57. License Number

nas's notes: hi hi semua! akhinya aku update lagi!

jangan lupa vomments dan juga kalau kalian suka baca offline, bisa dinyalakan terus vote dan matikan lagi datanya, ya. boleh juga dipromosikan ke base jika kalian suka dengan cerita ini.

karena sebentar lagi cerita ini akan selesai, boleh di follow ya wp dan twt/x aku supaya kalian bisa mendapat update atau informasi langsung dari aku :")

terima kasih banyak dan selamat membaca!

.


.


.

Jakarta, Indonesia
August 2nd, 2026

Dokter mengatakan bahwa Nicholas mengalami trauma kepala ringan, cedera leher, dan memar pada beberapa bagian tubuh. Saat Remus mendengarkan semua penjelasan dari dokter yang menangani anak laki-lakinya, ia berusaha menanggapi dengan tenang. Bahkan turut menanyakan apa yang bisa ia lakukan sembari menunggu Nicholas sadar. Saran yang didapat dari Dokter hanya memantau pasien dengan ketat seperti melihat tanda-tanda vital dan melaporkan perubahan dalam status kesadaran.

"Sudah dipastikan bahwa pasien tidak mengalami cedera pada organ dalam—mengingat pasien mengalami kecelakaan saat hujan. Saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika ada perubahaan dalam pernafasan."

Beberapa menit setelah dokter meninggalkan ruang rawat inap, tampak sudah beberapa kali Remus membatin dengan perasaan syukur. Ia melihat anak lelakinya tidak mengalami hal yang terburuk. Kecelakaan yang terjadi saat tiba-tiba akan memberikan Nicholas jeda sementara dari pekerjaan yang terlalu banyak dengan berisitriahat. Sebelum Andrew pergi, Andrew telah menitipkan beberapa barang priabdi Nicholas kepada Remus. Ia melihat dompet kulit dari Bally milik Nicholas yang terlihat sudah lama terpakai—sangatlah koyak untuk menyimpan beberapa kartu dan uang tunai. Remus tak tertarik untuk mengintip isinya, namun ia melihat foto polaroid yang terjatuh dari dompet.

Astaghfirullah Nicholas, dompet ini benar-benar rusak hingga fotonya terjatuh. Dia bekerja keras, namun tak mengganti dompetnya. Remus membatin saat merunduk dan mengambil polaroid tersebut dari lantai.

Jika dilihat dari pose yang menunjukkan cincin berlian, foto tersebut diambil saat pertunangan Nicholas dan Giandra. Foto yang diambil dari pinggang menunjukkan bahwa mereka berdua tersenyum dengan pancaran kebahagiaan dari mata mereka yang terlihat bersinar. Remus tersenyum secara spontan dan menyelipkan kembali polaroid tersebut pada dompet Nicholas.

Sekarang ia melihat jam tangan dengan kulit berwarna hitam yang merupakan serial Tank dari Cartier. Pemberian Giandra yang Nicholas ceritakan melalui telepon. Kini kaca dari arloji tersebut retak dan Remus membiarkan anak lelakinya pergi sendiri ke butik atau toko reparasi jam jika kondisinya sudah membaik.

Kini Remus melirik ponselnya yang menunjukkan pukul delapan malam waktu Jakarta dan tidak ada notifikasi apapun. Sekarang ia memandangi wajah Nicholas dengan beberapa luka memar. Sudah sedari tadi Remus memikirkan siapa orang yang dengan tega menabrak anak lelakinya dan kabur tanpa pertanggungjawaban.

Polisi pun mengatakan bahwa mereka akan membuka penyelidikan. Bahkan sudah ada beberapa saksi yang mengatakan bahwa mobil yang menabrak adalah mobil sedan dengan plat merah dengan awalan RI dan angka dua digit. Saksi yang mengetahuinya tidak mmemberitahu nomor plat karena kendaraan berjalan dengan cepat serta masyarakat yang tak familiar dengan nomor plat merah.

Nomor plat pada kendaraan dinas pemerintahan menandakan pentingnya peran dari orang yang menempati kendaraan tersebut. Presiden Andhika Pradana mendapatkan plat mobil RI 1—sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Andhika memang disebut sebagai RI 1. Saat Remus masih menjadi Menteri Luar Negeri, ia mendapatkan mobil dinas dengan plat nomor R1 22.

Beruntungnya, di tempat kejadian, ada CCTV aktif yang terpasang di lampu merah dan beberapa gedung dari perusahaan besar Indonesia atau gedung yang disewa oleh perusahaan internasional. Akan tetapi, lokasi kejadian juga berdekatan dengan gedung Admiral Blue yang menaruh kamera pengawas di luar gedung. Polisi memang menjanjikan Remus untuk memeriksa CCTV di lampu merah, namun Remus terpikir untuk menghubungi Rania Airlangga-Hassan, teman karibnya di Admiral Blue, agar dapat memberikan Remus akses ke kamera pengawas tersebut.

"Rania hai!"

"Hai Remus! I feel sorry for Nicky. Aku harap kondisinya segera membaik," ucap Rania dari sambungan telepon dan menyadari ada jeda dari sambungan Remus, "uh, kejadiannya persis depan kantorku. Kau tahu, zebra cross depan kantorku yang terhubung dengan stasiun dan halte busway itu."

"Ah, aku tahu. Begini, aku menelponmu hanya untuk meminta akses ke rekaman kamera pengawas itu. Rania, apakah kamu bisa membantuku?"

"Sebelum kamu mengatakannya, aku sudah menyiapkannya untukmu. Aku dan Marco sedang berjalan menuju rumah sakit untuk melihat Nicky." Rania membalas dari sambungan telepon.

"Terima kasih!"

Begitu Rania dan suaminya, Marco Hassan, sampai di rumah sakit, mereka bertemu dengan Remus yang sedari tadi belum beranjak dari ruang rawat inap. Rania membawakan makanan yang dapat dihabiskan dengan cepat seperti roti dan caesar salad untuk Remus.

"Di mana Ingrid? Juga putri bungsumu?" tanya Rania heran begitu ia dan Marco telah menyapa Remus. Begitu ia datang, ia tidak melihat satupun orang dari Keluarga Wiradikarta yang menunggu di rumah sakit.

"Ingrid sedang berada di London saat mendapat kabar dariku dan saat ini berada di perjalanan menuju ke Jakarta. Bahkan, saat aku di Singapura, aku mendapat informasi soal kecelakaan Nicky dari Andrew, anaknya Tom Kusuma, yang dijadikan kontak darurat oleh Nicky—karena saat kejadian, hanya Andrew yang berada di Jakarta."

Rania menganggukkan kepalanya dan berasumsi dengan cepat kalau putri bungsu Remus juga tidak ada di Jakarta saat kejadian. "Berarti Sura juga tidak ada di Jakarta?"

"Saat ini Sura berada di Jerman bersama Giandra," jawab Remus dengan nada perlahan.

"Astaghfirullah, aku baru ingat Giandra. Apakah Giandra sudah tahu soal kecelakaan yang dialami Nicholas?" tanya Marco sembari mendenyitkan dahi.

Remus menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tidak tega untuk memberitahu Giandra. Seharusnya Giandra sudah mulai melakukan serangkaian evaluasi pra-operasi hari ini, namun aku belum mendapat kabar lagi."

"Giandra jadi Trachelectomy?" Lagi-lagi Marco bertanya.

"Jadi! Aku sudah meminta Giandra untuk operasi dengan dokter kenalan Ingrid di Jerman. Dokternya juga berekspektasi untuk rangkaian evaluasi, operasi, hingga pemulihan Giandra bisa selesai lebih cepat." Remus menanggapi dengan cepat. "Ya, aku tahu karena Nicholas menangis karena Giandra mengalaminya di umur yang semuda itu. Ingrid dan aku berusaha untuk membantu Giandra."

"Semoga Giandra dan Nicholas lekas membaik. Semua ini terlalu cepat .... " Rania bergumam dan suaminya pun mengaminkan.

Mereka bertiga pun terdiam dan Rania langsung mengeluarkan ponsel untuk menunjukkan penemuannya terkait dengan kecelakaan yang dialami oleh Nicholas. "Ngomong-ngomong soal kamera pengawas, aku berhasil mendapatkan sudut yang merekam posisi kecelakaan secara jelas dan mendapatkan nomor plat mobil. Lihatlah Remus."

Remus langsung membenarkan kacamatanya dan melihat rekaman kamera pengawas milik perusahaan Rania. Ia melihat secara jelas plat mobil dan mendapatkan angka 48.

"RI 48?" tanya Remus untuk memastikan. Ia merasa tidak yakin dengan apa yang baru saja ia lihat. "Bukankah itu plat mobil Menparekraf?"

"Sayangnya iya," ucap Marco dengan ekspresi prihatin, "bahkan aku terkejut dan tak berhenti kaget. Meskipun Rania memandangku dengan tatapan ... bingung?"

"Karena menurutku bukan Maudy pelakunya! Maudy saja tidak biasa membawa mobil cepat di tengah-tengah hujan dan kita lihat sendiri kalau pelakunya ini membawa mobil dinas itu dengan kecepatan yang tidak wajar." Rania menambahkan dengan ucapan yang merujuk pada Menparekraf. "Sudah dipastikan dengan orang dalam Kemenparekraf itu. Bahkan Maudy saja sedang berada di luar negeri untuk kunjungan dinas mendadak—padahal seharusnya Maudy hadir di acara salah satu konglomerat media."

"Berarti pelakunya memang bukan Maudy." Dengan cepat Remus langsung menyimpulkan. "Memang acaranya di mana?"

"Dharmawangsa," jawab Marco.

"Masuk akal karena untuk mencapai Dharmawangsa, memang bisa melewati jalan yang menjadi TKP itu, 'kan?" tanya Remus yang mencoba untuk menarik benang merah dari ucapan pasangan suami istri itu.

Rania mengangguk setuju. "Ya, harus melewati jalan depan gedungku—Jalan Jenderal Sudirman. Kalaupun harus lewat Rasuna Said, pasti akan memakan waktu."

"Jika Maudy tidak bisa datang, pasti dia meminta seseorang, yang bisa ia percaya, untuk mewakilinya." Remus merespon dan kemudian ia diam sebentar "Siapa orang yang datang ke acara di Dharmawangsa mewakili Kemenparekraf dan Maudy?"

"Marco, bukankah kamu kemarin datang ke acara itu?" tanya Rania pada suaminya.

Marco Hassan, Menkopolhukam yang juga pendiri Firma Hukum Hassan & Pandjaitan, tampak berpikir dengan cepat. Kemarin Marco juga datang ke acara tersebut dan ia berusaha untuk mengingat siapa saja yang menyapanya atau yang ia lihat. Kemarin ia melihat beberapa pejabat dan rekan jurnalis. Bahkan Marco sempat mengobrol dengan Wishnu Layendra, Akbar dan Nilam Pradana, hingga ....

"Raka Purnomo." Marco mengucap satu nama yang dapat dikaitkan dan berada di pikirannya sejak tadi.

TBC

Published on November 27, 2024

nas's notes: untuk plat merah, biasanya digunakan untuk kendaraan dinas yang dioperasikan oleh pemerintah untuk keperluan operasional. seiring dengan kebutuhan atas kendaraan dinas untuk pejabat negara yang semakin banyak, maka plat merah yang digunakan oleh menteri kerap berganti nomor dan antar instansi menggunakan nomor yang pernah digunakan oleh instansi lainnya. Yang pasti tak berubah hanya RI 1 (presiden), RI 2 (wakil presiden), RI 3 (istri presiden), dan RI 4 (istri wakil presiden).

terima kasih sudah mampir dan jangan lupa vomments yaaa! <33

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top