69. Scharfes Messer
nas's notes: hi hiii semua!! berhubung sabtu aku ada trip (ternyata) jadi aku kejar update di jumat ini yaa. semoga bisa segera rampung di 2024 ini. btw terima kasih ya semua sudah mampir dan menyempatkan diri untuk vomments ke ceritaku. semoga kalian sehat selalu karena bzir mw nangis aja.
klian jgn lupa vomment cerita ini yes. kalo kalian nggak suka baca baca online krn ada iklannya, bisa juga yak baca offline tp vote dulu. kalau udah vote ye tinggal matikan aje paket datanya begitu yak. udh nyerah bgt nulis notes estetik toh syp yg baca?????
btw boleh jg sih ini cerita dipromosikan ke base x, sampai grup fb macam grup serikat pedagang cireng atau grup parenting lumba-lumba. asal di-spill dulu yak kalo ini cerita ada orgilnya. info aja nie.
terima kasih banyak dan selamat membaca. salam olahraga (udh yak kocaaaaak)
.
.
.
Jakarta, Indonesia
August 23, 2026
Keluarga Pradana tampak bersiap untuk makan malam keluarga di kediaman Menteng. Rayan, Alya, Akbar, dan Nilam tampak sudah bersiap dengan duduk di kursinya masing-masing. Sementara Andhika dan Kanista akan datang terlambat. Rayan Pradana, putra tengah, tak peduli karena ia datang ke kediaman pribadi keluarganya hanya untuk makan steak.
"Jadi Mas Rayan datang dari rumah Mama hanya untuk makan steak di sini?" tanya Nilam heran saat Rayan duduk bersebrangan dengan kursinya. "Mas Rayan sering sekali ke sini hanya untuk menyapa, makan, dan pulang. Sama seperti tamu-tamu Ayah."
Rayan tak ambil pusing dan langsung menaruh selembar kain pada bagian atas pahanya. "Terima kasih sudah memperhatikan, Nilam. Sarapan di rumah Giandra, makan siang di rumah Mama Frida, dan makan malam di rumah ayahku. Semua agendanya sama: menumpang makan."
Setelah menunggu selama sembilan menit, steak dengan kentang tumbuk dan asparagus pun disajikan oleh para pelayan kepada masing-masing anggota keluarga. Saat Si Sulung, Akbar Pradana, baru saja memotong daging steak medium well dan mencelupkan potongan daging pada saus jamur, Nilam pun mencoba untuk membuka percakapan.
"Aku ingin sekali melihat Raka masuk penjara." Nilam Pradana berujar sembari memotong steak dengan cepat. Membuat para saudara tertua melirik ke arahnya. "Setelah semua perbuatannya dia terhadap banyak orang, bahkan aku, sepertinya kurungan pun takkan cukup!"
Akbar mengangguk setuju saat ia sedang mengunyah potongan kecil dari steak-nya. "Bahkan dia juga membunuh istrinya setelah menguasai hartanya. Betapa mengerikannya setelah tahu dia juga mencoba untuk mendekati Giandra—aku takut Giandra akan bernasib sama, mengingat sepupu kita itu jauh lebih kaya daripada kita semua."
"Akan lebih baik jika dia mati dangan cara yang sangat keji," sambar Nilam yang kemudian disusul dengan menusukkan garpu pada steak dan memotongnya dengan pisau. Ia langsung menyantap potongan daging yang dimasak begitu empuk.
Rayan pun mendengarkan dan hanya memakan kentang tumbuk dengan santai. Ia melirik pada adiknya yang merengut kesal. "Jangan begitu, Nilam. Kita kerap menyambut dia dengan hangat di rumah ini—walaupun kita tidak tahu ternyata dia menusuk kita semua."
"Kukira kamu akan membelanya, ternyata tidak," ucap Alya dengan pelan, "bahkan saat ini polisi sudah melakukan pencarian terhadap Raka. Ia sudah menimbulkan banyak kekacauan dan yang bisa ditemukan pada kediamannya hanyalah darah yang begitu banyak."
"Apakah dia habis membunuh seseorang?" tanya Nilam penasaran.
"Tampaknya, sih, begitu. Darahnya juga berhenti di kamarnya Raka, yang berarti, Raka sempat memindahkan mayat tersebut ke dalam kantung dan membawa mayat tersebut pergi." Alya bercerita sembari memotong daging steak yang berada dihadapannya. "Dari cipratan darahnya, terlihat seperti pembunuhan menggunakan pisau."
Akbar memandangi istrinya dengan perasaan takut dan Rayan menghela nafas. "Mba Alya, yang benar saja ... kita sedang makan steak!" keluh Rayan sembari menaruh kembali pisau dan garpunya di atas piring.
"Kita sedang makan steak dan Mba malah membahas ... ah, sudahlah." Rayan melanjutkan ucapannya dan meminum air.
Setelah Rayan menaruh kembali gelasnya, Andhika dan Kanista pun datang bersama di ruang makan. Pasangan nomor wahid di Indonesia pun langsung menyiapkan diri dengan duduk di kursinya masing-masing. Pelayan langsung menyiapkan makan malam untuk Andhika dan Kanista dengan sigap.
"Wah, menunya menarik sekali—steak!" Andhika berujar dengan antusias. Tangannya langsung mengambil pisau dan memotong steak dengan cepat.
"Enak, Yah?" tanya Rayan sembari memegang pisau dan garpu untuk kembali menyantap makan malamnya. Ia berusaha untuk terlihat santai setelah Alya menceritakan hal yang menyeramkan sembari makan steak.
Andhika mengangguk puas. "Enak sekali." Pemilik rumah tampak memuji dan kembali memotong daging dengan cepat. "Menarik sekali kita menyantap wagyu A5 untuk makan malam. Siapa yang menginisiasi menu ini?" Andhika melan
"Mas Akbar, Yah. Ia menemukan penjual yang memberikan wagyu A5 dengan kualitas bagus," Nilam merespon pertanyaan ayahnya. Sementara Kanista tampak diam dan memilih untuk memakan daging steak-nya.
Melihat Andhika yang tampak antusias saat menyantap makan malamnya, anggota keluarga yang turut ikut makan malam pun langsung kembali memakan daging yang tersaji di piring. Selang beberapa menit setelah Andhika menghabiskan makan malamnya, seorang ajudan tampak mendekat kepada Andhika dan berbisik di dekat telingatnya.
Mendengar berita dari ajudan yang membuatnya terkejut, Andhika langsung berpamitan dan pergi ke ruang kerjanya sendirian. Kanista menoleh bingung dan memilih untuk membuka ponselnya. Akan tetapi, Kanista harus beranjak lebih awal dari makan malamnya untuk berlari menjauhi ruang makan.
Ayah dan ibu tirinya pergi dari ruang makan sebelum pelayan menyajikan makanan pencuci mulut. Dibandingkan mencari tahu apa yang terjadi, Rayan pun memilih untuk menyantap tiramisu yang tersaji dingin oleh salah seorang pelayan muda.
Saat Rayan mengambil sesendok tiramisu, ia merasakan krim dingin, ladyfinger yang dicelupkan ke dalam espresso, dan bubuk cokelat yang berpadu dalam mulutnya. Ia tampak asik menyantap hidangan pencuci mulutnya dibandingkan para saudara yang memperlihatakan raut wajah terkejut. Akbar, Alya, dan Nilam terlihat asik mengerubungi dan memandangi layar ponsel yang sengaja diterangkan.
Nilam pun mendongak dan melihat Rayan. Sementara lelaki muda itu hanya mendenyit heran dan meletakkan sendok kecil dari jemarinya. Bibirnya tampak memberikan gerak gerik mengucap: ada apa?
"Mas, masa Raka Purnomo meninggal."
.
.
.
Nicholas tampak terampil menggunakan pisau. Ia memang bisa memasak, akan tetapi, ia menggunakan keahliannya itu hanya untuk mengupas mangga dan apel untuk Giandra. Ia juga menambahkan nanas, stroberi, dan bluberi yang masih tersisa di kulkas. Mereka berdua hanya duduk depan televisi dan sepakat untuk menonton berita yang disiarkan oleh kantor berita luar negeri.
"Terima kasih, Love," ucap Giandra saat menerima sepiring berisi buah potong dari Nicholas dari tangan kanannya. Ia menaruh piring tersebut dan mengganti kanal utnuk mencari siaran berita yang diinginkan dengan remot.
Sayangnya, jemari Giandra tampak terhenti menekan tombol dari remot. Matanya fokus dengan berita nasional yang disiarkan oleh salah satu kantor berita swasta Indonesia. Pembawa berita wanita tampak membahas berita kriminal dengan tajuk:
Mayat Misterius Proyek Pembangunan MRT Jakarta
"Ditemukan mayat seorang laki-laki dalam konstruksi pembangunan MRT Jakarta. Mayat yang diperkirakan berusia empat puluhan itu berada dalam lapisan semen yang mengering dan ditemukan oleh seorang karyawan yang melihat kaki terbungkus plastik. Karyawan langsung menghubungi polisi, begitu ia melihat mayat di lokasi kejadian." Pembawa berita menarasikan isi berita dengan rekaman dari lokasi kejadian.
"Saya menemukan mayat tersebut di pagi hari. Tepat sebelum saya bekerja. Tak banyak yang menyadari, namun saat saya mengatakan bahwa di lokasi proyek ada mayat, semua langsung terkejut dan penasaran," ucar seorang pria yang diyakini sebagai penemu mayat di lokasi proyek pembangunan MRT Jakarta.
Giandra mendenyitkan dahi. Ia mengambil potongan buah dengan garpunya dan memakan dengan perlahan. Mulutnya merasakan buah yang begitu manis. Nicholas memutuskan untuk ikut menyimak dan tak mengganti tayangan.
"Setelah proses evakuasi yang memakan enam jam dan dilakukan secara hati-hati, mayat tersebut dibawa menuju rumah sakit setempat untuk keperluan otopsi. Sementara penyidikan forensik dilakukan di TKP untuk mencari bukti lebih lanjut. Untuk sementara, lokasi proyek pembangunan MRT Jakarta ditutup hingga perkembangan selanjutnya untuk kasus ini." Lanjut Sang Pembawa Berita dari layar kaca.
"Tampaknya proses evakuasinya membutuhkan waktu lama karena mayatnya berada dalam semen basah saat malam, lalu paginya, semen tersebut mengering." Nicholas menambahkan dan membuat Giandra mengangguk.
"Hanya saja ini gila. Seolah-olah pembunuh ingin menjadikan lokasi proyek sebagai tempat menaruh tumbal. Aku rasa pemilihan pelakunya dapat dipersempit karena, menurutku, tidak semua orang memiliki akses untuk ke lokasi proyek MRT," sahut Giandra heran dan matanya tetap memandangi layar televisi yang menampilkan iklan kitchen set.
"Coba kita tonton berita dari kanal Timur Tengah." Nicholas mengalihkan.
Giandra pun mengangguk setuju. "Boleh saja."
Sebelum Giandra meraih remot yang berada di sebelah piring berisi buah potong. Layar ponsel milik Giandra menyala dan menampilkan notifikasi pesan dari Rayan.
WhatsApp
Rayan Pradana
Gi, masa Raka Purnomo meninggal.
Giandra Euphrasia
Bagaimana bisa dia mati?
Rayan Pradana
Percaya tidak percaya, mayatnya ada di dalam coran semen yang mengering. Bahkan mayatnya berada di proyek pembangunan MRT Jakarta.
Giandra Euphrasia
Loh, aku baru nonton beritanya dan belum ada berita soal identitasnya.
Rayan Pradana
Percayalah, beberapa menit lagi, beritanya akan ditayangkan di TV Nasional dan mengejutkan semua orang.
Pesan Rayan tampak masuk akal. Giandra penasaran dan memutuskan untuk tidak mengganti siaran berita. "Sayang, kurasa kita harus menunggu berita menarik."
Nicholas hanya menganggukkan kepala dan menunggu sembari menonton iklan layanan streaming musik. Sebelum sempat mengganti iklan, kanal tersebut langsung menayangkan segmen breaking news.
"Identitas dari mayat misterius yang ditemukan di proyek pembangunan MRT Jakarta adalah Raka Purnomo, Eks-Wamenparekraf dan cucu dari presiden kedua Republik Indonesia. Ditemukan beberapa luka tusukan yang berada di dada dan perut. Ditambah dengan hasil uji lab yang menampilkan pemakaian narkoba yang belum lama. Setelah rilis dari tim forensik, kediaman Keluarga Purnomo yang berada di Jakarta Pusat tampak ramai dengan kunjungan dari keluarga, para sahabat, pejabat, dan awak media."
Mendengar berita yang disampaikan melalui breaking news secara tiba-tiba, Giandra dan Nicholas pun terdiam. Sudah lama mereka menantikan kematian Raka tanpa harus menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri.
TBC
Published on December 27, 2024
nas's notes: aku mengejar update guys supaya bisa closingan. semangat!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top