56. Cloudburst

nas's notes: hii semua aku balik! terima kasih yaa karena cerita ini sudah mencapai 96k views dan bentar lagi masuk ke 100k. semoga sebelum november berakhir,  ceritaku bisa achieve 100k views yaa aaaminnnn :"))

jangan lupa vomments. kalau suka baca offline, boleh nyalakan kuota dulu terus vote dan matikan lagi.

boleh juga follow akun wp dan twt/x aku yaaa! biar kalau ada pengumuman bisa tersampaikan. karena aku sering bikin announcement di wall atau di twt/x juga (gemeinschweft)!! :"))))

terima kasih banyak dan selamat bacaa!! <33

.

.

.

Jakarta, Indonesia
August 1st, 2026

"Mobil dinasmu masih diservis, 'kan? Pakailah mobilku untuk pergi ke Dharmawangsa dan sampaikan salamku pada favoritku Wishnu Layendra—ia pasti hadir."

Ucapan Menparekraf Maudy pada Raka melalui saluran telepon seakan-akan meminta Raka agar tetap datang untuk mewakilinya. Maudy meminta Raka untuk hadir pada salah satu acara ulang tahun dari media besar di Indonesia. Sebenarnya Raka agak keberatan karena dirinya disenggol oleh sejumlah media, namun Maudy tetap meminta Raka untuk hadir.

Sebelumnya Raka mengatakan bahwa ia ingin menggunakan mobil pribadinya, namun Maudy meminta agar Raka menggunakan mobilnya dinasnya saja dengan bensin yang terisi penuh dan baru saja diservis.

Akhirnya Raka membawa mobil tersebut dari kantor dan berjalan menuju kawasan Dharmawangsa. Semenjak publik menyorot beberapa kasus yang dikaitkan dengan dirinya, Raka tak dapat memusatkan perhatiannya untuk mengejar Giandra dan kediamannya yang sudah lama ia dambakan.

"Kejaksaan Agung mengumumkan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Raka Purnomo sebagai TERSANGKA korupsi tambang Riau."

Siaran dari radio membuat Raka merengut kesal. Jemarinya langsung mengganti siaran radio.

"Raka Purnomo adalah dalang dari proyek yang memuluskan Forest Green—start up e-commerce yang saat ini berencana untuk menyaingi dominasi Cobalt Blue di bidang perjalanan wisata."

Berita yang disiarkan pada salah satu kanal radio membuat wajahnya semakin merah dan jengkel. Alhasil ia memilih untuk mengganti siaran tersebut. Hingga siaran masuk ke siaran radio yang membahas konspirasi.

"Raka Purnomo itu sebenarnya cakap, kinerjanya oke, dan branding-nya bagus. Hanya saja dia ini butuh disadarkan."

"Pupus sudah langkah Raka menuju 2029—padahal dia bisa mendapat endorsement dari Andhika Pradana kalau dia lurus-lurus saja."

"Masalahnya, Raka dalang dari perpecahan rumah tangga Nilam Pradana dan Dion Sudjatmiko. Raka juga yang menyingkirkan Giandra Soerjapranata, keponakan Presiden Andhika, dari FG. Sebenarnya langkah Raka ini berbahaya, loh. Sebelumnya dia bisa lebih santai karena dia berada dalam lingkup terdekat Presiden Andhika. Sekarang dia mau taruh di lingkarannya siapa?"

"Mungkin Clara Antonia?"

"HAHAHAHAHAHA."

"Ya, 'kan, apalagi mereka pernah ketahuan pergi ke Singapura bersama."

Karena telinganya terasa semakin panas dan ia mulai risih, Raka pun langsung mematikan radio dan berteriak.

"BANGSAAAAAAAATTTTTTTTT ANJINGGGGGGGGGGGG!!!!!!!"

Dengan kesal, Raka berteriak sembari melaju pacu mobil yang ia kendarai. Sudah beberapa kali ia menekan klakson secara membabi buta. Hujan deras membuat jalanan di pusat kota jauh lebih sepi karena tak banyak orang yang ingin keluar saat hujan. Karena itulah, Raka terlihat seenaknya membawa mobil dengan kecepatan penuh di tengah hujan.

Beberapa saat kemudian, Raka menghentikan kendaraan yang ia bawa tepat di depan lampu merah. Lampu merah yang terkenal dengan banyaknya pejalan kaki, namun hujan hari ini tujun begitu deras, sehingga tak banyak orang yang turun ke jalan. Dengan derasnya hujan yang hampir menutupi pandangan, Lelaki itu langsung menyalakan wiper untuk menyingkirkan air dari kaca depan mobil. Berharap bahwa ia dapat melihat beberapa detik yang tersisa sebelum lampu hijau.

Hanya saja, ia melihat tak banyak orang yang menyebrang—kecuali seorang lelaki yang berjalan dengan payung hitam, sweater biru tua dengan zipper, dan rambut cokelat bergelombang yang tersisir rapi. Raka langsung familiar dengan lelaki itu dalam sekali pandang.

Itu Nicholas Wiradikarta!

.





.






.

Saat Nicholas baru saja berjalan selangkah dari stasiun, ia membuka payung hitam yang sudah ia persiapkan dari rumah. Sebelum berangkat, ia sudah melihat perkiraan cuaca dan mengabari Giandra melalui telepon. Kabar terakhir, Giandra sudah diperiksa dan akan dioperasi di hari selanjutnya.

Sebenarnya Andrew tak masalah jika Nicholas memilih untuk datang terlambat. Hanya saja, Nicholas tak ingin membawa mobil dan memilih untuk datang lebih awal dengan transportasi umum. Bahkan Nicholas tak membawa tas ransel yang biasa ia bawa—hanya membawa tas jinjing (yang merupakan merchandise dengan bahan kanvas dari perjalanan terakhirnya di London) untuk menaruh payung lipat.

Iris hijau kebiruan milik lelaki itu tampak melihat langit dengan hujan yang masih deras. Akan tetapi, ia hanya butuh jalan beberapa langkah dan menyebrangi jalan hanya untuk mendapatkan akses jalan lebih cepat dibandingkan harus memutar jalan. Lagipula tak ada yang salah karena akses jalan tersebut juga dibuka untuk perjalan kaki—bahkan sah-sah saja jika Nicholas menyebrang hanya untuk melewati akses jalan menuju pusat perbelanjaan.

Jalanan sepi dan Nicholas berjalan setelah lampu penyebrangan berubah menjadi hijau. Dengan suara dari lampu penyebrangan jalan yang semakin lama semakin cepat, Nicholas pun berjalan dan, secara sadar, ia tak menoleh kiri kanan.

Hanya saja, mobil mewah plat merah yang dibawa oleh Raka tampak melaju dengan cepat, menubruk tubuh Nicholas, dan meninggalkan lokasi kejadian dengan kesadaran penuh. Payung yang dibawa lelaki itu langsung terpental ke pinggir jalan.

Di bawah derasnya hujan dan jalanan yang sepi, Nicholas kehilangan kendali dan tak sadarkan diri. Sejumlah orang mulai mengerubungi tubuhnya sembari mengusahakan untuk mendapatkan bantuan.

.





.





.

Singapore
August 1st, 2026

Remus Wiradikarta sedang berada di Singapura, tepatnya di Berrima Road, untuk menemui teman karibnya yang sudah lama menjadi Menteri Luar Negeri. Baru saja mengambil satu keping kue bangkit dari piring saji, ponselnya berdering. Remus langsung beranjak dari sofa untuk mencari sudut sepi dan mengangkat ponselnya.

"Andrew hai! Ada apa?"

Suara nafas Andrew yang tak beraturan tampak terdengar dari sambungan telepon. "Akhirnya Pak Remus! Maaf Pak, saya tidak bisa menghubungi Bu Ingrid, Giandra, dan Sura sejak tadi ... Bagaimana caraku menyampaikan berita ini ... Okay, Nicholas kecelakan, eh, tabrak lari ... Iya, tabrak lari."

"Tenangkan dirimu, Andrew. Bagaimana kondisi Nicholas?"

"Belum sadarkan diri," jawab Andrew dengan pasrah dari sambungan telepon, "Sura belum tahu, namun saya akan mengirimkannya pesan agar—"

Mendengar bahwa Andrew akan mengabari Sura, Remus langsung memotong ucapan lelaki itu. "Jangan. Jangan kabari Sura apapun. Sura sedang bersama Giandra di Jerman. Giandra akan menjalani evaluasi sebelum operasi mulai besok. Jika sampai Sura tahu, mereka berdua akan panik dan meminta untuk pulang."

"Maaf Pak Remus ... Saya tak bisa mengendalikan diri ...," ujar Andrew terbata-bata dari sambungan telepon.

Remus berpikir cepat. Ia tak memiliki agenda apapun setelah kunjungan di Berrima Road, bahkan Remus bisa pergi lebih awal menuju bandara. "Andrew, dengarkan saya. Saya sedang berada di Singapura dan akan langsung ke Jakarta setelah ini. Tolong kirimkan alamat rumah sakitnya."

"Baik Pak Remus."

"Terima kasih banyak Andrew dan tolong kabari perkembangan dari kondisinya Nicky."

"Tentu saja Pak Remus."

Setelah mengakhiri sambugan telepon dengan Andrew, lelaki itu langsung mengirimkan pesan pada istrinya, Ingrid, yang saat ini sedang berada di London untuk salah satu agenda kunjungannya. Remus tampak mengkerutkan keningnya sembari mencari cara untuk menghubungi Ingrid.

Remus Wiradikarta:
Dear, jangan katakan apapun pada Sura dan Giandra. Nicholas ada di rumah sakit. Andrew baru menghubungiku dan aku akan ke Jakarta. Aku harap kamu bisa menyusul.

Ingrid Ehrlich:
Andrew menghubungiku saat ponselku mati.
Astaghfirullah.
Well, aku harus membuat panggilan dengan Pat.
Ya Allah anak aku ....
Setidaknya aku harus menghubungi Fabian soal kecelakaannya Nicky—dia akan memberitahu anak-anakku di Munich.

Remus Wiradikarta:
Tentu saja, tapi tolong datang secepatnya.
Nicky pasti menunggu kita.

TBC

Published on November 26, 2024

nas's notes: terima kasih sudah berkunjung!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top