku saja.

Giandra Euphrasia:
Kakak tidak apa-apa, kah, jika menyusulku dengan TJ?

Nicholas Wiradikarta:
Tidak apa-apa, Bayiku. Kita makan di PI saja, ya.
Pulangnya kita beli froyo, ya.

Giandra Euphrasia:
Well noted!
See you, Dear!

Nicholas Wiradikarta:
See you, Sayang!

Sebelum memasuki salah satu butik Cartier, yang juga dapat memperbaiki jam tangan yang diproduksinya, Giandra menghentikan langkahnya sejenak. Ia melirik ke salah satu butik dan, tak sadar, iris cokelat muda milik wanita muda itu melihat seorang wanita berjalan dengan putrinya yang berusia lima tahun.

Wanita berusia akhir tiga puluhan tampak menggulung rambut hitamnya sembari menggandeng tangan putrinya, yang sudah lama ia nantikan, dan berjalan menuju pusat perbelanjaan mewah di Jakarta.

Anak berusia lima tahun itu hanya mengenakan terusan putih, cardigan biru tua, dan stocking warna senada. Rambut pendeknya dikuncir dua dengan pita berwarna hitam.

"Kenapa mom dan dad dikelilingi banyak orang baik?" tanya Giandra kecil sembari menggandeng tangan Kirana.

Kirana Hadiwiryono mengarahkan langkah kakinya sembari mengajak putrinya menuju tepi jalan, agar tidak menghalangi langkah pengunjung lain. Kemudian Kirana menyesuaikan dirinya, yang bertubuh tinggi, agar dapat memandangi wajah putrinya sebelum mulai mengobrol. Mata Kirana memandangi pipi Giandra kecil yang selalu merah dan, harus diakui, bahwa Kirana melihat mendiang adik kecilnya pada putrinya.

Terutama dari cara Giandra kecil menyampaikan pertanyaan acak kepada ia dan Hiram.

"My Love," panggil Kirana pada putrinya, "justru kita berusaha untuk menjadi orang baik—dad dan aku selalu berusaha untuk banyak membantu orang terdekat atau siapapun yang bisa kita bantu dan banyak berdoa untuk mereka juga. Tak hanya untuk kita sendiri, karena inilah yang bisa kita berikan sebagai contoh untukmu ... karena kita ingin kamu tumbuh sebagai orang yang baik, penuh cinta, dan berhati mulia ... maksudnya, dapat membantu orang lain. Tetapi, mom dan dad selalu berusaha untuk berbuat baik agar kelak kebaikan kami menjadi berkah untukmu."

"Meskipun ... nantinya ada orang yang jahat ke kamu ... jangan kamu balas dengan kejahatan juga. Lebih baik fokus ke perbuatan baik dan positif saja, ya." Kirana melanjutkan ucapannya. Tangan Kirana langsung mengusap pipi dan kening Giandra dengan lembut.

Mata Giandra kecil mulai menyadari mata mom berkaca-kaca dan, dengan spontan, Kirana langsung mengusapnya dengan jemarinya. "Mom tidak apa-apa?" tanya Giandra dengan suara kecilnya.

Mendengar Giandra menanyakan kondisinya, Kirana pun tersenyum lalu mencium tangan dan pipi putrinya sebelum kembali berjalan. "Mom tidak apa-apa, Sayang. Bahkan kamu menanyakan kondisi Mom juga termasuk perbuatan yang baik. Terima kasih sudah menanyakan aku, Baby."

"Setelah ini, apakah aku boleh main di lantai atas?" tanya Giandra sembari kembali menggandeng tangan mom dan berjalan bersama.

Wanita itu mengangguk dan tersenyum antusias. "Boleh, Sayang! Kamu boleh beli boneka atau buku juga sebelum kita kembali ke Melbourne besok."

Act of kindness. Giandra dewasa akhirnya teringat dengan pertanyaannya saat ia kecil kepada mom. Entah kenapa, tetapi Giandra merasa bahwa kejadian yang terjadi selama ia hidup merupakan hasil dari perbuatan baik yang ia lakukan dan juga apa yang orang tuanya lakukan selama mereka hidup.

Orang tuanya, Hiram dan Kirana, tak hanya mewarisi harta—bahkan banyak sekali harta untuk putri tunggal mereka, tetapi juga turut mewarisi banyak kebaikan dan, juga, hubungan baik dengan orang-orang yang mereka kenal dan bantu di masa lalu.

Akhirnya Giandra pun tersenyum sedikit dan memasuki butik mewah yang menjadi tempat tujuannya dengan mendorong pintu kaca.

THE END

Published on January 2, 2025

nas's notes: lega sih ceritanya selesai walau belum sampai ke epilog wkwkwk :"D

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top