63. Walking Papers
nas's notes: hii akhirnya aku update di part yang sesuai sama nomornya george russell!! (bismillah george wdc). terus juga akhirnya cerita ini achieve 109k views!! terima kasih banyaaaak <33
btw maaf bgt aku baru sempat update. bahkan aku draft ini pagi-pagi buta. hiks.
btw ini kocak bgt wkwkwk jadi jumat (13/12/2024) kan ceritaku ini sempat rank 1 untuk tagar oldmoney, ya. cuman sabtu (14/12/2024) langsung kesandung lagi ke belasan wkwkwkwk. aku diberikan kebahagiaan dalam waktu singkat, tapi untungnya aku sempat mendokumentasikan dan drop ke base untuk promosi tiap jumat wkwkwkwkwk. bersyukur banget, jadi semoga bisa naik lagi yaaa!
jangan lupa vomments. untuk yang belum pernah vomments di part-part sebelumnya, boleh vomments lagi yaaa. kalau suka baca offline, boleh nyalakan dulu paket datanya, vote, terus matikan lagi.
semoga kalian yang vomment ceritaku sehat selalu, yang silent reader mager komen juga sehat selalu, aku juga sehat selalu (cape bgt tapi harus tetap semangat).
terima kasih banyak dan selamat membaca!
.
.
.
Jakarta, Indonesia
August 6th, 2026
05:13 WIB
"Apa-apaan kamu?!" bentak Nilam saat melihat Raka memasuki kediamannya secara paksa.
Pagi itu, Raka sengaja datang ke rumah Nilam. Nilam, yang terbangun karena kedatangan Raka, tampak tak dapat bersiap hingga menampilkan wajahnya yang masih mengantuk.
Mata Raka pun langsung menatap Nilam dengan dalam dan menyentuh bahunya dengan paksa. "Beritahu aku di mana Giandra?!"
"Aku tidak tahu!" tegas Nilam tanpa merasa takut.
"Kau, 'kan, sepupunya?!"
"TAPI AKU TIDAK TAHU, SIALAN!" Lagi-lagi Nilam harus meninggikan suaranya untuk membuat Raka terdiam.
"Giandra lebih dekat dengan Mas Rayan, akan tetapi, Mas Rayan pastinya tidak tahu. Ia lebih sibuk belajar." Nilam mulai angkat bicara saat menyadari keheningan yang ada pada dirinya dan Raka. "Tanyakan saja pada Keluarga Wiradikarta, terutama Nicholas—dia baru sadar."
05:41 WIB
Tak mendapatkan banyak informasi dari Nilam, Raka langsung pergi menuju rumah sakit tempat Nicholas dirawat. Sebelum ia mencapai kamar rawat, telinga Raka langsung menangkap suara dua orang pria yang sedang berbincang dari lorong.
"Firma hukumku bisa membantumu untuk menuntut pelaku."
Raka mencoba untuk melihat siapa pria yang berbincang itu dan ternyata ia melihat sosok Marco Hassan dan Remus Wiradikarta.
"Tak perlu, Marco, kamu dan Rania sudah baik membantu kami untuk menemukan pelaku." Remus merespon tawaran dari Marco dengan sopan. "Asuransi sudah membayar tagihan rumah sakit Nicky, jadi aku tak ingin menuntut apa-apa lagi."
Marco mengangguk mengerti. "Setidaknya kamu bisa penjarakan dia."
"Tak perlu. Lagipula kasus anakku itu membuat nilai dia di masyarakat jadi anjlok sekali."
Berani-beraninya mereka merujukku dengan sebutan pelaku dan orang itu? Raka membatin dengan perasaan jengkel.
05:47 WIB
Akhirnya Raka masuk ke kamar rawat yang ditempati oleh Nicholas. Lelaki, yang sebelumnya, masih tertidur pun langsung terbangun saat mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa. Tangan Raka langsung mencengkram erat kerah piyama pasien.
"Bangun!" bentak Raka yang langsung membangunkan Nicholas dengan paksa.
Nicholas yang terbangun pun langsung menyadari bahwa sosok Raka Purnomo telah mendatanginya. "Apa lagi?"
Iris hijau kebiruan milik Nicholas tampak memandangi Raka dengan penuh penilaian. Raka tetap terlihat rapi—meskipun sudah dihajar hingga beberapa bagian wajah dan tubuhnya menjadi lebam. Nicholas pun membatin. Tampaknya bukan seperti Raka yang biasanya, akan tetapi, akhirnya aku bisa melihat Wakil Menteri yang diperlakukan seperti manusia-manusia lainnya yang hidup di negara ini.
"Di mana Giandra?!"
Nicholas hanya menghela nafas dan menatap Raka dengan dalam. Lama kelamaan, Raka merasa bahwa Nicholas sedang menatapnya dengan perasaan menghina. Nicholas ini menatapku seperti kriminal. Aku benar-benar SUDAH CUKUP dengan perlakuan yang kudapat dari ayahku sendiri, Pak Andhika, dan masyarakat satu Indonesia. Semua kesialan bertubi-tubi ini membuatku frustasi.
"Aku tahu di mana Giandra, tetapi aku tidak akan memberitahukan keberadaan calon istriku."
Tangan Raka mencoba mencengkram kerah piyama yang dipakai Nicholas dengan erat dan membuat Nicholas agak sesak. "BERITAHU AKU?!"
"Tidak!" Nicholas berujar dengan tegas, meskipun Raka sudah mencengkram kerah piyamanya. "Aku tidak akan ... memberitahumu di mana keberadaan calon istriku ... padamu. Pasti kamu akan melukainya ...."
"AKU TIDAK AKAN MELUKAINYA!" bentak Raka sembari menarik Nicholas dan membuatnya terjatuh.
"GILA KAMU. BAHKAN KAMU MENABRAKKU!" Nicholas tak mau kalah. Ia juga melawan ucapan Raka dan berusaha untuk berdiri dari lantai. "AKU TIDAK AKAN MEMPERCAYAI CALON ISTRIKU PADAMU."
"Giandra adalah calon istriku."
"Silahkan berkhayal sesukamu. Aku tidak akan membiarkan Giandra berakhir seperti istri pertamamu!" balas Nicholas dengan nada tegas dan berusaha untuk meraih Raka, namun ia kembali terjatuh di lantai ruang rawat.
Melihat Nicholas terjatuh lagi, Raka tersenyum puas. Tangannya tampak meraih pipi Nicholas dan berusaha untuk mengancam. "Sekarang kamu tahu, 'kan?! Seharusnya aku membuatmu mati seperti dia."
"MASIH BERANI JUGA KAMU UNTUK KE SINI?"
Sialan itu Andhika. Raka membatin dan melotot saat melihat sosok Andhika Pradana keluar dari kamar mandi. "Pak Presiden."
"Akhirnya kamu ke sini juga." Andhika berujar dengan nada menyindir. "Sayangnya, kamu tidak perlu memberikan pembelaan apapun karena aku sudah mendengar semuanya."
05:50 WIB
Remus dan Marco kembali bersama Rania, yang juga berniat untuk menjenguk lebih pagi. Sayangnya, mereka bertiga langsung melihat pemandangan penuh tekanan antara Andhika, Raka, dan Nicholas. Rania pun langsung berjalan cepat mendekati Nicholas.
"Nicky, are you alright?" tanya Rania dengan perasaan spontan.
Nicholas menganggukkan kepalanya sembari berusaha berdiri dengan bantuan dari ayahnya dan Marco. "Yeah. Thank you Aunty Rania for asking."
Kali ini, Andhika menatap Raka. Pria itu mencoba mengingatkan Raka dengan pembicaraan mereka di kediaman pribadinya. "Akan kuberikan kau kesempatan sekali lagi dan aku anggap ini selesai."
Tentu saja Raka ingat dengan maksud Andhika—agar Raka memohon maaf dan pengampunan dari Keluarga Wiradikarta secara tulus. Hanya saja, Raka terlanjur berpikir bahwa Andhika berusaha untuk membuatnya berlutut. Mendengar ucapan Andhika, Raka hanya tersenyum mengejek. "Tidak mau! Aku tidak akan mau!"
Ruangan pun hening. Mereka semua menatap dan berusaha untuk mendengarkan Raka dengan perasaan kesal.
"Apa kata dunia jika Presiden dan pejabatnya terlalu fokus mengurusi kecelakaan seorang diplomat? Bahkan kalian ini sampai menjenguk di pagi hari? Haruskah seperti itu? Tampaknya seperti ada sesuatu." ejek Raka sembari melipat kedua tangannya.
"Muncung kau itu dijaga! Jangan bikin fitnah yang mengada-ada!" Marco menyahut.
"Terserah! Akan aku beberkan kalau Pak Presiden bisa naik ke puncak juga karena keluargaku!" Raka menegaskan ucapannya. "Akan aku beberkan semuanya! Akan aku beberkan juga soal istrimu, Ibu Negara, yang bermasalah, anakmu yang berzina, hingga hutangmu dengan Giandra!"
Ucapan Raka membuat Andhika tersinggung. Andhika melirik ke arah Raka, namun ia tak bisa menghajar lelaki itu seperti sebelumnya. Akan tetapi, Andhika langsung melangkah lalu melayangkan tinjunya berkali-kali pada wajah dan tubuh Raka.
Marco dan Rania tampak terkejut dengan apa yang baru saja mereka lihat. Remus berbisik pada Nicholas, "apapun yang kamu lihat sekarang, jangan beritahu siapapun."
Puas menghajar Raka hingga lebam dan tak sanggup untuk berdiri, Andhika langsung duduk di salah satu kursi kayu untuk menghubungi seseorang melalui telepon. Ia membiarkan panggilan tersambung dengan pengeras suara.
"Mulai hari ini, Raka Purnomo dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tolong proses SK pemberhentian dan langsung proses pelantikan wamen baru," ucap Andhika melalui sambungan telepon sembari menatap Raka.
Mendengar sambungan telepon antara Andhika dengan Sekretaris Kabinet, Raka langsung berteriak, "LAKUKAN! AKU DAN KELUARGAKU AKAN TETAP BERADA DI ATAS! DASAR MANUSIA RENDAHANNNN!!!!"
"KALIAN SEMUA BANGSAT! BAJINGAN!!! AKAN AKU BALAS KALIAN SEMUA!!!!!" teriak Raka bak orang dewasa yang mulai tantrum. "NICHOLAS, KITA BELUM SELESAI!!!!"
Kesal, Rania Airlangga-Hassan pun langsung menghampiri Raka dan melayangkan tangan untuk menampar lelaki itu. "Sadarlah! Kau itu sudah dipecat!! Berhenti berteriak atau aku tampar lagi wajah jelekmu itu!!"
Raka tak membalas apapun setelah Rania menamparnya dan langsung kabur begitu saja.
TBC
Published on December 20, 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top