64. Ring
nas's notes: akhirnya cerita ini sudah masuk 110k views dan 8k votes! terima kasih banyak semuanya yang sudah menyempatkan untuk baca dan memberikan dukungannya untuk cerita ini. maaf akhir-akhir ini aku slow update.
Jangan lupa vomments yaa dan boleh juga dipromosikan kalau kalian suka. kalau emang ngga biasa baca online, bisa kok baca offline. yang penting vote dulu sebelum matikan kuotanya. boleh juga yaa ngobrol sama aku di twitter @ gemeinschweft atau tellonym yang bisa anonim. jangan sampai kalian ada unek-unek apa soal cerita ini atau aku, tapi kalian pendem gitu :(
terima kasih banyak semuanya dan selamat membaca!
.
.
.
Munich, Germany
August 8th, 2026
Saat Giandra sampai di LMU Klinikum, ia merogoh ponselnya dari tas dan terpikir untuk menghubungi Nicholas. Ia melirik jam dari layar ponselnya yang menunjukkan pukul empat sore. Ia terpikir bahwa di Jakarta sudah larut dan Nicholas sudah tertidur.
"Tak salahnya aku mencoba lebih dulu," ucap Giandra pada dirinya sendiri sembari mengetik pesan melalui WhatsApp, "seharusnya ia sudah tertidur. Lihat saja."
Meskipun Nicholas tidak keberatan jika Giandra langsung meneleponnya, akan tetapi, Ia khawatir jika teleponnya menganggu waktu istirahat Nicholas. Jemari Giandra langsung mengetik dengan cepat.
Giandra Euphrasia:
Nicholas Wiradikarta.
Apa kamu belum tidur?
Aku ingin menghubungimu.
Apakah boleh aku meneleponmu sekarang?
Tak butuh waktu lama, Giandra langsung mendapatkan panggilan masuk dari Nicholas yang berhasil menggetarkan ponselnya. Tak sabar, Giandra langsung mengangkat panggilan tersebut dan mendengar suara lelaki yang langsung menyapanya dengan hangat.
Percakapan telepon pukul 4 sore waktu Munich dan 10 malam waktu Jakarta antara Giandra Euphrasia dengan Nicholas Wiradikarta.
NW: Baby, kenapa kamu memanggilku dengan nama lengkapku?
GE: Itu memang namamu. Apakah itu masalah?
NW: Masalaaaaah, Sayangku. Karena kamu hanya boleh memanggilku dengan Sayang, Dear, Liebling, Love, dan Liefje. Nicky is still acceptable, but Nicholas Wiradikarta ... no.
GE: Do I know you?
NW: Noooooo. Kita baru berpisah berapa hari.
GE: Aku bercanda. Iyaaa Sayangku. Semenjak kecelakaan, sepertinya kamu sudah jauh lebih manis, ya?
NW: Tentu saja. Serta sangat merindukanmu.
NW: Pasti kamu menanyakan aku karena kamu kangen sama aku, 'kan?
GE: Benar sekali. Sekarang kamu sama siapa?
NW: Sendirian. Bunda di rumah dan Ayah menelepon di luar.
GE: Ada yang ingin aku tanyakan.
NW: Silahkan, Sayangku.
GE: Menurutmu, apakah aku bisa melewatinya?
NW: Operasimu?
GE: Uhuh. Besok aku operasi.
NW: Akhirnya!!
NW: Aku yakin kamu bisa melewatinya!!
GE: Sebenarnya, aku sedikit takut.
NW: Takut kenapa, My Dear?
GE: Setelah operasi, jika aku membutuhkan waktu lebih lama untuk memiliki anak atau, worst case, tidak bisa memiliki anak, apakah itu akan menjadi masalah untukmu?
NW: Aku tidak masalah jika kita mendapatkan anak lebih lama atau tidak sama sekali. Maaf, tetapi sebelum menjawab, bahkan kamu menanyakan, aku sudah baca beberapa jurnal atau informasi soal side effects dari operasimu.
GE: Wait ... you did?
NW: I did. Dari situlah aku berpikir bahwa aku ingin kamu operasi supaya kamu sehat dan tidak sakit lagi di masa depan—untuk memperpanjang usia hidupmu juga. Jadi aku berharap semoga operasimu lancar untuk dirimu sendiri juga, bukan untukku.
GE: Alright, you are so thoughtful about thinking of my conditions. How about ....
NW: It's okay, My Dear. I know.
NW: You still think about the possibility of having a child? Are you worried about that?
GE: Uhuh.
NW: Liebchen, I love you. Kamu tidak harus melakukan apapun yang dilakukan oleh para istri di luar sana. Aku akan menjagamu, merawatmu, dan memberikanmu banyaaaaak sekali cinta.
NW: Tidak apa-apa jika kita tidak menjadi orang tua—kita, 'kan, suami istri ... nantinya ... tetapi jika kita mendapatkan kesempatan untuk menjadi orang tua, itu amanah. They choose us to be their parents.
NW: Logically, yes I can't choose who's my dad, my mother, my family, or which city I choose to born. But, I know Allah asks the baby, the same question before they are born to the dunia. Of course with the right timing for the parents to meet their children.
GE: You're right. Thank you for being wise and understanding. I'm happy to talk with you before I get my surgery. I love you, Liefje.
NW: Thank you for sharing your thoughts, Baby. I can't wait for your return home—I want to cuddle and hum a lullaby for you.
GE: That's sweet. I want to hear your lullaby.
NW: Believe me, it's good. I can read a book for you.
GE: Oh, please. You need time to finish a book.
NW: Yeah, even I had a lot of books in my bedroom covered in plastic wrap.
GE: Then you need me to read all of them before we sleep. Can I?
NW: Yes you can, My Love.
NW: I think we should marry.
GE: Yeah, we should marry after the whole hospitalization thing. Please wait for me.
NW: Yes, I'll wait for you. Please come back to me.
GE: I Will.
GE: Ngomong-ngomong, bagaimana kondisimu?
NW: Aku baik-baik saja, namun aku harus ikut terapi.
NW: Bisa jadi nanti aku akan memintamu untuk tidak memeluk leherku hingga kondisiku membaik.
GE: Tidak apa-apa! Aku akan menunggu, Liefje.
NW: Justru aku yang tidak bisa menunggu. Kamu boleh peluk perutku, kok.
GE: Awww. Apakah kamu makan dengan baik?
NW: Yuuuup. Aku mencoba untuk makan lebih banyak.
GE: Baguslah.
NW: Anyway, aku harus tidur. Ayah sudah melihatku belum tidur dan besok aku akan pulang. Tadi sore dokter mengunjungiku dan mengatakan kalau aku sudah boleh pulang. Aku bisa rawat jalan setelah ini!
GE: Akhirnya! Kenapa kamu baru memberitahuku?!
NW: Astaga Sayangku. Setidaknya aku sudah memberitahumu. Ini kejutan!
GE: Iyaaaa Sayang. Take rest, ya! Good night.
NW: Have a great rest, Baby. Bye!
TBC
Published on December 22, 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top